ELEKTRO INDONESIA            Edisi ke Sebelas, Januari 1998 
ENERGI 

Model MARKAL

Strategi Penyediaan Energi Nasional di Era 2000-an

Model markal (Markal Allocation) adalah suatu model yang memakai teknik linier programming (LP) dan mempunyai kemampuan multiobyektif. Kemampuan multiobyektif ini yang akan digunakan di dalam perencanaan energi nasional untuk meminimumkan biaya penyediaan energi, meminimumkan dampak negatif terhadap lingkungan, meminimumkan penggunaan energi minyak, atau memaksimumkan penggunaan energi terbarukan. Input data masukan model markal secara umum adalah: lproyeksi kebutuhan final atau useful energy untuk setiap sektor, data teknis dan ekonomis setiap teknologi energi seperti: bahan bakar, efisiensi, biaya investasi, operasi dan perawatan, serta umur dan waktu operasi setiap tahun, ldata teknis dan ekonomis dari sumber energi, lparameter umum lainnya seperti: discount factor dan periode studi.

Penyedian Energi Yang Optimal

Hasil studi menunjukkan bahwa pada Repelita VI konsumsi energi primer domestik mencapai 34422 Peta Joule (PJ) per tahun. Penyediaan energi tersebut didominasi oleh minyak bumi dengan pangsa 38% dan biomasa sebesar 25,6%. Pangsa suplai gas alam mencapai 21%, dan sisanya dipenuhi oleh batubara, tenaga air dan geothermal. Pada masa yang akan datang suplai energi primer menurut hasil optimasi diperkirakan meningkat sebesar 5,5% per tahun, yaitu sebesar 16.618,9 PJ per tahun pada Repelita XI (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Optimasi Suplai Energi Primer Domestik (PJ)
Repelita
VI
VII
VIII
IX
X
XI
Geothermal 
Nuklir 
Gas alam 
Minyak bumi 
Tenaga air 
LPG 
Biomasa 
Batubara
91,00
-
935,20
1687,50
97,80
120,50
1134,10
355,90
100,20
-
1194,30
1842,10
291,00
199,10
1256,30
835,50
99,10
-
1283,30
2150,90
422,90
258,50
1347,90
1708,90
94,9
-
1599,30
2628,70
449,30
400,10
1450,20
2714,50
88,70
-
1832,80
3525,90
457,70
568,20
1568,60
4280,90
78,60
-
2096,50
4788,30
453,90
800,20
1726,80
6674,60
Total
4422,00
5718,50
7298,50
9337,00
12322,80
16618,90
Proyeksi penyediaan energi final setiap jenis energi dapat dilihat pada Tabel 2. Penyediaan energi final pada Pelita VI didominasi oleh penggunaan biomasa yang mempunyai pangsa sebesar 35,3% (1134,15 PJ per tahun), sedangkan yang kedua adalah penggunaan bahan bakar minyak sebesar 25% dan yang ketiga adalah bahan bakar gas sebesar 12%. Peranan bahan bakar minyak pada Repelita VII diperkirakan menjadi paling besar atau sebesar 34% dari penyediaan energi final nasional diikuti oleh biomasa sebesar 30% kemudian tenaga listrik sebesar 11%. Komposisi pangsa suplai energi final tersebut tidak berubah sampai Repelita IX, tetapi pada Repelita XI peringkat kedua, bergeser menjadi listrik pada tempat kedua dan biomasa pada tempat ketiga. Hal ini mengisyaratkan bahwa tenaga listrik cukup dominan pada Repelita XI.
 
Tabel 2. Proyeksi Penyediaan Energi Final (PJ)
Repelita
VI
VII
VIII
IX
X
XI
Listrik 
Batubara 
Gas 
Kerosin 
LPG 
ADO 
FO 
Mogas 
Biomasa Pelumas
288,44
128,20
387,00
306,37
150,94
422,92
68,68
306,01
1134,15
19,24
441,13
200,29
529,81
303,87
276,64
614,12
89,97
378,25
1256,31
26,32
648,92
295,28
707,29
368,61
376,58
848,83
120,13
479,37
1347,95
35,29
930,54
438,38
906,77
448,75
487,46
1074,40
159,69
540,35
1450,19
45,91
1364,01
691,57
1161,43
545,28
653,48
1391,46
214,86
846,63
1568,62
60,86
1998,49
1135,02
1485,26
613,09
910,26
1802,95
269,57
1090,14
1726,81
81,28
Total 3211,95 4116,71 5228,25 6582,44 8498,20 11112,88
 

Kasus Tanpa Tindakan

Dalam kasus ini, teknologi yang dipakai untuk penyediaan energi maupun pemakaian energi dianggap tidak mengalami perubahan dari apa yang telah direncanakan atau dilaksanakan pada saat sekarang. Teknologi bersih lingkungan seperti fluidized bed boiler, de-sulphurization, de-NOx, katalis untuk kendaraan belum diperhitungkan.

Selama Repelita VI sampai XI permintaan tenaga listrik di Indonesia akan meningkat dengan rata-rata 8,2% per tahun, yaitu dari 56.144 GWh pada Repelita V menjadi 554.940 GWh pada Repelita XI.

Untuk kasus tanpa tindakan, pembangunan PLTU batubara konvensional di Pulau Jawa akan meningkat dengan sangat cepat, yaitu sekitar 13,2% per tahun. Bila pada Repelita VII kapasitas terpasang PLTU batubara konvensional adalah sebesar 10,05 GW maka pada Repelita XI diperkirakan akan menjadi 68,8 GW. Tabel 3 menunjukkan perkembangan kapasitas terpasang pembangkit listrik di Pulau Jawa.

Proyeksi Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik di Jawa untuk DNC (dalam Gwh)
Tabel 3
Repelita
VII
IX
X
PLTU Batubara 
PLT Turbin gas 
PLTU Minyak 
PLTU Diesel 
PLTG Minyak 
PLT Panasbumi 
PLTA 
PLTU Biomasa 
PLT Nuklir
10,05
4,10
1,78
2,82
0,25
0,36
3,12
0,01
0
31,90
3,94
0,33
0,81
4,55
0,29
3,12
0
0
68,82
0,06
0
0,81
19,70
0
3,27
0
0
Total 22,42 44,94 92,66
 

Untuk memenuhi permintaan tenaga listrik di luar Jawa sebesar 17.540 GWh pada Repelita V dan 211.630 GWh pada Repelita XI harus dipersiapkan pembangkit listrik dengan kapasitas sebesar 15,37 GW pada Repelita VII dan 52,51 GW pada Repelita XI. Secara lengkap proyeksi kapasitas pembangkit listrik di luar Jawa diperlihatkan pada Tabel 4.

Proyeksi Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik di Luar Jawa untuk DNC (dalam Gwh)
Tabel 4. 
Repelita
VII
IX
X
PLTU Batubara 
PLT Turbin gas 
PLTU Minyak 
PLTU Diesel 
PLTG Minyak 
PLT Panasbumi 
PLTA 
PLTU Biomasa 
PLTU Gas 
PLTU Gas Uap
0,70
1,31
0,17
0,39
6,59
0,14
4,78
0,26
0,29
0,09
6,15
0,72
0
0,31
3,25
0,14
7,76
0,25
0,29
4,95
21,26
0,39
0,23
11,68
3,23
0,06
7,76
0,45
0
7,45
Total 15,37 23,82 52,51
 

PLTD pada awal periode masih mempunyai kapasitas terbesar, dengan pansa pasar 43% pada Repelita VII. Hal ini disebabkan oleh kurang tersedianya jaringan transmisi. Tetapi untuk waktu mendatang pangsa pemakai PLTD akan menurun (rata-rata 2,6% per tahun) dan tinggal kurang dari 1% pada akhir periode (Repelita XI). Sedangkan pembangkit yang mempunyai pertumbuhan pesat adalah PLTU batubara dan PLTG minyak.

Kasus Pengurangan Emisi

Pada kasus pengurangan emisi hanya akan dibahas untuk sistem energi di Jawa karena kepadatan penduduk di Jawa paling padat dan aktivitas ekonominya paling dinamis. Dengan memperhitungkan dampak lingkungan, emisi polutan akibat penggunaan energi di Pulau Jawa akan melampaui batas yang telah ditetapkan. Untuk menanggulanginya perlu disusun suatu strategi penyediaan energi yang ekonomis dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, yaitu:

Perencanaan Pembangkit Listrik di Jawa

Dalam kasus pengurangan emisi input energi baik jumlah maupun jenisnya untuk pembangkit listrik adalah tetap sama dengan kasus tanpa tindakan. Dalam kasus pengurangan emisi ini usaha utama adalah dalam penggunaaan teknologi pencegahan serta pengurangan pencemaran pada instalasi tersebut. Tabel 5 menunjukkan kapasitas terpasang menurut jenis pembangkit listrik untuk kasus pengurangan emisi di Jawa.
Proyeksi Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik di Jawa untuk ERC (dalam GWh)
Tabel 5
Repelita
VII
IX
X
PLTU Batubara 
[PLTU batubara] 
PLT Turbin gas 
[PLT Turbin gas ]  
PLTU Minyak 
PLTU Diesel 
PLTG Minyak 
[PLTG Minyak ] 
PLT Panasbumi 
PLTA 
PLTU Biomasa 
PLT Nuklir
4,19
5,43
3,91
0,03
1,78
2,82
0,18
0
0,36
3,12
0,01
0
3,39
29,09
3,72
0,06
0,33
0,94
0,06
4,50
0,29
3,12
0
0
0,84
69,25
0,00
0,06
0
0,87
0
19,64
0
3,37
0
0
Total 21,83 45,50 94,03
Catatan: [ ] teknologi bersih.

Langkah-langkah yang dilakukan pada kasus pengurangan emisi untuk pembangkit listrik misalnya adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah di atas akan membawa perubahan yang cukup mendasar dalam perencanaan pembangkitan tenaga listrik di masa mendatang. Selain itu perubahan ataupun tambahan teknologi dan peralatan ini secara langsung akan meningkatkan envestasi dari pembangkit listrik dan pada akhirnya akan meningkatkan harga dari listrik yang dibangkitkan.

Usaha pengurangan emisi pada sektor selain pembangkit listrik, antara lain adalah penggunaan:

Penambahan Biaya

Penerapan teknologi bersih lingkungan akan meningkatkan biaya untuk keseluruhan sistem energi. Penambahan biaya untuk mengurangi dampak lingkungan akibat penggunaan energi dengan penambahan alat-alat bersih emisi, pengurangan kadar polutan pada bahan bakar dan pemakaian teknologi bersih lingkungan diperlihatkan pada Tabel 6. Penambahan biaya pada sektor listrik dan sektor transportasi cukup besar, sedangkan untuk total sistem energi nasional dibutuhkan tambahan biaya sebesar 1 milyar US$ per tahun pada Repelita IX dan akan bertambah menjadi 3 milyar US$ pertahun pada Repelita XI.
Penambahan Biaya pada kasus pengurangan Emisi (juta US$, konstan pada tahun 1989)
 
Tabel 6
Repelita
2001
2011
2021
Listrik 
Transportasi
515,80
329,10
788,90
546,80
1.310,70 
748,30
Total Sistem
883,90
1.332,47
2.972,25
 
Sambungannya  Emisi Akibat Penggunaan Energi di Pulau Jawa

[Sajian Utama] [Sajian Khusus] [Profil Elektro]
[KOMPUTER] [TELEKOMUNIKASI] [KENDALI] [ELEKTRONIKA] [INSTRUMENTASI] [PII NEWS]

Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.
[Edisi Sebelumnya
© 1996-1998 ELEKTRO Online.
All Rights Reserved.
1