Kertas Kerja Pertemuan G-15
June 1998

Krisis Asia Timur - Penyebab, Kebijakan Penanggulangan, Pelajaran dan Wawasan


(Judul asli: "The East Asian Crisis - causes, policy responses, lessons and issues")
oleh : Bank Negara Malaysia - Central Bank of Malaysia -

Terjemahan ini bukan publikasi resmi.
Untuk formalitas dianjurkan melihat Teks Asli


Sebuah pembahasan yang sistimatik dan komprehensif diuraikan dalam Kertas Kerja ini, dimana digambarkan berbagai faktor sebagai penyebab krisis ekonomi Asia Timur, berikut dengan kebijakan yang perlu dilaksanakan dalam konteks lingkungan global liberalisasi aliran modal. Ditegaskan bahwa perlu ditinjau secara seksama sistim moneter internasional dalam pola struktur yang berlaku sekarang, dan juga dibahas sejumlah anjuran mengenai tindakan yang perlu diambil demi mencegah dan mengatasi krisis semacam ini.
Sebuah penilaian terhadap IMF menunjukkan bahwa tidak semua bersikap, dan juga mungkin tidak cukup, hanya mengikuti semata-mata rekomendasi dari IMF. Dapat dilihat bahwa analisa yang diberikan menunjukkan pemahaman mendalam untuk keberhasilan meminimalkan efek dari guncangan krisis.
Meskipun Indonesia tidak disebutkan secara eksplisit, jelas termasuk sebagai salah satu negara yang berperan dan (paling!) menderita akibat krisis.
Seberapa jauh upaya dan inisiatif yang sudah diambil untuk mengatasi krisis ini?


DAFTAR ISI

  1. PENDAHULUAN
  2. PENYEBAB
  3. KEBIJAKAN PENANGGULANGAN
  4. PELAJARAN DAN WAWASAN
  5. KESIMPULAN


PEnDAHULUAN

Krisis keuangan Asia Timur yang bermula sejak pertengahan tahun 1997, berpengaruh sangat parah terhadap perekonomian negara-negara yang terkena, dan mengakibatkan jatuhnya nilai matauang dan saham-saham. Krisis terjadi pada saat perekonomian di pasar negara-negara yang sedang berkembang baru berusaha beradaptasi dengan aliran modal global, dan mulai membangun kebijakan ekonomi yang lebih berorientasi pasar. Krisis ini mempertanyakan manfaat liberalisasi sebagai resep yang bagus untuk pembangunan yang berkesinambungan dan pertumbuhan ekonomi global.

PENYEBAB

Krisis ini diyakini disebabkan oleh sejumlah faktor-faktor. Serangan spekulatif terhadap sejumlah mata uang Asia Timur merupakan pemicu, namun mendalamnya efek penularan dari negara-negara bertetangga sangat menentukan pada saat terjadi arus balik aliran modal. Pada tingkat tertentu, krisis ini menunjukkan buruknya mekanisme pasar dan ketidak-mampuan penilaian risiko oleh para pemberi hutang internasional. Selama pertengahan pertama dekade 1990, pesta pora diantara pemberi hutang membawa arus yang deras masuknya aliran modal ke Asia Timur. Namun pada saat krisis mulai, hal ini segera berbalik menjadi panik dan penarikan besar-besaran modal-modal tersebut.

Diantara sejumlah penjelasan mengenai penyebab krisis, beberapa faktor dinilai sebagai pemicu atau awal mula timbulnya kondisi yang berbahaya sehingga krisis mulai terjadi dan kemudian berlanjut secara berlarut-larut:

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN

Pada awal krisis upaya menstabilkan mata uang dan menahan tekanan spekulatif di pasar uang dan bursa saham dilakukan dengan intervensi langsung di pasar valas, menaikkan suku bunga dan menerapkan beberapa pembatasan aliran modal serta kontrol devisa. Namun upaya-upaya ini terbukti kurang berhasil menahan depresiasi maupun mengurangi spekulasi di pasar uang dan bursa saham. Intervensi di pasar valas menjadi beban sangat mahal, dan akan berakhir dengan habisnya cadangan devisa pada saat ekspor sedang melemah sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber pemasukan devisa. Menaikkan suku bunga untuk menopang nilai mata uang berakibat semakin membebani ekonomi yang sedang melemah dan semakin menjatuhkan nilai saham di bursa. Selanjutnya pembatasan lalu lintas devisa merusak kepercayaan pasar, karena tindakan ini diartikan sebagai kebalikan dari komitmen liberalisasi dan adopsi ekonomi pasar bebas.

Ditengah-tengah berkecamuknya tekanan jual di pasar uang dan bursa saham, pihak yang berwenang mulai berpaling kepada masalah ketidakseimbangan dan kelemahan struktural di sektor ekonomi dan perbankan domestik. Pergeseran titik fokus kebijakan penanggulangan menghasilkan implementasi program stabilisasi yang komprehensif dengan maksud mengembalikan kepercayaan pasar dan investor, dan pada akhirnya mengembalikan stabilitas di pasar uang. Restrukturisasi dan reformasi ekonomi dan sektor perbankan mulai dijalankan sementara fundamental ekonomi diperkuat. Untuk Thailand, Indonesia dan Korea Selatan, upaya ini merupakan bagian dari syarat-syarat bantuan keuangan internasional yang dimotori oleh IMF, dan mengikut sertakan sejumlah badan internasional, yaitu Bank Dunia, ADB, dan negara-negara industri maju dan Asia Pasifik. Paket bantuan keuangan, keseluruhan berjumlah USD118.6 miliar (terdiri dari USD17.2 miliar untuk Thailand, USD43 miliar untuk Indonesia, dan USD58.4 miliar untuk Korea Selatan) disediakan sebagai likuiditas untuk mengisi cadangan devisa negara-negara ini agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban finansial jangka pendek. Filipina melanjutkan partisipasinya dalam program IMF, dan mendapat bantuan dari Bank Dunia serta tambahan dana dari ADB. Sementara itu, Malaysia meluncurkan program penyesuaian makroekonomi swa-karsa, dan menyatakan akan melancarkan tindakan-tindakan untuk memperkuat sektor perbankan. Kebijakan ini dituangkan dalam Anggaran tahun 1998 dan diikuti dengan sejumlah program pelaksanaan.

Kebijakan penanggulangan krisis oleh negara-negara regional menyangkut unsur-unsur utama seperti berikut:

PELAJARAN DAN WAWASAN

Pelajaran utama dari krisis ini adalah kewajiban yang tidak dapat dihindari untuk mempertahankan disiplin makroekonomi dan keuangan didalam menghadapi cepatnya pergerakan pasar menjawab perkembangan ekonomi dan finansial, yang akan menghukum segala penyimpangan dari pengelolaan yang bijak dan berhati-hati di sektor makroekonomi dan keuangan. Pergerakan ekonomi regional dalam implementasi program stabilisasi makro dan reformasi perbankan menunjukkan tekad yang tegas untuk meletakkan landasan bagi pertumbuhan yang berkesinambungan di Asia Timur dan pembentukan pertahanan terbaik menghadapi imbasan krisis ekonomi dan keuangan di masa depan.

Pelajaran lain dari krisis ini ialah kebutuhan bagi negara-negara untuk meningkatkan transparansi dan keterbukaan mengenai penyusunan kebijakan, serta memperbaiki sistim penyebaran informasi ekonomi dan keuangan yang tepat waktu, lengkap dan handal. Dan sama pentingnya pula, harus ada tanggung jawab dalam penggunaan dan analisa yang akurat atas informasi yang dibuka dan disebar-luaskan. Kegagalan dalam penggunaan informasi oleh media dan pelaku pasar, sehingga terjadi salah interpretasi mengenai situasi ekonomi dan keuangan maupun mengenai tujuan dari sesuatu kebijakan yang diambil, akan membawa kepada pengambilan keputusan yang salah. Pemberitaan yang menyimpang akan mendorong kepada ketidakstabilan pasar dan berpotensi merusak perekonomian yang sudah dikelola secara hati-hati. Hal ini juga dapat mengakibatkan kemunduran dalam sikap keterbukaan, transparansi dan penyebarluasan informasi yang sudah berjalan. Untuk mencegahnya, salah interpretasi dapat diminimalkan dengan analisa teratur dan penjelasan data dan kebijakan oleh pihak-pihak yang berwenang. Selain itu pasar dianjurkan untuk memperluas cakrawala penilaian dan tidak memberikan reaksi berlebihan terhadap suatu peristiwa. Semua negara seharusnya mengadaptasi dan menerima suatu standar global yang minimal mengenai prinsip-prinsip keterbukaan, kelengkapan dan disseminasi informasi. Sebagai dasar dapat diambil kerangka kerja dari 'Special Data Dissemination Standard' (SDDS) yang disusun oleh IMF dan berbagai standar internasional lainnya.

Mengingat bahwa krisis terjadi dalam era globalisasi aliran modal internasional, tidak dapat dihindari adanya peranan aliran modal dan kerawanan perekonomian terhadap goncangan aliran modal terhadap pasar uang. Meskipun krisis tidak seharusnya menimbulkan pembatasan dalam upaya liberalisasi sistim keuangan domestik, hal yang penting diperhatikan adalah kecepatan dan rangkaian proses liberalisasi yang ditempuh. Satu hal sangat utama adalah mendahulukan penyusunan kerangka peraturan dan pengawasan untuk memperkuat sistim keuangan, sebelum memulai program liberalisasi. Disamping itu, langkah-langkah dan ruang lingkup program liberalisasi harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan sektor keuangan dimasing-masing perekonomian. Ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian bahwa manfaat liberalisasi dapat dimaksimalkan, sementara risiko-risiko yang timbul akibat aliran modal yang lebih besar dan mudah terguncang dapat diminimalkan.

Krisis juga memperlihatkan kebutuhan untuk mengadakan peninjauan kembali terhadap arsitektur sistim moneter internasional yang berlaku sekarang, dengan maksud menyusun kerangka kerja untuk mencegah dan mengatasi krisis dimasa depan, didalam konteks lingkungan global dengan liberalisasi aliran modal. Dalam hubungan ini diperlukan suatu reformasi terhadap IMF, sebagai lembaga keuangan internasional yang paling penting, dan dimaksudkan untuk menghindari efek penularan jika terjadi krisis di waktu yang akan datang. Ada beberapa bidang penting untuk dipertimbangkan:

Sementara itu, negara-negara industri berperan besar untuk mengawasi dampak global dari krisis. Dengan kekecualian Jepang, mereka umumnya tidak memandang berarti dampak krisis bagi perekonomian masing-masing. Mengingat dislokasi ekonomi dan keuangan yang parah yang telah terjadi akibat krisis serta kebijakan penanggulangan yang diambil, negara-negara Asia Timur yang paling tersengat oleh krisis itu akan mengandalkan kepada pertumbuhan ekspor untuk memulai pemulihan ekonominya. Hal ini terutama sekali akan terjadi karena permintaan dalam negeri akan memakan waktu untuk pulih kembali. Oleh karena itu, kebijakan makroekonomi dinegara-negara industri harus bersifat suportif terhadap proses pemulihan Asia Timur, terutama sekali dengan memberikan kesempatan pertumbuhan ekonominya menyerap ekspor dari Asia Timur. Ancaman terbesar terhadap prospek pemulihan di Asia Timur datang dari Jepang, yang juga sedang mengalami stagnasi. Meskipun demikian pengumuman mengenai paket stimulasi fiskal untuk meningkatkan permintaan domestik yang diberlakukan baru-baru ini, disamping tetap dipertahankannya kebijakan moneter yang akomodatif, diharapkan akan dapat memperkuat perekonomian Jepang dan negara-negara lainnya. Negara-negara industri seharusnya tidak mengalah atau berpihak kepada 'retorika proteksionis' di dalam negeri masing-masing.

Adapula sejumlah pandangan kritis mengenai resep kebijakan yang dianjurkan oleh IMF kepada negara-negara penerima bantuan. Jelas bahwa IMF menerapkan paket kebijakan yang hampir sama kepada semua ekonomi regional yang menjadi pusat krisis: Thailand, Indonesia dan Korea Selatan. Sesuai tidaknya satu obat mujarab untuk semua penyakit, bertolak dari asumsi bahwa penyebab krisis selalu pada dasarnya serupa saja. Suatu kesalahan diagnosa akan menyebabkan pemberian resep yang keliru, yang akan menambah biaya penyesuaian dan dalam hal paling buruk, akan mengakibatkan seluruh tindakan tidak efektif. Jadi bukannya mengembalikan kepercayaan, paket perbaikan akan sebaliknya semakin menghancurkan kepercayaan. Ini adalah salah satu kritik yang dilancarkan terhadap paket kebijakan IMF. Disamping itu, resep kebijakan IMF harus juga memperhitungkan kerangka waktu dan tahapan tindakan yang tergantung kepada bentuk krisis yang dihadapi masing-masing negara. Paket kebijakan yang diberikan terlihat memaksakan negara-negara untuk melakukan terlalu banyak pada saat bersamaan. Dimensi sosial dalam krisis, yaitu peningkatan yang cepat dalam tingkat pengangguran dan kemiskinan, disamping penurunan standar hidup masyarakat, kurang mendapat perhatian oleh IMF sebelum implementasi paket kebijakan.

KESIMPULAN

Sementara perekonomian mulai melaksanakan perubahan struktural dengan biaya sosial yang tinggi, komunitas internasional berperan mengawasi ketidakefisienan mekanisme pasar. Dibutuhkan kerjasama global yang lebih baik untuk meningkatkan operasional pasar modal. Pekerjaan yang telah dimulai oleh IMF dalam pengawasan kegiatan 'hedge funds' harus dilanjutkan. Terkecuali diterapkan keteraturan yang lebih baik di pasar modal, kemajuan yang telah dicapai dalam liberalisasi aliran modal akan dapat terhambat.


BACK       TOP       TEKS ASLI


For any comments send e-mail to : mugajava@iname.com
Visit : http://geocities.datacellar.net/Eureka/Concourse/8751/


1