From: "iangda halim halim"  
To: zhussein@miscnote1.miscbhd.com
CC: tasman3@hotmail.com, osmusa@pop.jaring.my, ziman98@yahoo.com, delitha@yahoo.com, alawi@tm.net.my, nordin@fkm.utm.my, nidron@ppc.psz.utm.my
Subject:
Date: Sat, 17 Jul 1999 20:05:49 PDT

GHIBAH(Menceritakan Seseorang Tentang Hal Yang Tidak Disukainya)

Dalam bab ini akan cuba di jelaskan kepada anda beberapa bentuk penyelewengan lidah yang sangat besar bahayanya semoga Allah menyelamatkan kita daripadanya. Semoga peringatan ini boleh menolong kita untuk menghindarinya, dan kita mampu menghiasi lidah dengan zikir kepada-Nya serta menyibukkan diri dengan aib diri kita daripada aib orang lain, juga mengajak manusia untuk berbuat demikian. Kita mulai pembahasan ini dengan masalah ghibah.

A. Ta'rif Ghibah

Ghibah merupakan bentuk penyelewengan lidah yang sangat berbahaya. Nabi Saw telah menerangkan ta'rif ghibah dengan sabdanya:

"Tahukah kalian apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu!" Lalu beliau melanjutkan, "Yaitu kamu menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak disukainya." Lalu seseorang bertanya, "Bagaimana pendapatmu bila apa yang aku katakan ada pada diri saudaraku yang aku ceritakan?" Beliau menjawab, "Bila apa yang kamu ceritakan itu ada pada diri saudaramu, maka kamu telah melakukan ghibah terhadapnya. Dan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada pada diri saudaramu, berarti kamu telah mengada-ada cerita mengenainya." (Di-riwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah).

Dari hadits ini, jelaslah bahwa ghibah adalah menceritakan hal orang lain tanpa pengetahuannya, tentang sifat atau keadaan yang ada pada dirinya, yang seandainya dia mendengar pastilah dia tidak menyukainya. Bila apa yang diceritakan itu tidak terdapat dalam dirinya, maka disebut mengada-ada atau berbohong atau fitnah, dan ini lebih besar dosanya dari pada ghibah.

B. Bentuk-bentuk Ghibah

1.Terkadang ghibah berbentuk pembicaraan tentang keadaan badan orang lain, dengan mengatakan orang itu buta, juling, tinggi, pendek, hitam, kuning, botak, atau yang lainnya yang tidak disukai bila terdengar oleh yang bersangkutan.

2.Ghibah mungkin juga tentang nasab atau keturunan seseorang dengan menga-takan Khudri, Bukhori, Hadhiri, Hindi, Kutty dengan maksud menghinakan. Atau dengan mengatakan 'abid (hamba sahaya), atau bekas 'abid, dan sebagainya.

3.Ghibah tentang pekerjaan yang dianggap rendah, dengan mengatakan tukang kayu, tukang cukur, tukang jaga, dan sebagainya.

4.Ghibah tentang akhlak dengan mengatakan buruk akhlaknya, bakhil, takabbur, penakut, emosional, dan sebagainya.

5.Ghibah yang berkaitan dengan urusan-urusan syar'iyyah dengan mengatakan pencuri, pendusta, pemabuk, pengkhianat, zalim, suka melalaikan shalat atau zakat, kurang benar ruku' dan sujudnya, tidak hati-hati terhadap najis, tidak berbakti kepada orang tua, tidak terpelihara puasanya dari ghibah. Kecuali bila orang itu jelas-jelas melakukan kefasikan secara terbuka, tanpa rasa takut kepada Allah dan manusia.

6.Ghibah tentang hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia dengan mengatakan kurang sopan, suka menghina, banyak bercakap, banyak tidur, dan sebagainya.

7.Ghibah yang berkaitan dengan apa yang dikenakan seseorang dengan mengatakan bajunya panjang, lengan bajunya lebar, kaca matanya tebal, dan sebagainya.

Semua yang dijelaskan di atas termasuk bentuk-bentuk ghibah. Bila semua itu sesuai dengan keadaan orang yang diceritakannya tanpa dibumbui dengan dusta, maka mengatakan hal tersebut termasuk ghibah, yang berarti memakan daging saudara sendiri dan merupakan maksiat kepada Allah SWT. Dari 'Aisyah ra, dia berkata: Aku berkata kepada Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam, "Cukuplah Sofiyah bagimu karena dia itu pendek." Lalu Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam ber-kata, Engkau telah mengatakan satu kalimat yang apabila dicampur dengan air laut, pasti laut itu akan keroh." (Tirmidzi berkata; hasan shahih).

C. Macam-macam Ghibah

Ghibah tidak terbatas pada ucapan lidah semata, akan tetapi setiap gerakan, isyarat, ungkapan, sindiran, umpatan, celaan, kerlingan, tulisan, atau segala sesuatu yang boleh difahami sebagai hinaan, maka hal itu haram dan termasuk dalam kategori ghibah.

D. Ikut Serta Melakukan Ghibah

Termasuk sama hukumnya dengan ghibah adalah mendengarkan orang yang sedang ghibah dengan sikap kagum dan menyetujui apa yang dikatakannya. Inilah yang menambah semangat dan gairah orang yang sedang ghibah untuk melanjutkan ghibahnya. Sikap semacam itu termasuk membenarkan perbuatan ghibah. Bila si pendengar membenarkan apa yang dikatakan orang yang ghibah serta ridha terhadap hal itu, berarti dia telah bersekutu dalam hal ghibah. Padahal setiap orang berkewajiban untuk mencegah saudaranya dari perbuatan ghibah.

Imam Ahmad di dalam musnadnya memuat satu hadits dengan Sanad Hasan dari Asma' binti Yazid, dia berkata, bahawa Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda:

"Barangsiapa mencegah ghibah yang menyinggung kehormatan saudaranya, maka Allah akan membebaskannya dari neraka."

At-Tirmidzi mengeluarkan hadits dengan sanad hasan dari Abu Darda', bahwa Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mencegah ghibah yang dilakukan oleh saudaranya, maka Allah akan mencegahnya dari neraka pada hari kiamat."

E. Motivasi (Pendorong) Ghibah

Beberapa kesan ghibah yang dilakukan oleh seseorang terhadap saudaranya:

1.Kebencian terselubung yang dikhuwatirkan akan berubah menjadi bentuk permusuhan yang nyata.

2.Sifat hasad (dengki) yang mengotori hati seseorang sehingga ingin merebut kedudukan saudaranya dalam pandangan manusia.

3. Adanya sifat fasad dan ghairah dalam melakukan dosa dan kemungkaran.

4.Tidak rela terhadap kehormatan dari seseorang, sehingga ingin menampakkan aibnya.

5.Dukungan majlis kepadanya dan simpati kawan-kawan yang membenarkannya dan sikap mereka yang menjilat dan nifak.

F. Ghibah yang Diperbolehkan

1.Orang yang di zalimi boleh menceritakan kepada hakim tentang kezaliman saudaranya terhadapnya, atau pengkhianatannya, atau rasuah yang telah diterima-nya.

2.Meminta pertolongan untuk mengubah kemungkaran dengan menceritakan kepada orang yang mampu mengubah kemungkaran itu, agar menjadi kebenaran. Misalnya orang yang melihat seorang pemabuk, lalu dia menceritakan hal itu kepada walinya agar boleh saling menolong dalam beramar makruf nahi munkar.

3.Bercerita kepada seorang mufti untuk meminta fatwa, misalnya seorang isteri yang menceritakan suaminya yang bakhil, sehingga ia mendapat penjelasan apakah ia boleh mengambil harta suaminya itu.

4.Memperingatkan kaum muslimin dari kejahatan seseorang, apabila dikhawatirkan hal itu akan menimpa mereka. Misalnya seseorang yang mendapatkan seseo-rang yang lain selalu berbuat fasik atau bid'ah, lalu dia menasihati dan mengingatkan orang lain agar tidak ber-gaul dengan orang tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah memelihara sunnah Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam dengan menye-butkan kedustaan atau kelemahan para perawi hadits untuk menentukan keshahihan sanadnya. Termasuk juga meminta nasihat. Orang yang dimintai nasihat adalah orang yang terpercaya. Misalnya orang yang bertanya tentang seseorang yang akan dijadikan sebagai tempat bersandar dalam pekerjaan, atau akan diangkat sebagai anggota keluarga atau teman sejawat atau tetangga. Lalu orang yang ditanya tadi menjelaskan keadaannya.

5.Memanggil dengan panggilan yang sudah dikenal, tanpa bermaksud merendahkan. Misalnya mengatakan si juling atau si buta kepada seseorang yang sudah biasa dikenal dengan sebutan itu.

6.Orang yang terang-terangan berbuat fasik, misalnya terang-terangan minum khamr atau menerima suap. Demikian pula terhadap seseorang yang terang-terangan berbuat bid'ah, juga hakim yang jahat, tidaklah berdosa menceritakan perbuatannya, agar orang lain berhati-hati terhadap mereka. Yang tidak diperbolehkan adalah menceritakan aib yang tidak dilakukan secara terang-terangan (Riyadus Sholihin hal. 639-641)

G. Hukum Ghibah dan Dalil-dalilnya

Ghibah merupakan penyakit sosial yang tidak patut dilakukan oleh seorang muslim. Ia diharamkan berdasar-kan ijma', dan termasuk dosa besar. Islam telah mengharam dan melarang kita dari padanya karena boleh mengakibatkan putusnya ukhuwah, rusaknya kasih sayang, timbulnya permusuhan, tersebarnya aib, lahirnya kehinaan dan timbulnya gairah untuk melakukannya. Lebih-lebih bagi orang yang menjadi teladan umat atau para da'i yang menyeru kepada kebaikan.

Agar manusia berhati-hati terhadap ghibah, maka Allah menyamakan orang yang melakukan ghibah dengan orang yang memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Allah berfirman "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka makan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani. (Al Hujurat 12) Orang yang mencela saudaranya dalam bentuk ghibah, seperti juga orang yang menggigit dan memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati sehingga tidak akan merasa akan sakitnya oleh simayat. Ini orang PAS dan ADIL kena hati-hati sikit, kerana sekarang ini mereka tengah kuat melaksanakannya.

Ketika seseorang yang telah melakukan perbuatan zina mengaku kepada Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam dengan maksud ingin membersihkan dirinya dari dosa dengan cara dihukum rajam, maka Nabi pun merajamnya hingga mati. Lalu Nabi mendengar dua orang laki-laki yang salah seorang di antaranya ber-kata kepada yang lainnya, "Tidakkah kamu lihat orang ini, ia telah ditutup rahasianya oleh Allah, tetapi hatinya gelisah sehingga dia membongkar rahsianya dan direjam seperti direjamnya anjing?" Lalu Nabi Sallallahu alaihi wa Sallam melewati bangkai seekor himar, lalu berkata: "Mana si Fulan dan si Fulan? Turunlah kalian dan makanlah bangkai himar ini!" Kedua orang itu berkata, "Semoga Allah mengampuni engkau wahai Rasulullah, mana mungkin kami memakannya?" Lalu Nabi bersabda: "Apa yang kamu katakan tentang saudaramu tadi lebih menjijikkan daripada makan bangkai himar ini. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya dia sekarang sedang bersenang-senang di sungai-sungai surga berendam di dalamnya." (HR. Abu Ya'la dari Umar dengan sanad yang shohih dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairoh). Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra, dia berkata bahwa pada zaman Rasulullah Sallallhu alaihi wa Sallam pernah bertiup angin yang busuk baunya, lalu Nabi bersabda: "Sesungguhnya segolongan orang munafik telah melakukan ghibah terhadap orang orang muslim, sehingga bertiuplah angin busuk ini." (HR. Ahmad dan berkata Al Hafizh al Mundziri bahwa para perawinya siqoh).

Kemudian diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda:

"Ketika aku dimikrajkan, aku bertemu dengan suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku panjang dari tembaga, mereka mencakarkan kuku-kukunya kemuka dan dada-dada mereka, lalu aku bertanya, 'Siapakah mereka itu, wahai Jibril' Lalu Jibril menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan merendahkan kehormatan mereka"'. (Diriwayatkan dengan musnad dan mursal).

H. Sibuk dengan Aib Sendiri

Tak ada seorang manusia pun selain para rasul, yang tidak mempunyai aib. Kadang-kadang aib kita lebih besar dan lebih parah daripada aib orang lain. Semestinya setiap hamba menyibukkan diri dalam upaya perbaikan aib sendiri dan membina pribadi. Berbahagialah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri.

Diriwayatkan oleh Al Barok bin'Azib dengan sanad yang baik, bahawa Nabi bersabda:

"Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, janganlah kalian melakukan ghibah terhadap sesama kaum muslimin dan jangan pula membongkar 'aurat' mereka, karena barangsiapa yang membuka aib sauda-anya, maka Allah akan membuka auratnya hingga terbongkar di tengah-tengah rumahnya." (HR. Abu Dawud dan Abu Ya'la) Mahabesar Allah yang bijaksana yang telah menjelaskan ghibah sebagai hidangan orang-orang fasik dan kesenangan (hiburan) para wanita.

I. Perniagaan Yang Merugikan

Orang yang melakukan ghibah akan mengalami kerugian, karena pahala amal kebaikannya dia berikan kepada orang yang menjadi sasaran ghibahnya. Di lain pihak, ada orang lain yang mendapatkan keuntungan karena memperoleh pahala amal kebaikan yang datang tanpa diketahuinya.

Dari Abu Umamah al Bahily ra, dia berkata, "Sesung-guhnya seorang hamba akan diberi kitab catatan amalnya pada hari kiamat, maka dia melihat pahala kebaikan yang tidak pernah dilakukannya waktu di dunia, lalu dia berkata, "Ya Allah, dari manakah semua ini?" Lalu Allah menjawab, "Ini dari orang-orang yang melakukan ghibah terhadap mu tanpa kamu sedari." Berkata Ibrahim bin Adham, "wahai para pendusta, engkau bakhil dalam urusan duniamu terhadap kawan-kawanmu, tetapi engkau begitu dermawan dalam urusan akhiratmu terhadap musuh-musuhmu, padahal engkau tidak tercela dengan kebakhilanmu dan tidak terpuji dengan kedermawananmu. "

Ketika Hasan Al Bashri mendengar ada seseorang yang melakukan ghibah terhadapnya, dia lalu mengirim sebuntil kurma kepadanya dan berkata, "Telah sampai kepada-ku kabar bahwa engkau telah menghadiahkan kebaikanmu kepadaku, aku ingin membalas kebaikanmu padaku. Celalah aku, aku tidak mampu membalasmu dengan sempurna." Jelaslah bagi kita bahwa ghibah membuat seseorang terjerumus kepada kemurkaan Allah dan gugur kebaikan-kebaikannya. Orang yang melakukan ghibah akan mengalami kerugian dengan dialihkannya kebaikan-kebaikan-nya, atau beban keburukan-keburukan saudaranya ke atas belakangnya, sehingga timbangan keburukannya lebih berat daripada kebaikannya.

J. Taubat Dari Ghibah.

Orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kesalahan.

Pertama kesalahan terhadap Allah, iaitu dengan melanggar laranganNya. Sebagai kafarat diatas kesalahan ini adalah dengan cara menyesali perbuatan itu, bertekad untuk tidak melakukannya lagi, dan beristighfar serta bertaubat dengan taubat yang benar.

Kedua: Kesalahan terhadap manusia. Kafarat atas kesalahan ini, bila ghibahnya terdengar oleh orang yang berkenaan, maka dia wajib mengemukakan alasan serta meminta maaf kepadanya. Namun bila belum terdengar oleh orang yang berkenaan, hendaklah meminta ampun untuknya, mendoakan kesejahteraannya kepada Allah, serta memuliakannya setaraf dengan keburukan yang telah dia lakukan terhadap orang yang dituduhinya. Janganlah malu-malu meminta maaf kepadanya sehingga dia tidak memarahimu lagi.

Semoga Allah menjauhkan kita dari penyimpangan lidah, dan memelihara kita dari azab api neraka yang bahan bakarannya adalah manusia, iblis dan batu bata. Semoga juga melimpahkan selawat keatas Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa Sallam.

Dan keluaran akan datang Nik Aziz telah jadi macam Tuhan!! Insya Allah.

Copyright © 1994-1999 Yahoo! Inc. All rights reserved. 1