ELEKTRO INDONESIA                      Edisi ke Tiga, Juli 1996

Logo Energi

PROSPEK PRODUKSI KOMERSIAL METANOL DARI CO2-NATUNA

Amir Rusli

PROSPEK PRODUKSI KOMERSIAL METANOL DARI CO2 NATUNA. Ladang gas alam Natuna dengan kandungan CO2 mencapai 70% dari total cadangan gas sebesar 210 TSCF akan memerlukan penanganan khusus.Penanganan yang diusulkan EXXON ke Pertamina adalah dengan menginjeksikan kembali CO2 tersebut ke lapisan terdalam dari perut bumi dengan biaya tambahan mencapai 50 - 60% dari biaya total yang diperlukan, dan hal ini akan mempengaruhi harga jual LNG-Natuna. Oleh karena itu perlu diusahakan alternatif proses lain untuk mengkonversikan CO2ke produk produk yang berguna seperti metanol, metan dsbnya. Dalam tulisan ini dilaporkan alternatif proses produksi skala komersial metanol dari CO2 -Natuna dengan metoda hydrogenasi dan reformasi. Pembahasan difokuskan pada tinjauan termodinamika, kesetimbangan massa dan energi dari setiap proses reaksi yang dipilih. Aspek ekonomi dan prospek pasar dari produk metanol yang dihasilkan juga dibahas. Energi fosil, tenaga surya dan nuklir dari dalam bentuk panas dan listrik dipertimbangkan akan sangat efisien dalam memasok kebutuhan energi untuk proses kimia.

PENDAHULUAN

Revolusi industri telah menyebabkan peningkatan jumlah CO2 di atmosfir. Setiap tahun lebih dari 1,8 x 1010 ton CO2dibuang ke atmosfir melalui aktivitas manusia[1,2]. Diyakini pula karena CO2 ini termasuk gas rumah kaca akan dapat meningkatkan panas global dunia, panas ini diperkirakan akan mampu mencairkan es di kutub utara dan selatan. Bila skenario itu terjadi, maka permukaan air laut akan naik (sekitar 7 kaki) dan sebagian besar daratan dunia akan digenangi air. Indonesia sebagai negara kepulauan akan kehilangan banyak kota-kota besar dan kecilnya yang umumnya terletak dipesisir pantai, barangkali yang tersisa hanyalah dataran tinggi yang gersang di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Irian.

Natuna dengan total cadangan gas mencapai 210 TSCF (trillion standard cubic feet) merupakan cadangan gas yang terbesar di dunia saat ini dan akan mampu melayani kontrak penjualan LNG partai besar dalam jangka panjang[3]. Namun karena keunikan dalam jumlah komposisi kandungan CO2 yang dimilikinya (Tabel 1) menjadikan proyek gas alam Natuna menjadi sorotan dan sangat populer di kalangan para ahli lingkungan hidup. Oleh karena pertimbangan lingkungan ini pulalah yang menyebabkan Natuna harus diperlakukan secara khusus dalam pengolahannya.

Dengan teknologi pengolahan konvensional (penginjeksian kembali CO2) seperti yang diusulkan Exxon ke Pertamina, maka sudah dapat dipastikan akan memerlukan biaya yang sangat tinggi. Dalam kontrak Exxon Pertamina tersebut diusulkan untuk menginjeksikan kembali CO2 ke lapisan terdalam dari sumur (batu karang bawah laut) yang mengakibatkan tambahan biaya 50 - 60% dari total investasi yang diperlukan atau jauh lebih besar dari biaya investasi untuk ladang gas alam Arun dan Bontang. Sehingga akan mengakibatkan secara umum LNG Natuna menjadi produksi biaya tinggi dibandingkan ladang Arun dan Bontang. Sebaliknya bila cadangan CO2 sebesar 3,03 TSCM (sekitar 5 milyar ton ekuivalen karbon) ini dapat kita manfaatkan sebagai sumber karbon alternatif akan dapat memberikan dampak langsung tidak hanya pada LNG Natuna tetapi juga pada sistem penyediaan energi Nasional Indonesia di masa mendatang. Proses pemanfaatan menjadi karbon alternatif (metan, metanol dsb.) ini melalui penerapan teknologi maju yang dapat dijadikan sebagai upaya untuk mngatasi produk biaya tinggi proyek gas alam Natuna.

Menurut skenario perencanaan Exxon-Pertamina akan dibangun secara bertahap sejumlah instalasi lepas pantai dan di daratan pulau Natuna. Tahap pertama akan dibangun 2 buah instalasi lepas pantai yang setiap anjungan mampu mengolah gas alam Natuna sebesar 1,8x109 SCF perhari untuk menghasilkan metan sebesar 400 MMSCF perhari.

Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan alternatif proses produksi komersial metanol dari CO2 Natuna guna dapat memperoleh manfaat yang sebesar besarnya dari ladang gas alam rakrasa tersebut.

II. ALTERNATIF PROSES PRODUKSI METANOL DARI CO2

Sudah lama diketahui bahwa CO2 dapat dikonversikan menjadi metanol melalui proses reformasi dan hidrogenasi[4,5]. Ditinjau dari rasio kandungan gas alam Natuna dan jumlah produksi harian untuk setiap anjungan campuran gas Natuna sebesar 1,8x109 TSCF, kemungkinan teknologi proses dalam skala komersial yang dapat diaplikasikan adalah kombinasi dari proses proses yang sudah dikenal secara luas antara lain sebagai berikut:

1. Proses metan konversi CO2

Proses metan konversi CO2 adalah gabungan dari proses pemisahan dan konversi CO2 menjadi metanol dengan penambahan hidrogen (hidrogenasi). Pada proses ini, setelah sebelumnya campuran gas Natuna dibersihkan dari bahan pengotor (sulfur dan merkuri), metan (25% rasio) dipisahkan untuk dikirim ke instalasi LNG.CO2 dialirkan ke konverter metanol. Bersamaan dengan itu dialirkan pula hidrogen yang diproduksi dari eletrolisa air dalam jumlah yang jauh lebih besar dari CO2. Didalam konverter ini terjadi reaksi kimia, dengan menggunakan katalis tertentu (Ru, Pd, Ni) dapat meningkatkan efisiensi sampai 80 - 90%. Jumlah air yang diperlukan dalam proses elektrolisa diperoleh dari instalasi desalinasi air laut dari tipe proses yang sudah banyak digunakan di dunia seperti proses multi effect distillation (MED),multi stages flash distillation (MSF) atau proses riverse osmosis (RO). Jumlah maksimal metanol yang dihasilkan dari proses ini adalah 66% dari total kandungan gas alam Natuna.

2. Proses produksi massal metanol

Produksi massal metanol adalah istilah yang dipopulerkan oleh Barnert[6] untuk memberikan perhatian khusus pada proyek Natuna. Proses ini adalah gabungan dari proses reformasi dan hidrogenasi CO2. Pada proses ini campuran gas Natuna setelah dipisahkan sulfur dan merkurinya dialirkan ke reformer pada temperatur 800C, dan akan terbentuk syngas (CO+H2) dengan bantuan katalis yang sudah umum digunakan (efisiensi 80 90%). Campuran syngas dan CO2 sisa dialirkan ke konverter metanol bersama sama dengan hidrogen dari instalasi eletrolisa. Di dalam konverter metanol ini selain terjadi reaksi pembentukan metanol dari syngas, juga terjadi reaksi pembentukan metanol dari CO2 karena adanya tambahan hidrogen dari luar. Di sinipun air yang diperlukan dalam proses elektrolisa diperoleh dari instalasi desalinasi.Jumlah maksimal metanol yang dapat dihasilkan dari proses ini mencapai 91% dari total kandungan gas alam Natuna dengan perincian 25% rasio CH4 dan 66% rasio CO2

[Tabel 1 sampai Tabel 9 ]

III. PERHITUNGAN TERMODINAMIKA, NERACA MASSA DAN ENERGI PROSES KONVERSI

Mekanisme reaksi pembentukan metanol dan syngas pada kedua proses komersial yang diusulkan di atas berlangsung menurut mekanisme reaksi sebagai berikut [2,5,7]:

Reaksi pada persamaan (1) adalah reaksi eksotermis pembentukan metanol, kelebihan panas ini dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan efisiensi, dapat mereduksi besarnya masukan energi yang diperlukan. Sedangkan reaksi pada persamaan (2) adalah reaksi endotemis pembentukan syngas pada temperatur 700 - 1100oC. Syngas yang terbentuk ini dapat bereaksi kembali membentuk metanol melalui mekanisme reaksi sebagai berikut[4,5]:

Dari persamaan (3) terlihat bahwa tidak semua molekul CO dapat bereaksi karena keterbatasan jumlah hidrogen yang terbentuk dari persamaan (2). Oleh karena itu diperlukan penambahan masukan hidrogen dari luar. Tabel 2, 3, 4 dan 5 memperlihatkan ringkasan neraca massa dan energi dari setiap mekanisme reaksi proses. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa CO2 dengan kelebihan hidrogen dan dengan katalis tertentu (Ru misalnya) juga dapat menghasilkan metan[7]. Tabel 3, energi yang diperlukan untuk hidrogenasi CO2-Natuna (66%-rasio) lebih besar dari energi reformasi campuran gas Natuna. Hal ini dapat dimengerti karena dalam campuran gas terdapat metan (25% rasio) yang berfungsi sebagai sumber energi untuk proses. Pada Tabel 4 terlihat jumlah metanol yang dihasilkan dari proses produksi massal metanol lebih besar dibandingkan bila dengan proses metan konversi CO2. Hal ini disebabkan karena sebagian CO2 yang tidak ikut bereaksi dalam proses reformasi (41% rasio) bereeaksi mengikuti pola proses hidrogenasi.

Walaupun secara neraca energi terlihat defisit energi (Tabel 5), namun bila dilihat secara keseluruan masih memberikan hasil yang berguna dibanding bila hanya dilakukan reinjeksi ke perut bumi. Tabel 6 dengan perhitungan yang masih sederhana ditunjukan kebutuhan hidrogen, air, katalis dan energi dari proses konversi. Diperlukan listrik dalam jumlah yang cukup besar (orde Giga Watt), kebutuhan ini hanya mungkin diperoleh dari gabungan fosil, tenaga surya dan nuklir. Sistem modul barangkali dapat diperkenalkan pada proyek Natuna untuk memudahkan penanganan CO2 secara bertahap dan aman.Ditinjau dari jumlah CO2 yang harus diolah, kondisi operasi proses yang digunakan, kebutuhan energi listrik dan panas untuk proses, hibrida tenaga surya dan tenaga nuklir (HTGR) nampaknya merupakan calon utama pemasok energi proses konversi gas alam Natuna [7,8].

IV. ANALISA EKONOMI DAN PASAR

Telah dilakukan perhitungan sederhana untuk mengevaluasi keuntungan ekonomi yang mungkin dapat diperoleh dari proses konversi CO2 Natuna seperti terlihat pada Tabel 7. Dari perhitungan terlihat kedua proses masih dapat memberikan nilai tambah. Tabel 8 memperlihatkan perkiraan umum keuntungan dari proses konversi CO2-Natuna. Kedua proses yang diusulkan sama sama memberikan nilai tambah. Tabel 9 adalah prospek pasar dari produk konversi gas alam Natuna.

Menurut informasi dari Biro Pusat Statistik, dalam 3 tahun terakhir Indonesia masih mengimpor metanol, hidrogen dan oksigen dalam jumlah yang cukup besar. Disamping itu diketahui juga bahwa harga metanol di beberapa negara Eropah lebih tinggi dari bensin(petrol)[7]. Kondisi kondisi ini menjanjikan prospek yang cerah untuk memproduksi metanol secara besar besaran dari Natuna. Bila oksigen juga ikut diperhitungkan akan dapat memberikan nilai tambah dan kontribusi pada biaya produksi LNG-Natuna.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR ACUAN

  1. IEA Report on greenhouse gas R&D programme, January 1995
  2. Pendayagunaan karbondioksida sebagai sumber karbon alternatif di masa depan, Fakultas teknik UI, 1995.
  3. G.A.S. NAYOAN, Catatan tentang proyek pembangunan ladang gas Natuna dan potensi kemitraan riset yang saling menguntungkan, Puspitek Serpong Indonesia, 28 Nopember 1995.
  4. HAFKE et al., Lurgi GmbH presentation on Synfuel from Natural gas, Jakarta, 14 - 15 February 1989
  5. AMIR R. Et al., CO2 reforming for methanol production, Seminar on HTR technology and application II, Jakarta, January 1995
  6. H. BARNERT, HTRs in Mass production for energy alcohol from CO2 rich Natural gas, 3rd Jaeri Symposium, Oarai Japan, 15 16 February 1996
  7. M. EPSTEIN, Present status of CO2 reforming, IAEA - CRP - 4, Oarai- Japan, 19 23 February 1996
  8. AMIR R. dkk, Pengkajian aplikasi HTR untuk produksi metanol, PPkTN, 1996 Tabel Komposisi gas alam Natuna gas

[KEMBALI KE ENERGI]

[Sajian Utama] [Sajian Khusus] [Profil Elektro]

[KOMPUTER] [KOMUNIKASI] [KENDALI] [ELEKTRONIKA] [INSTRUMENTASI] [PII NEWS]


Please send comments, suggestions, and criticisms about ELEKTRO INDONESIA.
Click here to send me email.
[Edisi Sebelumnya]

© 1996 ELEKTRO ONLINE and INDOSAT NET.
All Rights Reserved.

1