Welcome Tiarma Concept ShowCase Studio FancyNites FullMoon AnythingElse |
Free Forum ITB June 1998 by Lie Fhung english version Hari Minggu tanggal 7 Juni 1998. Lapangan di depan kampus Institut Teknologi Bandung tampak lebih ramai dan meriah dari biasanya, yang dipergunakan untuk mimbar bebas mendukung Reformasi Total dalam Damai. Ada apa yaaa..? Ooo..., ternyata sedang ada Festival Ganesha! Acara hiburan unik yang digelar oleh Satgas ITB untuk Reformasi Total dalam Damai bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu acara yang tidak biasa adalah peragaan busana yang berjudul: Wah, dari judulnya saja ketahuan bahwa ini bukan peragaan busana biasa! Sesuai dengan semangat reformasi, peragaan busana ini menawarkan sesuatu yang lebih mendalam dari sekedar menampilkan kreasi pakaian. Secara parodis, peragaan busana ini menggambarkan kenyataan negri kita tercinta ini, yang tampak makmur sejahtera dengan mal-mal mewah bertaburan di kota-kota besarnya. Namun ternyata, kemewahan itu semu belaka, dibangun di atas hutang yang menumpuk kesengsaraan rakyat banyak. Sudah menjadi sifat sebagian masyarakat kita untuk lebih mementingkan penampilan alias gengsi dan prestise. Yang penting "Gaya!". Tak peduli hutang bertumpuk, tak peduli nasib sesamanya yang kurang beruntung. Namun toh akhirnya terbuka juga.... Dan inilah kenyataan pahit yang harus kita telan. Ternyata negri kita yang buminya kaya ini menyimpan kemelaratan yang luar biasa, yang diperburuk oleh berbagai krisis yang melanda hingga memicu terjadinya sejumlah kebiadaban yang tak terbayangkan oleh kita semau sebelumnya. Mau tak mau, kita dipaksa bercermin, "Sadar! Jangan cuma penampilan yang dipentingkan! Ada sisi lain yang lebih hakiki untuk dibangun". Begitu kira-kira pesannya. Mungkin kamu-kamu bingung juga, bagaimana konsep seperti itu bisa dituangkan ke dalam sebuah peragaan busana yang menghibur. Ha! Jangan lupa, peragaan busana ini adalah hasil kerja sama jebolan seni rupa ITB, dan kawan-kawannya yang masih kuliah, yang terkenal 'gila'... Pencetus konsep adalah Uli Madewa, sedangkan koleksi busana yang ditampilkan adalah kreasi Tiarma Sirait dari POLENG studio, dibawakan oleh kawan-kawan yang sering menyebut diri mereka "Not So Elite Models Agency" (Plesetan "Elite Models"!), yang terdiri dari anak-anak seni rupa ITB seperti Uli, Tiarma, Lie Fhung, Cinde, Roy, C'meng, Yasin, Candil, Yadi, Panji dan Rufi. So pasti penampilan mereka yang spontan-ekspresif mengundang gelak tawa penonton yang memenuhi lokasi. Acara dibuka dengan lagu berirama cepat yang sangat trendy dan ngetop. Gadis-gadis dengan dandanan glamor bernuansa hitam merah memasuki panggung terbuka dengan langkah-langkah centil dan arogan di atas sepatu tumit tingginya. Beberapa dari mereka mengepulkan asap rokoknya, sementara yang lain sibuk bergossip lewat handphone-nya. Dengan kocaknya, Uli yang mengenakan gaun terusan merah menyala dari bahan berkerut dan hiasan rambut bulu-bulu hitam menanggapi celetukan penonton sehingga terjalin komunikasi yang meledakkan tawa. Cinde dengan paduan rok mini dan rompi hitam melambai-lambai bersama Lie Fhung dengan stola bulu-bulu merah dan celana kapri berempel-rempel, tampil dengan kenesnya menggoda penonton. Menyusul model-model cowok yang tidak kalah funky dengan cover-boy manapun jua. Tampil dengan kostum bernuansa warna-warna cerah ceria dipadu dengan boot perak berhak super tebal, Roy, C'Meng, Yasin, Candil dan Rufi dengan kompaknya bergaya dalam suatu formasi unik yang menyertakan gerak-gerik 'tidak umum' yang kembali mengundang tawa penonton. Sesi pertama ini menampilkan keglamoran dan kecenderungan untuk 'pamer' yang diidap oleh sebagian masyarakat kota besar kita. Sesi berikutnya menghadirkan kreasi dengan nuansa serba pink dalam model yang lebih sederhana, beruap gaun terusan satu potong tanpa atribut-atribut 'gaya'-nya lagi. Ini menggambarkan penurunan standar gaya hidup dalam masyarakat kita. Dengan adanya krisis ekonomi, mereka tidak bisa lagi mempertahankan penampilan glamornya. Namun, bukan berarti lantas mereka tampil membosankan. Model-model yang sama kembali mengocok perut penonton lewat tingkah polahnya yang ekspresif dalam menggambarkan betapa mereka masih berusaha tampil heboh dengan modal seadanya. Disusul oleh sesi ketiga di mana para model tersebut mengenakan kostum pekerja, memerankan keresahan dalam mempertahankan pekerjaan. Hilang sudah sisa-sisa keglamoran yang tadi masih dicoba pertahankan. Tampak paling kocak adalah C'meng dengan kostum hitam-hitam membalut dirinya dari kepala hingga ujung kaki bagai manusia katak. Pada lehernya terkalung papan nama besar bertuliskan 'INTEL'. Ia begitu menghayati perannya, dengan kacamata tebal dan pistol-pistolan, ia sibuk merayap kasak kusuk kemana-mana. Tawa penonton pun berhamburan tak tertahankan. Diiringi lagu dangdut "Mengapa Oh Mengapa"-nya Koes Ploes. model-model tadi muncul dalam kostum lusuh dengan aktingnya yang meyakinkan. Mereka mondar-mandir menggerutu menganggur kehilangan kerja, tentunya samabil bergoyang dangdut. Yang laki-laki mencoba mengamen sementara yang perempuan duduk berderet-deret saling mencari kutu. Tiba-tiba ada yang berlari-lari memasuki panggung sambil membawa setumpuk barang hasil jarahan yang disambut dengan liarnya oleh kawan-kawannya. Model dengan kostum tentara dan pistol di kedua tangannya mengejar sang penjarah. Terjadi kekacauan luar bisa di panggung, semua berlari simpang siur sambil menjerit-jerit sementara Koes Ploes terus menlantunkan irama dangdutnya, "Mengapaaa... Ooooh.. mengapaaa... aaaa....". Memang, tidak seperti peragaan busana yang umumnya menonjolkan mode paling mutakhir, dalam peragaan-peragaannya POLENG studio ini justru tampil teatrikal dan ekspresif dengan koleksinya yang seringkali melawan arus, namun tak pelak tampak segar, unik dan individual. Individual? Iya, motto POLENG studio ini adalah: "One Style, One Individual". Maksudnya, studio ini menciptakan kreasi yang unik sesuai keunikan pribadi dan selera pelanggannya yang rata-rata masih muda itu. Jadi, tiap kreasi diciptakan khusus bagi seorang pelanggan setelah melalui proses pendalaman karakter sehingga hasil karyanya mencerminkan kepribadian sang pelanggan tersebut. Tiarma Sirait, perancang utama POLENG studio yang finalis LPM femina 1997 itu menjelaskan bahwa anak muda sekarang tidak puas sekedar mengikuti trend mode yang ada. Mengutip sosiologist Irfing Goffman, busana dan mode rambut, dandanan, sepatu dan seterusnya adalah salah satu sarana ekspresi diri. Anak muda yang kreatif dan sedang dalam proses pencarian jati-diri ini ingin menciptakan sesuatu yang berbeda, yang khas dan spesial; yang membuat dirinya dilirik dan dikagumi oleh rekan-rekannya. Melalui penampilannya yang 'heboh' mereka seakan berseru: "Liat gue dooong....!" dengan penuh percaya diri. Busana dan penampilan jadi ajang kreativitas, seakan-akan menjadi sebuah bentuk seni tersendiri. Apakah lantas menjadi mahal? Ternyata dengan piawainya, sesuai dengan konsep "Reuse+Recycle" yang dianutnya, Tiarma mengolah baju-baju bekas menjadi baju-baju yang 'heboh' tanpa perlu menghabiskan terlalu banyak biaya. Hasilnya pun unik menarik. Pokoknya tak ada di pasaran deh! Oh ya, POLENG studio ini beralamat di Jl. Pasir Muncang F-10, PPR ITB, Dago Bengkok, Bandung. Telpon/fax. 022 - 250 4013. [20VI98/LF] of POLENG fancystudio, Bandung 1997 |