Kawasan Hutan Gunung Halimun
Ade M. Kramadibrata
Hario Harimurti
Latar Belakang
Hutan adalah salah satu sumberdaya alam yang potensial. Hutan memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan manusia, baik fungsi yang langsung dalam menunjang kehidupan sosial ekonomi masyarakat sehari-hari, maupun yang tidak langsung.
Fungsi hutan yang langsung bagi kehidupan manusia adalah sebagai sumber kayu bakar, bahan bangunan, bahan kerajinan, tumbuhan hias, obat-obatan tradisional, tambahan bahan bangunan atau sebagai sumber devisa negara yang penting seperti dari hasil penjualan kayu untuk perdagangan luar negeri. Sedangkan fungsi hutan secara tidak langsung bagi kepentingan manusia antara lain adalah memelihara kualitas lingkungan hidup, seperti mengatur tata air (hidrologi), perlindungan bahaya erosi, memelihara iklim setempat, sebagai habitat satwa liar, untuk rekreasi dan lain-lain.
Di dalam perkembangannya dewasa ini, kawasan hutan di berbagai wilayah telah banyak mendapat tekanan dan gangguan yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya pertumbuhan penduduk yang pesat yang telah menimbulkan persoalan serius terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang ada, termasuk kawasan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Akibatnya, terdapat deteriorasi kualitas di berbagai wilayah pedesaan di kawasan DAS.
Untuk mengantisipasi hal ini pemerintah telah berupaya melakukan pembangunan di wilayah pedesaan di kawasan DAS tersebut. Namun fakta yang terjadi di lapangan sering menunjukan bahwa hasil program pembangunan tersebut tidak mencapai target yang diharapkan. Disinyalir kegagalan tersebut sering terjadi karena kurangnya pengamatan aktual terhadap perubahan dan kondisi faktor-faktor penentu wilayah setempat. secara teoritis, pembangunan wilayah harus selalu memperhatikan kondisi faktor-faktor lokal berikut ini, yaitu : 1) demografi dan sosial budaya, 2) geografi, hidrologi, geologi dan topografi, klimatologi, flora dan fauna, serta 3) kemungkinan pengembangan. Kenyataan yang sering terjadi di lapangan adalah selain kurangnya perhatian terhadap faktor lokal, kegagalan pembangunan disebabkan pula karena tidak atau kurangnya partisipasi aktif penduduk pedesaan. Pembangunan yang pernah dilakukan, sering kali lebih bersifat penekanan dari atas (top-down). Padahal keberhasilan pembangunan wilayah pedesaan yang terintegrasi sangat ditentukan oleh partisipasi aktif masyarakat (Christanty dan Iskandar, 1985). Dengan demikian pengenalan dan pemahaman kondisi lokal, baik yang menyangkut aspek bio-fisik, sosial ekonomi, budaya maupun partisipasi aktif masyarakat jelas sangat berperanan untuk mencapai suatu pembangunan yang berkesinambungan di daerah pedesaan DAS.
Hal di atas sesuai dengan arahan pembangunan nasional tentang pengelolaan sumber daya alam yang digariskan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Usaha pengelolaan dan pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta rehabilitasi dari yang mengalami kemunduran maupun kerusakan perlu dilaksanakan dan lebih disempurnakan dengan peningkatan swadaya dan keikutsertaan masyarakat dengan berbagai pranata sosialnya yang telah baik.
Masalah di atas, dapat juga terjadi di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang berada di antara wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, Daerah Tingkat II Sukabumi dan Daerah Tingkat II Lebak, Jawa Barat. Suatu kompleks kawasan hutan dan gunung-gunung dengan puncaknya yang selalu diliputi kabut (halimun), dan dianggap sebagai kawasan yang masih mencerminkan lestarinya hubungan timbal-balik yang harmonis antara sosial-budaya masyarakat penghuninya dengan hutan sekitarnya.
Kelestarian kawasan ini dari waktu ke waktu perlu diperhatikan dan diwaspadai, mengingat berbagai gangguan yang ada, khususnya akibat tekanan penduduk di sekitar wilayah itu. Hal ini terlihat dengan makin banyaknya hutan yang dirambah untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena terbatasnya lapangan pekerjaan dan keterampilan yang ada. Gangguan tersebut telah meningkatkan bahaya erosi dan sedimentasi, terganggunya keseimbangan hidrologis, berkurangnya satwa liar yang khas langka serta dilindungi oleh undang-undang, dan berkurangnya flora yang bermanfaat bagi bahan obat-obatan tradisional (medicinal plant). Akibat selanjutnya jelas dapat mempengaruhi kelangsungan fungsi sosial ekonomi hutan bagi masyarakat sekitar.
Untuk menghindari hal tersebut dan untuk menjamin kelangsungan sumber daya alam yang ada di wilayah ini, sejalan dengan program pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang terlanjutkan (sustainable development), maka penelitian tentang hubungan timbal balik masyarakat pedesaan dengan kawasan hutan Gunung Halimun, Jawa Barat, Indonesia sangat penting.
Dari aspek kelestarian lingkungan hidup, keberadaan kawasan yang utuh jelas merupakan sumber informasi penting dan menarik bagi dunia ilmu pengetahuan; bagaimana sosial-budaya masyarakat penghuninya secara turun-menurun dapat mempertahankan hubungan yang harmonis dengan lingkungannya tanpa mengganggu keseimbangan alami hutan-pegunungan di sekitarnya.
Untuk memahami bagaimana terjadinya suatu mekanisme interaksi harmonis, perlu dilakukan observasi lapangan dan penelitian yang menyeluruh di kawasan ini, sehingga diharapkan dari hasil pemahaman ini dapat dikembangkan model-model pengelolaan hutan-pegunungan yang serasi dan lestari untuk kawasan hutan lindung dan Taman Nasional di seluruh Indonesia.
Dari hasil penelitian awal yang telah dilaksanakan oleh tim peneliti UPT INRIK - UNPAD pada bulan Juni-September 1994 dan penelitian kedua pada bulan Januari-Juni 1995, telah berhasil dikompilasi dan dianalisis data yang mencakup beberapa aspek potensial lokal tradisional sumberdaya manusia dan pranata sosialnya di daerah penelitian dalam mengelola sumberdaya alam di lingkungan sekitarnya yaitu yang berkaitan dengan aspek biofisik, iklim dan hidrologi, kependudukan, sosial ekonomi, sosial budaya, pemanfaatan hutan, kesehatan lingkungan dan masyarakat serta pertanian perhutanan (agro-forestry).
Dari hasil pengamatan dan analisis data ini beberapa hal telah dikompilasikan yaitu :