TEKNOLOGI
ELEKTRO INDONESIA Nomor 7, Tahun II, Oktober 1995

[ Daftar Isi ]
[ Nomor 1 ]
[ Nomor 2 ]
[ Nomor 3 ]
[ Nomor 4 ]
[ Nomor 5 ]
[ Nomor 6 ]
[ Nomor 8 ]

Penerapan Kebijaksanaan Teknologi Informasi Secara Nasional

Sebagai salah satu teknologi unggulan yang menentukan masa kini dan masa depan umat manusia, Teknologi Informasi (TI) semakin penting untuk dikuasai pemahamam, pengetahuan, pemanfaatannya, serta penciptaannya. Kaitannya yang erta dengan berbagai sektor ekonomi, terutama untuk sektor tersier dan kwarter, menempatkan TI sebagai komoditi strategi dalam pembangunan nasional. Malahan ada negara yang meluncurkan konsep pembangunan nasionalnya yang bersirikan IT-led development, dimana TI bukan hanya sebagai perangkat pendukung tetapi telah meningkat menjadi penggerak utama mekanisme pembangunan seluruh sektor ekonomi nasional. 
Sebagai suatu negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, Indonesia secara langsung maupun tak langsung akan terbias oleh pengaruh penguasaan dan pemanfaatan TI, dan IT-led development yang berlangsung di negara lainnya. Tak ada pilihan lagi bagi kita kecuali untuk ikut dalam kancah penguasaan dan pemanfaatan TI ini. Sementara penguasaan TI masih terbatas dan sebatas penguatan fondasi pendukung, sisi pemanfaatan TI kiranya merupakan sasaran penting dewasa ini. Kita hatus membangun kemampuan untuk memanfaatkan TI yang bisa memberikan tambahan nilai dari setiap kegiatan pembangunan, pelaksanaan kegiatan berproduksi, dan penyelenggaraan pelayanan. Selanjutnya sisi pemanfaatan ini akan mendorong tumbuhnya keperluan dan kemampuan untuk mengembangkan penguasaan TI. Jadi kita menerapkan pendekatan application-driven IT development yang bersifat deduktif sebelum kita mengembangkan TI secara induktif. 

Bertolak dari sisi pemanfaatan TI, selain dimaksudkan untuk memacu tumbuhnya penguasaan TI, sasaran utamanya adalam pemanfaatan yang berdayaguna, berhasilguna, ekonomis, berkualitas, serta bertanggungjawab. Sasaran ini hanya dapat tercapai jika terjalin hubungan yang serasi di antara pelaku-pelaku yang terkait kerjasama yang terkoordinasi. Pembangunan bidang Sistem Informasi yang dalam REPELITA VI ini secara eksplisit dinyatakan dalam Bab 45, baik program pokoknya yakni Program Pengembangan Sistem Informasi, maupun beberapa program penunjangnya sangat sarat dengan prasyarat adanaya penciptaan koordinasi ini. 

Koordinasi Pemanfaatan TI

Secara umum koordinasi pemanfaatan TI bergerak antara dua kutub yang ekstrim, yakni koordinasi melalui kelembagaan yang kuat dan koordinasi tanpa kelembagaan sama sekali. Pendekatan yang diambil tak selalu mencerminkan tingkat kemajuan suatu negara, walaupun ada kecenderungan bahwa negara mju lebih mengandalkan koordinasi tanpa kelembagaan dan negara berkembang perlu melakukannya melalui mekanisme kelembagaan. 

Koordinaasi dalam arti kata yang lluas mencakup ketiga pelaku dalam bidang TI, yakni pengatur (regulator), penyedia sumber daya (resources providers), dan pemanfaat (users). Dalam lingkup yang sempit, koordinasi hanya berkenaan dengan pemanfaat saja, dan untuk administrasi negara mungkin lebih sempit lagi yakni yang berkenaan dengan pemanfaat instansi Pemerintah saja. Koordinasi dengan kelembagaaan umumnya merupakan pelembagaan dari regulator yang yang menciptakan berbagai aturan dan ketentuan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemanfaatan serta partisipasi providers. Sedangkan koordinasi tanpa kelembagaan formal lebih dikaitkan dengan eksistensi asosiasi/ikatan/himpunan/paguyupan profesi atau usaha. 

Untuk dapat membedakan tingkat keterkaitan lembaga terhadap koordinasi pemanfaatan TI kita bisa melihat sikon di Singapura, Perancis, dan Canada sebagai contoh. Singapura dengan NCB (National Computer Board), merupakan contoh koordinasi dengan kelembagaan yang sangat top-down. Walaupun koordinasi memadukan sisi penguasaan dan pemanfaatan TI, khusus untuk pemanfaatan TI pada instansi Pemerintah & Co, NCB menjalankan praktek BOT atau malahan BOO yang sangat ketat. Semua rencana pemanfaatan TI pada instansi Pemerintah disusun NCB (bersama instansi terkait). Semua dana yang berkenaan dengan pembangunan dan penyelenggaraan pemanfaatan TI dipusatkan pada pos anggaran NCB. Staff NCB yang membangun sumber daya TI yang diperlukan, dan staff NCB pula yang menyelenggarakan operasi sampai dengan waktu tertentu, kemudian staff NCB dapat melimpahkan ke staff instansi pemanfaat atau staff NCB pula yang menyelenggarakan operasi sampai dengan waktu tertentu, kemudian staff NCB dapat melimpahkan ke staff instansi pemanfaat atau staff NCB dialihtugaskan kesana. Jadi NCB berperan mulai dari perencanaan, pembangunan, dan pengoperasian pemanfaatan TI. Pendekatan ini selain mengoptimumkan dana investasi sekaligus menciptakan terbinanya koordinasi yang kokoh, serta tercptanya standardisasi dalam berbagai aspek teknis pemanfaatan. Kalaupun dapat dikatakan sebagai hal yang negatif, instansi Pemerintah sebagai pemanfaat terlihat kehilangan inisiatif, ketergantungan yang tinggi atas NCB, serta tak ada kendali terhadap providers. 

Perancis dengan CIIBA-nya meletakkan fungsi koordinasi ini dari sisi alokasi anggaran bagi instansi Pemerintah. Semua anggaran yang berkenaan dengan pembangunan dan pengoperasian TI harus mendapat persetujuan dari CIIBA terlebih dahulu. Tetapi jika alokasi dana ini sudah disetujui maka setiap instansi dapat melaksanakannya sendiri-sendiri tanpa campur tangan CIIBA, baik untuk pembangunan sumber daya TI maupun untuk pengoperasiannya. Tent saja CIIBA tetap akan memantau 3-E pelaksanaan, yang nantinya akan menjadi kriteria dan masukan bagi penganggaran tahun selanjutnya. 

Sedangkan Canada dapat dikatakan menerapkan koordinasi ini melalui upaya yang terletak di antara kedua contoh sebelumnya. Penetapan alokasi anggaran dilakukan secara terpusat melalui Chief Information Officer dari Information Management & Techonology di lingkungan Treasury Board, sedangkan pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan operasi sedapatnya dilakukan oleh BUMN Canada khusus di bidang TI yakni GTIS. Jadi di Canada aspekan anggaran memang terpusat tetapi pelaksanaan masih ada kebebasan instansi untuk menyelenggarakan sendiri,walaupun lebih didukung ke arah outsourcing oleh GTIS. Sekedar tambahan, GTIS ini merupakan penyedia jasa telekomunikasi juga selain jasa informatika. 

Walaupun pendekatan serta lingkup koordinasinya berbeda, namun satu hal yang pasti dari ketiga contoh tadi adalah status kelembagaannya yang bersifat struktural dan diletakkan pada jajaran yang tinggi secara nasional. Jika NCB resminya di bawah Menteri Keuangan, CIIBA pimpinannya adalah Perdana Menteri, maka CIO-IMT berada di lingkungan Treasury Board atau semacam Presidium Kabinet bidang EKUIN-nya Canada. 

Koordinasi Pemanfaatan TI di Indonesia

Sampai sekarang satu-satunya instansi Pemerintah yang ada kaitannya dengan pemanfaatan TI hanyalah BAKOTAN. Sebagai wadah kerjasama non-struktural, BAKOTAN lebih banyak berperan menggalang terciptanya koordinasi, bukan melakukan koordinasi. Dalam kiprahnya sebagai fasilitator, BAKOTAN membantu lahirnya Ikatan Pejabat Pranata Komputer Pemerintah Indonesia (IPPI), dan membentuj Forum Komunikasi Pembina/Pengelola Sistem Informasi (FK-PSI) BUMN/D. Demikian pula BAKOTAN menyelenggarakan berbagai pertemuan, ceramah, presentasi, teknis tentang berbagai hal yang terkait dengan TI, mulai dari penanggulangan virus sampai dengan penjelasan tentang INTERNET. Demikia pula dalam lingkup terbatas BAKOTAN menyusun beberapa panduan tentang TI dan membuat peta bumi pemanfaatan TI di instansi Pemerintah. BAKOTAN secara aktif membantu memberikan masukan bagi penyusunan Bab 45 buku REPELITA VI. Demikian pula dalam pembahasan proyek-proyek TI di BAPPENAS misalnya, BAKOTAN selalu diundang sebagai nara-sumber. 

Banyak pihak yang merasa tak sabar melihat lemahnya koordinasi TI di Indonesia ini dan menginginkan peran kelembagaan yang lebih menggigit. Memang telah dilakukan pembicaraan dan pendekatan mengenai kemungkinan pelembagaan badan koordinasi yanglebih berbobot hak dan tanggung jawabnya, serta alokasi dana operasinya. Malahan ada pihak yangmenyerukan adopsi cara NCB di sini, walaupun mungkin kurang paham atau sadar tentang konsekuensinya. 

Untuk program pokok REPELITA VI yakni Program Pengambangan Sistem Informasi pemantapan koordinasi merupakan hal yang mendesak. Untuk kegiatan penetapan elemen data standar dan penyusunan kamus data nasional tak mungkin dilakukan jika belum disepakati format baku elemen jika belum disepakati format baku elemen data. Penetapan elemen baku dan penyusunan kamus data sektoral memang harus dilakukan secara terpisah setiap sektoral. Namun penyusunan tersebut harus mengacu kepada format yang sama sehingga dapat saling dipertukarkan. Untuk beberapa elemen data yang bersifat lintas sektoral seyogyanya penyusunannya harus dilakukan oleh instansi yang independen berdasarkan koordinasi lintas sektoral. Khusus mengenai format elemen data ini, dalam waktu dekat BAKOTAN bermaksud akan menyusunnya, dengan memanfaatkan bantuan teknis dari Canada. Dalam hal pengembangan perangkat lunak aplikasi, koordinasi diperlukan untuk membangun dan memberlakukan perangkat lunak aplikasi yang bersifat fasilitatif. Ini berarti untuk pemanfaatan TI yang berkaitan dengan pengelolaan informasi sumber daya pendukung tugas pokok seperti kepegawaian, keuangan, inventaris, dan penggajian misalnya, dapat digunakan perangkat lunak yang standar sesuai dengan koordinasi pembina bidang yang bersangkutan. Sedangkan untuk perangkat lunak aplikasi yang subtantif koordinasi diperlukan dalam rangka memantau kepatuhan atas hak milik intelektual, agar di satu sisi kita menghoramti hak cipta atas perangkat lunak paket, sedang pada sisi lainnya mengupayakan penggunaan dana investasi yang optimum. Koordinasi yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan penetapan pembina informasi serta pemanfaatan jaringan informasi yang optimum. Dari sifat pemanfaatannya mungkin hanya penyelenggaraan otomatisasi kantor yang dapat berjalan tanpa banyak dilakukan koordinaasi. 

Untuk program-program penunjang, koordinasi terutama diperlukan dalam pembangunan sumber daya manusia TI. Di sini hal yang sangat utama adalah koordinasi dalam penetapan kurikulum standar, penentuan akreditasi kelembagaan diklat, serta peningkatan kualitas tenaga pendidik. Untuk penerbitan sertifikasi keahlian, koordinasi diperlukan dalam penataan sistem dan prosedurnya, namun pelaksanaan sertifikasi seyogyanya cukup dilaksanakan oleh asosiasi profesi saja. Hal lain yang memerlukan koordinasi khususnya di lingkungan aparatur negara, adalah pemberdayaan para pejabat fungsional Pranata Komputer, terutama yang berkaitan dengan penugasan yang lintas sektoral. 

Penutup

Sesuai dengan program penunjagn keempat REPELITA VI yang mengamanatkan pemantapan lembaga koordinasi tingkat nasional maupun regional, sampai dengan tahun ke dua sekarang ini sudah banyak dilakukan koordinasi yang bersifat sektoral, misalnya untuk bidang IPTEK, Pemetaan, Perumahan, dan Kependudukan. Kiranya sudah saatnya untuk segera mewujudkan koordinasi yang kokoh secara nasional dan regional seperti yang diamanatkan. 

Sambil menunggu perwujudan hal tersebut di atas, kita tak boleh tinggal diam untuk melakukan koordinasi dalam lingkup yang terbatas dan yang masih dalam batas kemampuan. Pemantapan elemen data, pemantauan atas hak cipta, pemanfaatan yang bertanggung jawab atas merebaknya era Cyberspace yang ditandai dengan kehadiran INTERNET, penyusunan sistem dan prosedur akreditasi dan sertifikasi, merupakan beberapa contoh permasalahan yang harus ditangani. 

Terdorong oleh keperluan yang mendesak, atau mungkin juga karena kurangnya pemahaman tentang pentingnya keterpaduan pengelolaan informasi secara nasional, dewasa ini terjadi hal-hal yang menunjukkan kurangnya koordinasi. Sambil menunggu ditetapkannya pembina-pembina Informasi, yakni instansi yang bertanggung jawab mengelola data/informasi primer, kiranya perlu dihimbau agar semua pohak agak menahan diri dan mengupayakan koordinasi dengan instansi terkait, sebelum meluncurkan proyek sistem informasi berskala nasional.q 

Dikutip dari makalah Dr. J.B. Kristiadi dalam Seminar Puncak PPI 95. 
Dr. J. B. Kristiadi adalah Ketua BAKOTAN/Ketua Lembaga Administrasi Negara. 

Artikel Lain :
YProspek Industri Piranti Lunak di Indonesia 


[ Daftar Isi ] , [ Nomor 1 ] , [ Nomor 2 ] , [ Nomor 3 ] , [ Nomor 4 ] , [ Nomor 5 ] , [ Nomor 6 ] , [ Nomor 8

[Home] , [Halaman Muka] , [YPTE] , [Sertifikasi Insinyur Profesional] , [Pengurus BKE-PII]

© 1996-1998 ELEKTRO Online .
All Rights Reserved.
 
 
  1