Mencari Hasil Konferensi Krisis Ekonomi Indonesia
Mencari hasil konferensi krisis ekonomi Indonesia dalam pertemuan pakar-pakar ekonomi dengan para pejabat tinggi ekonomi pemerintah tanggal 28 Desember 1998:Adakah terobosan baru yang mantap dan ampuh?
Tabloid KONTAN (edisi 4 Jan 1999) mengatakan bahwa resep-resep yang diberikan adalah klasik, sudah berulangkali dilontarkan dalam diskusi, artikel-artikel sampai pernyataan yang kadang terasa keras.
Harian KOMPAS (30 Des 1998) menegaskan bahwa intinya yang dibutuhkan adalah saling kesepakatan antara para pengambil keputusan politik dalam program pemulihan yang tampak sudah berjalan. Dengan kata lain kebijakan yang sekarang agar dilanjutkan, dengan memisahkan antara pemberesan krisis politik yang masih berlangsung dan melanjutkan pemberesan ekonomi secara independen sambil mengupayakan stabilitas sosial.
Resep dan uraian itu sangat betul sekali, dan harus dijalankan. Namun apakah ini cukup? Disinilah pertanyaannya!
Apakah pemikir ekonomi sudah yakin bahwa dengan melaksanakan ini kita akan mengatasi krisis ekonomi dan guncangan ekonomi tidak terjadi lagi?
Apakah sudah yakin daya tahan terhadap krisis sudah ditingkatkan secara maksimal?
Setidak-tidaknya yang diinginkan adalah menimbulkan keyakinan bahwa terpuruknya mata uang rupiah yang paling parah dibandingkan mata uang Asia lainnya, tidak akan terjadi lagi!
Bagaimana bisa menimbulkan keyakinan itu?
Apakah semua sudah percaya begitu saja?
Stabilisasi makroekonomi perlu lebih terang!
Ini adalah prioritas utama, tetapi kenapa masih gelap?
Adakah yang bersedia menjelaskan....??Masalah stabilitas moneter adalah krusial, dan jika tidak ada kebijakan yang terfokus mengenai strategi pertahanan stabilitas moneter, sukar membayangkan bahwa rupiah bisa dipercaya dalam arena keuangan global. Dan ini berdampak langsung pada tingkat suku bunga rupiah.
Dan dalam dua artikel konferensi krisis ekonomi Indonesia, tidak sedikitpun disinggung kebijakan mengenai suku bunga rupiah! Apakah suku bunga rupiah dipandang normal?
Apakah kita kembali berada pada masalah transparansi?
Atau tidak diinginkan transparansi kebijakan otoritas moneter?
Pertanyaan-pertanyaan ini tetap dan sangat mengganggu kita.BAGAIMANA PRIORITAS STABILISASI MONETER DIPANDANG OLEH OTORITA MONETER DI NEGARA-NEGARA LAIN?
Sebagai acuan dan pembanding, berbagai artikel mengenai krisis ekonomi dapat diikuti melalui website "Diskusi Krisis Ekonomi":http://geocities.datacellar.net/Eureka/Concourse/8751/
"Resep Klasik van Canberra" (KONTAN 4 Jan 1999):
- Stabilisasi makroekonomi merupakan prioritas utama. Pelaksanaannya berupa pelanjutan kebijakan nilai tukar yang fleksibel, menetapkan jumlah uang beredar dan mempertahankan anggaran untuk menggerakkan perekonomian.
- Dalam beberapa tahun mendatang membuat anggaran defisit, yang dibiayai dengan utang luar negeri agar tidak menjadi beban inflasi karena harus mencetak uang.
- Untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi harus segera melakukan penyehatan perbankan. Salah satu jalan terbaik melalui program rekapitalisasi, dengan syarat keterbukaan dan transparansi.
- Soal utang swasta mesti dibereskan, dengan prosedur yang tegas dan cepat dalam proses pailit.
- Ekspor non-migas harus digenjot lagi melalui pembersihan birokrasi dan penyediaan modal kerja.
- Mekanisme pasar diperkuat dengan memelihara infra-struktur, menghapus monopoli, mengurangi biaya-biaya administratif.
- Pembenahan sumber daya manusia untuk peningkatan kualitas lembaga keuangan yang ada. Berikut juga perlindungan kemerdekaan individu dan HAM, peraturan kontrak bisnis, dan hak atas tanah.
- Mengatasi persoalan struktural jangka menengah, misalnya untuk membasmi korupsi gaji pegawai negeri harus dinaikkan, dan dibentuk lembaga pengaduan korupsi.
"Yang Dibutuhkan Hanya Konsensus Nasional" (KOMPAS 30 Des 1998):
- Tiga aspek pemulihan ekonomi:
- Kebijakan stabilisasi ekonomi makro jangka pendek
- Reformasi ekonomi jangka menengah untuk memerangi distorsi, oligopoli dan monopoli yang tidak perlu.
- Membangun kelembagaan ekonomi, infrastruktur pasar, perbaikan sistim hukum, sistim akuntansi, dan mencegah KKN.
- Stabilisasi ekonomi makro jangka pendek dengan melanjutkan kebijakan kurs devisa yang fleksibel, kebijakan moneter yang ketat, kebijakan fiskal yang ekspansif.
- Kebijakan sektor fiskal:
- Upaya peningkatan penerimaan melalui kombinasi perbaikan administrasi perpajakan dan perluasan objek pajak.
- Meninjau kembali fasilitas khusus perpajakan.
- Meningkatkan penerimaan bukan pajak melalui program komersialisasi dan privatisasi BUMN.
- Dari sisi pengeluaran, diupayakan menekan belanja negara dengan mengurangi peranan negara dalam penyediaan barang dan jasa swasta melalui BUMN, dan rasionalisasi kaitan BUMN dengan birokrasi pemerintahan.
- Mengidentifikasi tekanan pada pengeluaran yang akan makin meningkat untuk membayar utang luar negeri, membiayai jaring pengaman sosial, membayar bunga obligasi negara untuk rekapitalisasi perbankan, dan menanggung sebagian risiko kurs pinjaman luar negeri swasta melalui program INDRA.
- Mengurangi subsidi atas harga-harga kebutuhan pokok, secara bertahap dan dengan jadwal yang jelas.
- Kebijakan fiskal yang ekspansif dengan tiga sasaran utama: merangsang pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, dan mengoreksi ketimpangan antara perkotaan dan pedesaan, serta ketimpangan pembangunan regional.
- Meningkatkan pengeluaran untuk meningkatkan produktifitas, melalui pendidikan sekolah negeri, penyuluhan teknis, pemeliharaan kesehatan, serta program padat karya di pedesaan.
- Upaya merangsang ekspor non-migas, mengatasi hambatan-hambatan seperti ketatnya likuiditas di dalam dan luar negeri, hambatan administratif, serta gangguan keamanan dan memperbaiki kelancaran transportasi.
- Mengatasi faktor penghambat produksi berupa penurunan biaya produksi yang berasal dari input produksi impor melalui liberalisasi perdagangan, menurunkan tarif bea masuk, serta proteksi lainnya.
- Restrukturisasi perbankan dan perusahaan agar bank-bank serta perusahaan yang relatif baik (viable) dapat beroperasi secara normal kembali dan melakukan ekspansi kredit ke sektor riil.
- Mengalihkan kredit bermasalah di bank-bank ke AMU di BPPN.
- Penanganan bank-bank bermasalah serta debitur-debiturnya yang bermasalah, dilakukan secara transparan, adil dan bijaksana.
- Prinsip serupa juga diterapkan pada penyelesaian utang luar negeri swasta.
- Mengenai pemerataan pendapatan agar pemerintah menerapkan instrumen kebijakan pemerataan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi dan dapat diterima secara politik.
- Menghapuskan monopoli dan oligopoli yang tidak perlu, menghapuskan hambatan perdagangan yang tidak rasional, memudahkan perizinan, serta mengurangi biaya transaksi yang dihadapi koperasi, pengusaha kecil dan pengusaha menengah.
- Akses usaha kecil-menengah dan koperasi ke perkreditan perlu ditingkatkan melalui pemulihan peranan Bank Rakyat Indonesia pada fungsinya semula yaitu melayani kebutuhan pembiayaan kelompok ini.
- Upaya pemerataan melalui distribusi asset perlu ditinjau kembali, karena bisa berdampak buruk terhadap iklim investasi, prospek pemulihan ekonomi dan mempersulit perbaikan standar hidup.
- Partisipasi aktif para ekonom diperlukan untuk menjelaskan pilihan kebijakan kepada rakyat dengan segala kelebihan dan konsekwensinya.
- Pentingnya dukungan negara-negara lain, selain dukungan finansial perlu kerjasama internasional untuk menciptakan pasar yang terbuka dan stabil, dan perlunya menghindari ancaman resesi global.
- Diperlukan saluran komunikasi yang kuat antara Indonesia dengan negara-negara lain untuk menurunkan persepsi mengenai tingginya risiko Indonesia yang membuat investor internasional tidak mau masuk.
Kalimat terakhir ini mendorong kita kembali berpikir apakah persepsi itu akan membaik atau tidak tergantung dari pola kebijakan kita sendiri, untuk membangun kepercayaan dan keyakinan akan tercapainya stabilitas yang diharapkan.
Reformatted for mugajava website.
For any comments send e-mail to mugajava@geocities.com
Visit http://geocities.datacellar.net/Eureka/Concourse/8751/