Kertas Kerja Pertemuan G-15
June 1998
Terjemahan ini bukan publikasi resmi.
Untuk formalitas dianjurkan melihat Teks Asli
Sebuah pembahasan yang sistimatik dan komprehensif diuraikan dalam Kertas Kerja ini, dimana digambarkan berbagai faktor sebagai penyebab krisis ekonomi Asia Timur, berikut dengan kebijakan yang perlu dilaksanakan dalam konteks lingkungan global liberalisasi aliran modal. Ditegaskan bahwa perlu ditinjau secara seksama sistim moneter internasional dalam pola struktur yang berlaku sekarang, dan juga dibahas sejumlah anjuran mengenai tindakan yang perlu diambil demi mencegah dan mengatasi krisis semacam ini.
DAFTAR ISI
- PENDAHULUAN
- PENYEBAB
- KEBIJAKAN PENANGGULANGAN
- PELAJARAN DAN WAWASAN
- KESIMPULAN
PEnDAHULUAN
Krisis keuangan Asia Timur yang bermula sejak pertengahan tahun 1997, berpengaruh sangat parah terhadap perekonomian negara-negara yang terkena, dan mengakibatkan jatuhnya nilai matauang dan saham-saham. Krisis terjadi pada saat perekonomian di pasar negara-negara yang sedang berkembang baru berusaha beradaptasi dengan aliran modal global, dan mulai membangun kebijakan ekonomi yang lebih berorientasi pasar. Krisis ini mempertanyakan manfaat liberalisasi sebagai resep yang bagus untuk pembangunan yang berkesinambungan dan pertumbuhan ekonomi global.
PENYEBAB
Krisis ini diyakini disebabkan oleh sejumlah faktor-faktor. Serangan spekulatif terhadap sejumlah mata uang Asia Timur merupakan pemicu, namun mendalamnya efek penularan dari negara-negara bertetangga sangat menentukan pada saat terjadi arus balik aliran modal. Pada tingkat tertentu, krisis ini menunjukkan buruknya mekanisme pasar dan ketidak-mampuan penilaian risiko oleh para pemberi hutang internasional. Selama pertengahan pertama dekade 1990, pesta pora diantara pemberi hutang membawa arus yang deras masuknya aliran modal ke Asia Timur. Namun pada saat krisis mulai, hal ini segera berbalik menjadi panik dan penarikan besar-besaran modal-modal tersebut.
Diantara sejumlah penjelasan mengenai penyebab krisis, beberapa faktor dinilai sebagai pemicu atau awal mula timbulnya kondisi yang berbahaya sehingga krisis mulai terjadi dan kemudian berlanjut secara berlarut-larut:
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN
- Penurunan nilai matauang regional terhadap US dollar, pada tingkat tertentu menggambarkan penyesuaian global nilai tukar valas beberapa negara penting terhadap US dollar, terutama mata uang Yen dan Deutsche Mark yang terjadi sejak 1995.
- Semakin bertambahnya kerawanan mata uang domestik terhadap goncangan-goncangan dari luar. Ada tiga area yang perlu menjadi perhatian :
(i) Terjadinya penurunan kegiatan export diwilayah ini sejak tahun 1996 membangkitkan kecemasan terhadap defisit rekening berjalan akan semakin buruk sehingga terus menekan nilai mata uang. Penurunan ekspor disebabkan bukan hanya oleh faktor siklikal, tetapi juga oleh faktor struktural yang mengakibatkan penurunan kemampuan bersaing barang-barang ekspor.(ii) Pembiayaan defisit neraca berjalan juga menambah tingkat risiko regional, karena struktur maturitas aliran modal masuk beralih dari penanaman modal langsung jangka panjang (long term FDI) menjadi aliran dana portofolio dan pinjaman jangka pendek. Akumulasi investasi semacam ini bagi perekonomian domestik sangat berbahaya karena sewaktu-waktu dapat terjadi arus balik.
(iii) Pertambahan pinjaman luar negeri oleh sektor swasta, terutama yang berjangka pendek. Sebelum masa krisis, pinjaman ini dapat terbayar oleh besarnya kemampuan ekspor dan pertumbuhan pendapatan domestik. Selain itu, risiko perubahan nilai tukar valas dapat dikatakan minimal karena selama belum krisis nilai mata uang bertahan stabil.
- Pada waktu krisis semakin mendalam, perhatian pasar beralih kepada stabilitas sistim perbankan; Kerapuhan sistim perbankan dikawasan ini berkaitan dengan pertumbuhan kredit yang luarbiasa dimana alokasinya banyak cenderung untuk sektor non-perdagangan dan berisiko tinggi, yaitu properti dan pasar saham. Disamping itu terjadi akumulasi pinjaman luar negeri jangka pendek yang digunakan untuk menggerakkan banyak aktivitas ekonomi domestik. Pada waktu kegiatan ekonomi mulai menurun dan tingkat suku bunga domestik melonjak, sektor properti dan perdagangan saham terguncang dan menekan kemampuan pengembalian hutang peminjam domestik, sehingga perbankan terancam mengalami penurunan kualitas asset.
- Bagaimanapun juga, efek imbasan krisis tidak seluruhnya dapat menjelaskan pergerakan nilai tukar mata uang berbagai negara terhadap US dollar. Kerawanan ekonomi domestik terhadap goncangan dari luar dan kerapuhan sektor perbankan sangat berbeda-beda antar negara di kawasan ini. Perubahan sentimen pasar dan kepercayaan investor juga berperan besar membawa krisis semakin parah. Pada awalnya, kawasan ini menikmati aliran masuk modal besar-besaran selama euforia sedang berlangsung dengan menggeloranya pertumbuhan ekonomi dan pasar aktiva. Prospek adanya perbaikan terus-menerus membawa sikap penilaian risiko yang terlalu rendah, dan kemudian diperkuat lagi oleh persepsi pasar adanya jaminan secara implisit oleh pemerintah. Pada waktu perkembangan berbalik, pasar tiba-tiba mempertimbangkan kembali seluruh situasi ekonomi keuangan di kawasan. Dengan cepat hal ini menyadarkan akan persepsi ancaman yang melonjak, dan langsung merusak sentimen pasar maupun kepercayaan investor. Perilaku "geropyokan" yang semula mendorong aliran modal masuk berbalik menjadi penarikan modal besar-besaran seketika saat krisis berkobar. Semakin parah dalam perkembangan selanjutnya, menjadikan kerawanan pasar finansial seolah lingkaran setan antara kepercayaan dan sentimen buruk, yaitu dengan adanya:
(i) Penurunan peringkat kredit oleh agen-agen pemeringkat internasional
(ii) Ketidak pastian politik mengenai komitmen pelaksanaan kebijakan pemerintah yang drastis untuk menstabilkan kondisi makroekonomi dan reformasi sektor perbankan.
(iii) Tindakan revisi kebawah oleh analis sektor swasta mengenai prospek jangka pendek-menengah bagi ekonomi regional dan sektor perbankan
(iv) Mulai timbul kesulitan pembayaran hutang oleh sebagian perekonomian kawasan
Pada awal krisis upaya menstabilkan mata uang dan menahan tekanan spekulatif di pasar uang dan bursa saham dilakukan dengan intervensi langsung di pasar valas, menaikkan suku bunga dan menerapkan beberapa pembatasan aliran modal serta kontrol devisa. Namun upaya-upaya ini terbukti kurang berhasil menahan depresiasi maupun mengurangi spekulasi di pasar uang dan bursa saham. Intervensi di pasar valas menjadi beban sangat mahal, dan akan berakhir dengan habisnya cadangan devisa pada saat ekspor sedang melemah sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber pemasukan devisa. Menaikkan suku bunga untuk menopang nilai mata uang berakibat semakin membebani ekonomi yang sedang melemah dan semakin menjatuhkan nilai saham di bursa. Selanjutnya pembatasan lalu lintas devisa merusak kepercayaan pasar, karena tindakan ini diartikan sebagai kebalikan dari komitmen liberalisasi dan adopsi ekonomi pasar bebas.
Ditengah-tengah berkecamuknya tekanan jual di pasar uang dan bursa saham, pihak yang berwenang mulai berpaling kepada masalah ketidakseimbangan dan kelemahan struktural di sektor ekonomi dan perbankan domestik. Pergeseran titik fokus kebijakan penanggulangan menghasilkan implementasi program stabilisasi yang komprehensif dengan maksud mengembalikan kepercayaan pasar dan investor, dan pada akhirnya mengembalikan stabilitas di pasar uang. Restrukturisasi dan reformasi ekonomi dan sektor perbankan mulai dijalankan sementara fundamental ekonomi diperkuat. Untuk Thailand, Indonesia dan Korea Selatan, upaya ini merupakan bagian dari syarat-syarat bantuan keuangan internasional yang dimotori oleh IMF, dan mengikut sertakan sejumlah badan internasional, yaitu Bank Dunia, ADB, dan negara-negara industri maju dan Asia Pasifik. Paket bantuan keuangan, keseluruhan berjumlah USD118.6 miliar (terdiri dari USD17.2 miliar untuk Thailand, USD43 miliar untuk Indonesia, dan USD58.4 miliar untuk Korea Selatan) disediakan sebagai likuiditas untuk mengisi cadangan devisa negara-negara ini agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban finansial jangka pendek. Filipina melanjutkan partisipasinya dalam program IMF, dan mendapat bantuan dari Bank Dunia serta tambahan dana dari ADB. Sementara itu, Malaysia meluncurkan program penyesuaian makroekonomi swa-karsa, dan menyatakan akan melancarkan tindakan-tindakan untuk memperkuat sektor perbankan. Kebijakan ini dituangkan dalam Anggaran tahun 1998 dan diikuti dengan sejumlah program pelaksanaan.
Kebijakan penanggulangan krisis oleh negara-negara regional menyangkut unsur-unsur utama seperti berikut:
PELAJARAN DAN WAWASAN
- Program stabilisasi makroekonomi melalui pengetatan kebijakan fiskal dan moneter, menyangkut pemotongan pengeluaran, peningkatan pajak, penundaan projek infrastruktur yang tidak mendesak, dan kontrol terhadap pertumbuhan moneter dan kredit, dengan maksud utama mengurangi defisit neraca berjalan dan menurunkan inflasi.
- Pengaturan liberalisasi dan reformasi berorientasi pasar, terutama dalam perdagangan domestik dan internasional, yang antara lain termasuk penghapusan monopoli, pengendalian harga dan tarif, serta memberikan lebih banyak kebebasan investasi asing dan penyertaan modal dalam perekonomian domestik dan sektor keuangan.
- Reformasi dan restrukturisasi di sektor perbankan untuk mengatasi kelemahan di sektor ini. Di Thailand, Indonesia dan Korsel, tindakan ini berakibat penutupan bank-bank dan lembaga keuangan yang insolven, dan lembaga keuangan yang masih bisa bertahan diperbaiki melalui rekapitalisasi dan merger. Dibeberapa negara, dibentuk lembaga baru untuk mengawasi proses restrukturisasi finansial, dan manajemen asset yang buruk. Misalnya Thailand memiliki Financial Restructuring Agency (FRA) dan Asset Management Corporation (AMC), dan di Indonesia dibentuk IBRA (BPPN). Di Malaysia, bank sentral mengkonsolidasikan sektor perbankan melalu merger dan rekapitalisasi lembaga keuangan. Disamping itu kerangka kerja dan peraturan penyehatan diperketat, sesuai dengan standar internasional, terutama dalam hubungan klasifikasi hutang macet serta penyediaan kecukupan modal. Kewajiban keterbukaan untuk memberikan informasi lebih luas juga dipertegas agar transparansi benar-benar dijalankan.
- Restrukturisasi hutang luar negeri juga menjadi agenda penting dalam kebijakan penanggulangan ekonomi regional yang terkena krisis, karena akibat depresiasi matauang yang tajam telah menjadikan kekurangan likuiditas domestik dan penurunan kegiatan ekonomi menaikkan beban kewajiban bunga dan pembayaran hutang. Pada 28 Januari 1998, Korsel berhasil menyelesaikan perundingan untuk roll over dan penjadwalan kembali pinjaman luarnegeri jangka pendek yang segera jatuh tempo, sementara [pada waktu naskah ini ditulis] perundingan masih berjalan bagi Thailand dan Indonesia.
Pelajaran utama dari krisis ini adalah kewajiban yang tidak dapat dihindari untuk mempertahankan disiplin makroekonomi dan keuangan didalam menghadapi cepatnya pergerakan pasar menjawab perkembangan ekonomi dan finansial, yang akan menghukum segala penyimpangan dari pengelolaan yang bijak dan berhati-hati di sektor makroekonomi dan keuangan. Pergerakan ekonomi regional dalam implementasi program stabilisasi makro dan reformasi perbankan menunjukkan tekad yang tegas untuk meletakkan landasan bagi pertumbuhan yang berkesinambungan di Asia Timur dan pembentukan pertahanan terbaik menghadapi imbasan krisis ekonomi dan keuangan di masa depan.
Pelajaran lain dari krisis ini ialah kebutuhan bagi negara-negara untuk meningkatkan transparansi dan keterbukaan mengenai penyusunan kebijakan, serta memperbaiki sistim penyebaran informasi ekonomi dan keuangan yang tepat waktu, lengkap dan handal. Dan sama pentingnya pula, harus ada tanggung jawab dalam penggunaan dan analisa yang akurat atas informasi yang dibuka dan disebar-luaskan. Kegagalan dalam penggunaan informasi oleh media dan pelaku pasar, sehingga terjadi salah interpretasi mengenai situasi ekonomi dan keuangan maupun mengenai tujuan dari sesuatu kebijakan yang diambil, akan membawa kepada pengambilan keputusan yang salah. Pemberitaan yang menyimpang akan mendorong kepada ketidakstabilan pasar dan berpotensi merusak perekonomian yang sudah dikelola secara hati-hati. Hal ini juga dapat mengakibatkan kemunduran dalam sikap keterbukaan, transparansi dan penyebarluasan informasi yang sudah berjalan. Untuk mencegahnya, salah interpretasi dapat diminimalkan dengan analisa teratur dan penjelasan data dan kebijakan oleh pihak-pihak yang berwenang. Selain itu pasar dianjurkan untuk memperluas cakrawala penilaian dan tidak memberikan reaksi berlebihan terhadap suatu peristiwa. Semua negara seharusnya mengadaptasi dan menerima suatu standar global yang minimal mengenai prinsip-prinsip keterbukaan, kelengkapan dan disseminasi informasi. Sebagai dasar dapat diambil kerangka kerja dari 'Special Data Dissemination Standard' (SDDS) yang disusun oleh IMF dan berbagai standar internasional lainnya.
Mengingat bahwa krisis terjadi dalam era globalisasi aliran modal internasional, tidak dapat dihindari adanya peranan aliran modal dan kerawanan perekonomian terhadap goncangan aliran modal terhadap pasar uang. Meskipun krisis tidak seharusnya menimbulkan pembatasan dalam upaya liberalisasi sistim keuangan domestik, hal yang penting diperhatikan adalah kecepatan dan rangkaian proses liberalisasi yang ditempuh. Satu hal sangat utama adalah mendahulukan penyusunan kerangka peraturan dan pengawasan untuk memperkuat sistim keuangan, sebelum memulai program liberalisasi. Disamping itu, langkah-langkah dan ruang lingkup program liberalisasi harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan sektor keuangan dimasing-masing perekonomian. Ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian bahwa manfaat liberalisasi dapat dimaksimalkan, sementara risiko-risiko yang timbul akibat aliran modal yang lebih besar dan mudah terguncang dapat diminimalkan.
Krisis juga memperlihatkan kebutuhan untuk mengadakan peninjauan kembali terhadap arsitektur sistim moneter internasional yang berlaku sekarang, dengan maksud menyusun kerangka kerja untuk mencegah dan mengatasi krisis dimasa depan, didalam konteks lingkungan global dengan liberalisasi aliran modal. Dalam hubungan ini diperlukan suatu reformasi terhadap IMF, sebagai lembaga keuangan internasional yang paling penting, dan dimaksudkan untuk menghindari efek penularan jika terjadi krisis di waktu yang akan datang. Ada beberapa bidang penting untuk dipertimbangkan:
Sementara itu, negara-negara industri berperan besar untuk mengawasi dampak global dari krisis. Dengan kekecualian Jepang, mereka umumnya tidak memandang berarti dampak krisis bagi perekonomian masing-masing. Mengingat dislokasi ekonomi dan keuangan yang parah yang telah terjadi akibat krisis serta kebijakan penanggulangan yang diambil, negara-negara Asia Timur yang paling tersengat oleh krisis itu akan mengandalkan kepada pertumbuhan ekspor untuk memulai pemulihan ekonominya. Hal ini terutama sekali akan terjadi karena permintaan dalam negeri akan memakan waktu untuk pulih kembali. Oleh karena itu, kebijakan makroekonomi dinegara-negara industri harus bersifat suportif terhadap proses pemulihan Asia Timur, terutama sekali dengan memberikan kesempatan pertumbuhan ekonominya menyerap ekspor dari Asia Timur. Ancaman terbesar terhadap prospek pemulihan di Asia Timur datang dari Jepang, yang juga sedang mengalami stagnasi. Meskipun demikian pengumuman mengenai paket stimulasi fiskal untuk meningkatkan permintaan domestik yang diberlakukan baru-baru ini, disamping tetap dipertahankannya kebijakan moneter yang akomodatif, diharapkan akan dapat memperkuat perekonomian Jepang dan negara-negara lainnya. Negara-negara industri seharusnya tidak mengalah atau berpihak kepada 'retorika proteksionis' di dalam negeri masing-masing.
- Memperkuat pengawasan dengan memata-matai (surveillance) pasar uang dan aliran modal internasional, guna meningkatkan transparansi dan pemahaman dinamika perpindahan modal. Namun demikian mempertegas transparansi bukanlah obat mujarab untuk mengatasi gejolak ekonomi. Jika pemerintah bersikap semakin transparan, pelaku pasar juga harus menganalisa dan menginterpretasi dengan benar data-data yang disiarkan oleh negara-negara.
- Lebih penting lagi, perhatian harus ditujukan kepada kemungkinan berbaliknya arus modal besar-besaran, yang merupakan karakteristik dari krisis Asia Timur, dan terutama peranan dari pedagang valas dan permainan 'hedge funds' yang mempengaruhi gerakan nilai mata uang dan asset. Dalam hubungan ini, perlu dipelajari kemungkinan untuk memperluas kewajiban pelaporan perdagangan dan pengambilan posisi besar-besaran dalam pasar valas dan perdagangan 'lindungnilai', seperti yang sekarang sudah diberlakukan dalam perdagangan berjangka.
- Sikap Malaysia dalam perdagangan valas dan 'hedge funds' bukan bermaksud mengenakan pembatasan terhadap aktivitas ini, tetapi untuk meningkatkan transparansi dalam kegiatan itu. Anjuran bagi negara-negara agar lebih transparan harus juga diimbangi dengan hal yang sama oleh pasar. Mekanisme alokasi yang efisien dalam sistim pasar bebas yang membawa manfaat sosial dan ekonomi yang maksimal didasarkan kepada premis bahwa informasi adalah simetrik, lengkap dan sempurna. Sementara informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai situasi makro dan keuangan suatu negara membantu pengambilan keputusan di pasar uang, maka suatu struktur pasar dan operasional pelaku yang transparan akan memungkinkan pihak otoritas menerapkan peraturan dan kebijakan yang patut, tepat dan mendukung pasar itu sendiri.
- Berkaitan dengan apa yang diuraikan diatas, perlu diadakan koordinasi untuk berbagi informasi diantara penguasa-penguasa pemerintahan, termasuk dengan mereka yang memiliki lingkup pengawasan pada lembaga-lembaga yang bergerak di pusat-pusat keuangan besar dan 'off-shore'. Hal ini dimaksudkan untuk menggalakkan kerjasama global antara pemerintahan dan memperluas keterbukaan dan transparansi operasional pasar dan aliran modal internasional, serta membuka kontak-kontak secara teratur antara operator dana-dana bergerak dengan pihak pembuat peraturan.
- Terbukanya dialog yang lebih sering antara lembaga internasional terutama IMF dan pelaku pasar juga sangat penting bagi IMF untuk memahami persepsi pasar mengenai perkembangan ekonomi keuangan dinegara-negara anggota, dan pada saat yang sama memungkinkan pasar sepenuhnya memahami pandangan-pandangan IMF terhadap situasi dinegara bersangkutan. Suatu kritik yang dilontarkan kepada IMF ialah kurangnya peranan pro-aktif dari IMF dalam memberikan kesempatan kepada pasar untuk memproses perbedaan-perbedaan kondisi yang ada pada berbagai perekonomian Asia Timur, sehingga berakibatkan timbulnya generalisasi risiko di kawasan ini.
- Jelas ada kebutuhan untuk mengembangkan suatu mekanisme guna mengatasi krisis finansial secara beraturan diwaktu yang akan datang. Dalam hubungan ini, yang sekarang belum ada ialah suatu fungsi 'lender of the last resort' yang mempunyai dana cukup dan berlandaskan aturan yang efektif. IMF wajib mempertimbangkan secara seksama peranan ini, dan membuat perubahan-perubahan dalam persyaratan pemberian bantuan keuangan, agar membantu secara lebih baik negara-negara yang terkena krisis dan secara efektif menstabilkan perekonomian dan pasar uang. Namun, jalan buntu yang terjadi antara dewan legislatif dan eksekutif pemerintah Amerika Serikat mengenai penyediaan dana tambahan untuk IMF menimbulkan kekawatiran dan dapat menghambat peran yang dipegang IMF, mengingat bahwa AS adalah kontributor terbesar bagi IMF. Pemerintah AS harus berupaya sekuat tenaga untuk meyakinkan para legislator dan rakyat negara tersebut bahwa "manfaat"nya jauh lebih besar daripada biayanya.
- Juga diperlukan adanya prosedur efektif untuk melibatkan kreditur dari sektor swasta dalam menyelesaikan krisis keuangan guna menghindari persoalan moral hazard seandainya IMF bertindak selaku 'lender of last resort'. Diakui banyak kreditur swasta telah merugi selama episode krisis ini, tetap adalah penting bahwa semua kreditur, termasuk kreditur jangka pendek, menanggung konsekwensi dari risiko yang telah diambilnya. Sebagai tindakan pencegahan, negara-negara perlu memberlakukan suatu pedoman untuk tidak secara berlebihan bergantung kepada pinjaman jangka pendek, menumpuk hutang luarnegeri, dan membiarkan kreditur berani mengambil risiko besar. Dalam hal krisis bersangkut paut dengan kemungkinan kegagalan pembayaran hutang, kreditur sektor swasta harus dilibatkan sejak awal. Selanjutnya, pengaturan bantuan IMF dimaksudkan untuk menstabilkan ekonomi dan sistim keuangan pada waktu terjadinya hambatan aliran dana internasional, dan bukan untuk mem-bailout negara atau kreditur yang terkena krisis. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain:
- (i) mengadakan hubungan yang erat dengan kreditur untuk menjelaskan kedudukan bantuan IMF, untuk membantu melancarkan pengucuran kembali pinjaman sektor swasta dan memulai restrukturisasi hutang dan penjadwalan kembali;
- (ii) menganjurkan formulasi dan adaptasi sistim kepailitan yang tegas bagi operasional perusahaan dalam negeri maupun masyarakat pasar modal internasional; dan
- (iii) setiap negara harus berhati-hati menerbitkan jaminan kepada masyarakat untuk menghindari terjadi pengalihan beban hutang swasta menjadi beban hutang negara.
Adapula sejumlah pandangan kritis mengenai resep kebijakan yang dianjurkan oleh IMF kepada negara-negara penerima bantuan. Jelas bahwa IMF menerapkan paket kebijakan yang hampir sama kepada semua ekonomi regional yang menjadi pusat krisis: Thailand, Indonesia dan Korea Selatan. Sesuai tidaknya satu obat mujarab untuk semua penyakit, bertolak dari asumsi bahwa penyebab krisis selalu pada dasarnya serupa saja. Suatu kesalahan diagnosa akan menyebabkan pemberian resep yang keliru, yang akan menambah biaya penyesuaian dan dalam hal paling buruk, akan mengakibatkan seluruh tindakan tidak efektif. Jadi bukannya mengembalikan kepercayaan, paket perbaikan akan sebaliknya semakin menghancurkan kepercayaan. Ini adalah salah satu kritik yang dilancarkan terhadap paket kebijakan IMF. Disamping itu, resep kebijakan IMF harus juga memperhitungkan kerangka waktu dan tahapan tindakan yang tergantung kepada bentuk krisis yang dihadapi masing-masing negara. Paket kebijakan yang diberikan terlihat memaksakan negara-negara untuk melakukan terlalu banyak
pada saat bersamaan. Dimensi sosial dalam krisis, yaitu peningkatan yang cepat dalam tingkat pengangguran dan kemiskinan, disamping penurunan standar hidup masyarakat, kurang mendapat perhatian oleh IMF sebelum implementasi paket kebijakan.
KESIMPULAN
Sementara perekonomian mulai melaksanakan perubahan struktural dengan biaya sosial yang tinggi, komunitas internasional berperan mengawasi ketidakefisienan mekanisme pasar. Dibutuhkan kerjasama global yang lebih baik untuk meningkatkan operasional pasar modal. Pekerjaan yang telah dimulai oleh IMF dalam pengawasan kegiatan 'hedge funds' harus dilanjutkan. Terkecuali diterapkan keteraturan yang lebih baik di pasar modal, kemajuan yang telah dicapai dalam liberalisasi aliran modal akan dapat terhambat.
For any comments send e-mail to : mugajava@iname.com
Visit : http://geocities.datacellar.net/Eureka/Concourse/8751/