SEJARAH  PERGURUAN



Ilmu  Merpati  Putih bersumber dari  Sampeyan  Dalem  Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang  Jumeneng Ing Kartosuro, yang kemudian diwariskan secara turun temurun didalam  lingkungan keluarga.

Pewarisan Keilmuan tersebut kemudian sampai ke RADEN  SARING HADI  POERNOMO  yang termasuk dalam garis keturunan ke  XI  (Grat XI).  Raden Saring Hadi Poernomo tidak segera mewariskan  ilmunya begitu saja kepada keturunannya, akan tetapi berusaha keras untuk menelaah  dan menjabarkan ilrnu tersebut dalam gerakan  silat  dan tenaga tersimpan yang ada di naluri suci
(lih.  GARIS KETURUNAN KELUARGA dan  GARIS KETURUNAN KEILMUAN MERPATI PUTIH).
 

Melihat  situasi dan kondisi Bangsa Indonesia pada saat  itu yang  inenjurus kearah perpecahan persatuan dan  kesatuan  Bangsa, maka  Beliau  memberi Amanat kepada keturunannya agar  ilmu  yang dimiliki keluarga tersebut untuk dikembangkan dan disebar luaskan demi kepentingan Nasional

Sebagai perwujudan dan  Amanat Sang Guru, maka kedua  putera Beliau  (POERWOTO HADI POERNOMO dan BUDI SANTOSO  HADI  POERNOMO) pada  tanggal  2  April 1963 mendirikan  Perguruan  Pencak  Silat Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih di Yogyakarta.

Latar belakang berdirinya Perguruan adalah dan  hasil pengamatan  serta  analisa Sang Guru, SARING HADI POERNOMO  pada  awa1 tahun  1960-an.   Pada periode ini di Indonesia  mulai  berkembang-Seni  Bela Diri  Asing dan dapat berkembang dengan  pesat,  tetapi dilain pihak dirasakan pada waktu itu membawa dampak yang  kurang tepat.    Pada  hakekatnya ilmu beladiri itu disadari  atau  tidak akan  berpengaruh dan mampu mengubah watak,   kepribadian  ataupun tingkah  laku yang mernpelajarinya, karena didalam  ilmu  beladiri memiliki beberapa aspek yang sangat erat kaitannya dengan pembenttukan dan pengembangan watak seseorang.

Disisi lain beliau juga sangat prihatin terhadap  perkembangan  kehidupan  pemuda  yang  terkotak-kotak  membentuk  kelompok kelompok yang mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan Bangsa

Atas  dasar  hal-hal tersebut diatas, tergerak  hati  nurani Sang  Guru untuk berbuat sesuatu demi kecintaannya  kepada  Nusa, Bangsa dan Negara dengan memberikan Amanat kepada putra Sang Guru agar Ilmu Beladiri yang sebelumnya milik keluarga disebarluaskan dan  dikernbangkan  untuk kepentingan  Nasional.  Walaupun  Beliau menyadari  bahwa  apa yang dilakukannya tidak  ada  artinya  sama sekali   bagi  Nusa dan Bangsa, Beliau mempunyai  suatu  keyakinan bahwa  'sikap dan perbuatan yang sekecil apapun apabila  didasari oleh itikad yang baik pasti akan ada artinya"  Keyakinan tersebut kini menjadi Semboyan Perguruan, yaitu :

    "SUMBANGSIHKU TAK SEBERAPA, NAMUN KEIKHLASANKU NYATA"
  1