PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG

LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

 

UMUM

Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kemajuan pembangunan yang telah dicapai di atas, didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Rencana Pembangunan Lima Tahunan, serta berbagai kebijakan ekonomi lainnya.

Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam pernbangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak awal tahun 1990-an.

Peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.

Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik.

Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.

Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Oleh karena itu, perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.

Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksananya dapat berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.

Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari :

1. perjanjian yang dilarang;

2. kegiatan yang dilarang;

3. posisi dominan;

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

5. penegakan hukum;

6. ketentuan lain-lain.

Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memiperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk : menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen; menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang; mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.

 

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Cukup jelas

Angka 2

Cukup jelas

Angka 3

Cukup jelas

Angka 4

Cukup jelas

Angka 5

Cukup jelas

Angka 6

Cukup jelas

Angka 7

Cukup jelas

Angka 8

Cukup jelas

Angka 9

Cukup jelas

Angka 10

Cukup jelas

Angka 11

Cukup jelas

Angka 12

Cukup jelas

Angka 13

Cukup jelas

Angka 14

Cukup jelas

Angka 15

Cukup jelas

Angka 16

Cukup jelas

Angka 17

Cukup jelas

Angka 18

Cukup jelas

Angka 19

Cukup jelas

 

Pasal 2

Cukup jelas

 

Pasal 3

Cukup jelas

 

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 6

Cukup jelas

 

Pasal 7

Cukup jelas

 

Pasal 8

Cukup jelas

 

Pasal 9

Perjanjian dapat bersifat vertikal atau horizontal. Perjanjian ini dilarang karena pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan cara membagi wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayh pemasaran dapat berarti wilayah negara Republik Indonesia atau bagian wilayah negara Republik Indonesia misalnya kabupaten, provinsi, atau wilayah regional lainnya. Membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan dari siapa saja dapat memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa.

 

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 11

Cukup jelas

 

Pasal 12

Cukup jelas

 

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 14

Yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu. Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat imenimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

 

Pasal 15

Ayat (1)

Yang termasuk dalam pengertian memasok adalah menyediakan pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing).

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

 

Pasal 16

Cukup jelas

 

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

 

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan pelakui usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang signifikan dalam pasar bersangkutan.

Huruf c

Cukup jelas

 

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 19

Huruf a

Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras, status sosial, dan lain-lain.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

 

Pasal 20

Cukup jelas

 

Pasal 21

Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya.

 

Pasal 22

Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa.

 

Pasal 23

Cukup jelas

 

Pasal 24

Cukup jelas

 

Pasal 25

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

 

Pasal 26

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat apabila perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran.

Huruf c

Cukup jelas

 

Pasal 27

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

 

Pasal 28

Ayat (1)

Badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum (misalnya perseroan terbatas) maupun bukan badan hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 31

Ayat (1)

Ketua dan Wakil Ketua Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Perpanjangan masa keanggotaan Komisi untuk menghindari kekosongan tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun.

 

Pasal 32

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Yang dimaksud dengan tidak pernah dipidana adalah tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berat atau karena melakukan pelanggaran kesusilaan.

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Yang dimaksud tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha adalah bahwa sejak yang bersangkutan menjadi anggota Komisi tidak menjadi :

1. anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi suatu perusahaan;

2. anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;

3. pihak yang memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan, seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai;

4. pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.

 

Pasal 33

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Dinyatakan dengan surat keteranigan dokter yang berwenang.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Diberhentikan, antara lain dikarenakan tidak lagi memenuhi persyaratan keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud Pasal 32.

 

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

 

 

Ayat (2)

Yang dimaksud sekretariat adalah unit organisasi untuk mendukung atau membantu pelaksanaan tugas Komisi.

Ayat (3)

Yang dimaksud kelompok kerja adalah tim professional yang ditunjuk oleh Komisi untuk membantu pelaksanaan tugas tertentu dalam waktu tertentu.

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 35

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

 

Pasal 36

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

 

Huruf g

Yang dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

 

Pasal 37

Pada dasarnya Negara bertanggung jawab terhadap operasional pelaksanaan tugas Komisi dengan memberikan dukungan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Namun, mengingat ruang lingkup dan cakupan tugas Komisi yang demikian luas dan sangat beragam, maka Komisi dapat memperoleh dana dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang sifatnya tidak mengikat serta tidak akan mempengaruhi kemandirian Komisi.

 

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

 

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang diserahkan oleh Komisi kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan tidak hanya perbuatan atau tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (2), tetapi juga termasuk pokok perkara yang sedang diselidiki dan diperiksa oleh Komisi.

 

Pasal 42

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

 

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Ayat (3)

Pengambilan keputusan Komisi sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota Komisi.

Ayat (4)

Yang dimaksud diberitahukan adalah penyampaian petikan putusan Komisi kepada pelaku usaha.

 

Pasal 44

Ayat (1)

30 (tiga puluh) hari dihitung sejak diterimanya petikan putusan Komisi oleh pelaku usaha atau kuasa hukumnya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

 

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas

 

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Penghentian integrasi vertikal antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksinya.

Huruf c

Yang diperintahkan untuk dihentikan adalah kegiatan atau tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Ganti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan.

Huruf g

Cukup jelas

 

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

 

Pasal 49

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

 

Pasal 50

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil adalah sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Huruf l

Yang dimaksud dengan melayani anggotanya adalah memberi pelayanan hanya kepada anggotanya dan bukan kepada masyarakat umum untuk pengadaan kebutuhan pokok, kebutuhan sarana produksi termasuk kredit dan bahan baku, serta pelayanan untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 

Pasal 51

Cukup jelas

 

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

 

Pasal 53

Cukup jelas

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3817

 

 

1