Nilai 4 untuk Menwa di Timtim


Peranan Resimen Mahasiswa untuk membimbing masyarakat Timor Timur memang tidak banyak diketahui orang. Padahal metoda yang mereka gunakan dalam melaksanakan hal tersebut jauh lebih baik dalam kerangka pembinaan teritorial yang dimiliki ABRI. Wawasan yang lebih luas serta pemahaman yang lebih baik mengenai masyarakat sipil, amatlah menunjang tugas mereka. Tulisan di bawah ini merupakan peliputan yang dilakukan oleh harian Kompas --edisi 8 April 1996-- mengenai kegiatan Satuan Tugas XV Darma Bakti Menwa di Timor Timur pada tahun 1996. Pemelihara Ksatrian akan juga menurunkan serial pengalaman para wira yang pernah bertugas di sana.


Rasa takut umumnya menghinggapi orang yang baru pertama kali menapakkan kaki di Timor Timur. Rasa seperti itu pulalah hinggap di hati para wira -sebutan bagi anggota Resimen Mahasiswa- yang mengikuti Darma Bakti Menwa di provinsi ke-27 itu.

"Hati-hati, ini daerah berbahaya. Jangan jalan sembarangan dan pasanglah mata dan telinga selalu," kata-kata seperti itulah yang dibisikkan ke telinga para wira tersebut.

Menurut sejumlah wira yang bertugas di sana, Timtim yang bersatu dengan RI tahun 1976, terus didengungkan sebagai kawasan 'berbahaya' bagi pendatang, seolah di sana penuh kekejaman. "Padahal, di sini sudah tidak ada hal-hal yang patut dikhawatirkan. Silakan jalan ke mana saja sepanjang Anda mau," tutur Komandan Korem 164/Wira Dharma Kol (Inf) Mahidin Tampubolon.

Tantangan Simbolon itu tentunya cukup beralasan. Sebab, suasana yang ada searang ini pada dasarnya sudah cukup bersahabat. Kalau sekitar 3 tahun lalu masih 'penuh pertanyaan' dalam memandang pendatang, kini hal tersebut dapat dikatakan sudah pupus.

Pendatang yang ingin menikmati suasana pagi atau malam hari di sana, sudah bisa berjalanjalan tanpa perlu diiringi kewaspadaan tambahan.

Jadi, tak perlu heran, jika di sepanjang pantai di kawasan kota Dili -misalnya- pagi hari orang sudah berkeliaran melakukan jogging atau jalan-jalan, atau sekadar menikmati keindahan pantai. Demikian pula pada malam hari, di sekitar itu tidak jarang masayarakat berkumpul menikmati jajanan pasar yang ada.

* * *

Pengakuan para wira yang sempat ditemui rombongan wartawan Seksi Hankam/ABRI, masyarakat Timtim umumnya sangat menerima kehadiran mereka. Demikian pula terhadap aparat teritorial ABRI.

Diakui bahwa suara-suara yang meminta agar aparat teritorial di sana dikurangi jumlahnya, memang masih terus dikumandangkan. "Tapi, itu sesungguhnya bukan suara masyarakat banyak. Mereka sesungguhnya tidak perduli dengan banyaknya anggota ABRI di sana. Justru sebaliknya, mereka mengimbau agar aparat teritorial di sana tiak digeser. Kalau tidak ada lagi aparat teritorial, siapa yang akan menjadi konsumen kami," ucap sejumlah pejabat di sana senada dengan pengungkapan sejumlah wira, menirukan ucapan masyarakat setempat.

Banyak memang yang telah dilakukan masyarakat bersama aparat teritorial ABRI, aparat pemerintah lainnya, serta Resimen Mahasiswa selama ini. Setidaknya, melalui kerja sama yang sudah terjalin baik saat ini, bisa dilihat adanya peningkatan harkat hidup masyarakat setempat.

Kalau dulu -misalnya- masyarakat tidak pernah terpikir untuk menabungkan hasil usahanya, kini hal itu sudah mulai teratasi. "Hasil penjualan sayur-mayur seperti sawi hijau, terong dan kacang panjang bisa saya tabungkan Rp. 45.000 setiap bulannya," tutur seorang warga Kabupaten Liquica yang juga mendapat bimbingan wira.

Masyarakat juga bersyukur kalau sekarang mereka diperkenalkan dengan berragam masalah lain, seperti pentingnya menjaga kesehatan dan belajar hidup sehat, serta meningkatkan berbagai usaha yang mereka tekuni.

* * *

Membimbing masyarakat Timtim -terutama di pedesaan- dilakukan wira dengan seni tersendiri, karena daerah Timtim umumnya terdiri dari daerah yang sulit air bersih, sehingga menampilkan masyarakat dengan tradisi yang khas. "Masyarakat di sini umumnya masih kuat dengan adat. Yang lebih parah lagi, biasanya mereka mempunyai pengaruh besar pada anak-anak," tambah wira yang bertugas di Kabupaten Aileu, Bobonaro dan Liquica.

Untuk menanamkan pemikiran bahwa pendidikan itu penting bagi anak-anak, bukanlah suatu hal yang mudah. "Kalau kita jelaskan kepada mereka, bahwa sebaiknya anak-anak diberi waktu untuk ke sekolah dan belajar yang cukup, mereka menyetujuinya. Tapi dalam pelaksanaannya berbeda," keluh sejumlah wira.

Anak-anak itu, kerap diminta orang tuanya untuk membantu mencari kayu bakar di hutan. Di samping itu, si anak sendiri tidak banyak yang memiliki dorongan belajar yang baik. "Kalau kita minta untuk membuat kalimat, biasanya mereka hanya mau membuat satu kalimat, sesudah itu mereka minta berhenti belajar. Jadi jangan heran kalau ada anak kelas 2 SD yang tidak bisa menjawab dua ditambah dua, atau ada anak SMP yang tidak bisa menjawab lima dikali lima," kata seorang wira dari Resimen Jayakarta DKI Jaya.

Membangkitkan dorongan belajar anak-anak di Timtim -tambah seorang wira dari Resimen Sam Mahaleo Ujungpandang- mau tidak mau harus menggunakan contoh nyata. Misalnay dengan menanyakan kepada mereka apakah ingin berkeliling Indonesia. "Kalau memang mau, sekolah yang baik. Kakak bisa hadir di Timtim karena aktif di sekolah," tuturnya menceritakan cara pendekatannya terhadap anak-anak seempat.

* * *

lain lagi pengalaman wira di Kabupaten Aileu. Menurut mereka masalah administrasi pemerintahan dan kesehatan menjadi satu topik yang menarik untuk digeluti, meski di daerah lain pun terasa cukup mencolok kekurangannya.

"Bayangkan, saat kita memasuki kantor LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) yang ada, berbagai arsip berhamburan di sana. Persis seperti gudang yang tidak terurus," tutur seorang wira yang bertugas di sana.

Sebab itu -tanpa segan-segan- wira yang bertugas segera mengajak aparat terkait untuk merapikan administrasi pemerintahan. Mulai dari pembuatan struktur organisasi -termasuk menjelaskan fungsi masing-masing- kemudian penyusunan surat-surat masuk dan keluar, sampai pada pendataan penduduk. "Tapi, yang kita khawatirkan, masalah itu akan muncul kembali setelah mereka kita tinggalkan," tambah mereka, mengingat sebelumnya masyarakat pernah mendapatkan bimbingan serupa dari angkatan sebelumnya.

Sedangkan di bidang kesehatan wira yang bertugas biasanya akan sangat risih melihat sikap orang tua terhadap anak-anak di sana. "Sepertinya mereka tidak begitu perduli dengan kesehatan anak-anaknya. Luka-luka yang dialami anak-anaknya biasanya akan sembuh sendiri. Demikian pula jika anak-anaknya terkena pilek, cairan dari hidung yang membentuk angka 11 sampai ke bagian bibir atas, sudah merupakan pemandangan biasa," keluh seorang Wira dari Resimen Jayakarta.

Satu hal yang juga tak kalah menariknya adalah dalam rangka mengajak anak-anak mandi, perlu cara tersendiri. "Karena di daerah yang berbukit sulit ditemukan air bersih, kecenderungan orang tua yang malas mandi ditularkan kepada anak-anaknya. Padahal, kalau melihat anak-anaknya, sesungguhnya minat mereka untuk mandi cukup besar. Salah satu cara untuk membangkitkan gairah mandi anak-anak tidak lain dengan menaruh sabun mandi di depan Pos Komando Satgas Darma Bakti Menwa. Kalau sabun itu sudah tidak di tempat, berarti anak-anak itu sedang mandi," tutur para wira ini sambil tertawa.

* * *

Keberadaan Resimen Mahasiswa di Timtim tampaknya memang sangat berarti, terutama dalam upaya meningkatkan mutu daya manusia di sana. Sebab itu, kalau pernah terbetik rencana untuk tidak lagi melanjutkan acara Darma Bakti Menwa --yang merupakan kerjasama Pemerintah Daerah Timtim dengan Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-- hal ini sangat disayangkan oleh pemda setempat.

Menurut penilaian pemda Timtim, pendekatan yang dilakukan Menwa selama ini cukup memberi hasil positif. Dan mengingat olah peningkatan mutu daya manusia di Timtim memerlukan waktu yang panjang, maka dengan sendirinya acara pengiriman Satuan Tugas Darma Bakti Menwa tadi diharapkan dapat berlanjut untuk masa mendatang.

Sampai kini, pelaksanaan Darma bakti Menwa dapat dikatakan belum dilangsungkan secara teratur, artinya pengiriman satuan-satuan tugas Menwa lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan pemda setempat.

Sejak tahun 1978, setidaknya sudah lebih dari 1.500 wira yang diterjunkan di Timtim. Kalau semula pelaksanaan itu dilakukan oleh Menwa daerah-daerah tertentu, selanjutnya --mulai Satuan Tugas ke-10 pada tahun 1991 (Pemelihara)-- melibatkan seluruh resimen yang berada di 27 provinsi.

Pengabdian Menwa sekitar 3 bulan di sana pada awalnya tidak disamakan dengan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Namun kemudian pihak Ditjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan kebijakan yang menyamakan kegiatan tersebut dengan KKN.

"Kalau saya tahu pengabdian Menwa seerti ini, sejak dulu saya sudah beri nilai 4 -angka tertinggi dalam dunia perkuliahan- untuk mereka," tutur seorang pembantu rektor (PR) yang pernah secara langsung melihat kegiatan Menwa di Timtim.


  • Kunjungi Ksatrian Resimen Mahasiswa
  • Kembali ke Penjaga Tanah Air


    Mari berjiran di Milikilah Beranda Gratis
    1