W | hat's new | | | Setelah Jakarta kembali menjadi ibukota Republik Indonesia (1950), terasa akan makin besar kebutuhan orang akan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas. Pada zaman tersebut ijazah SMA masih tergolong belum banyak pemiliknya, sementara itu jumlah pengawai dengan ijazah SMP semakin banyak. SMAK I yang juga telah 5 tahun berdiri di Jln. Pintu Air 11 hanya dapat menempati bagian belakang kompleks tersebut, karena bagian depannya dipergunakan untuk SMPK I dan PH BPK Jabar. Jumlah gedung sekolah masih sangat terbatas juga saat itu. Dalam kondisi seperti itulah para guru kemudian berinisiatif untuk mendirikan sekolah petang hari. Di antaranya dapat disebut nama - nama guru dari SMAK I seperti Oey Kiem An, Drs.Oey Kiem Liong, Ang Liem Tjiang, Kwik Liong Tjoan, Theng Kwat Tiong. Belum adanya gedung yang memadahi menyebabkan mereka terpaksa memakai gedung gereja GPIB ( Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat) di Jl.Pembangunan II. Karena umumnya yang menjadi siswa adalah yang pagi bekerja seperti ikut menjaga toko atau karyawan kantor, maka jurusan yang dibuka adalah Bagian C ( Sosial- Ekonomi). Dengan berkembangannya jumlah kelas, maka lokasi sekolah kemudian dipindahkan ke SMPK II di Jalan Pembangunan juga. Disamping tenaga pengajar dari SMAK I, juga diminta bantuan tenaga dari Inspeksi Pendidikan Jln.Hang Lekir II Jakarta Selatan. Antara lain Boehanudin ( Guru Geografi), Arjo ( Guru Bahasa Jerman) dan Zainudin (guru Matematika), setelah ia pensiun sebagai pegawai negeri, ia aktif sebagai staf PH BPK Jabar. Tenaga - tenaga dari Inspeksi teryata bukan hanya mengajar, mereka ikut serta memikirkan kedudukan SMAK Petang yang sekarang menjadi SMAK II agar dapat menjadi SMA yang diakui oleh Pemerintah. Maka dipindahkanlah SMAK Petang tersebut kegedung SMAK I dengan tetap melakukan kegiatannya pada petang hari (1957). | |