Ramai muslimah telah jadi korban pemurtadan. Ada yang melalui gerakan goda dan zina, penipuan, ancaman pembunuhan, hingga sihir. Waspadalah!
Tak ramai orang kenal dengan Haji Kacep. Hanya orang-orang yang tinggal di selatan Pasar Tambun yang mengenal beliau. Mungkin sebab itu, kes kematian ustaz ini luput dari pemberitaan media massa.
Kejadiannya berlaku lebih kurang setahun yang lalu. Berawal dari pertemuan puterinya dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut. Kian hari kian akrab. Gadis muslimah itu kian sering dijumpai berduaan dengan sang pemuda. Sang ayah, H. Kacep, suatu waktu memanggil keduanya. Ustaz itu bagaimana pun tahu bahwa berpacaran adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. “Wa la taqrabuu zina,” demikian peringatan Allah SWT dalam al-Qur’an. Karena hubungan antara puterinya dengan sang pemuda sudah terlihat begitu erat dan berjalan sudah relatif lama, maka sebagai seorang ayah yang bertanggungjawab, H. Kacep berniat untuk meresmikan hubungan kedua insan itu kedalam jenjang pernikahan.
Secara bijak H. Kacep mengutarakan keinginannya pada sang pemuda. Puterinya menyimak baik-baik apa yang dikatakan ayahnya itu. Hatinya berbunga-bunga. Yakin bahwa sang pemuda pujaan tidak akan keberatan dengan maksud ayahnya. Setelah mendengar penuturan H. Kacep, sang pemuda dengan mudah menjawab, “Ya, saya mahu saja menikahi anak bapak. Asalkan pernikahannya dilakukan di gereja!”
Bagai disamber petir di siang hari. Bapak dan anak puterinya terkaget-kaget dibuatnya. Sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa pemuda yang selama ini dekat dengannya ternyata seorang non-Muslim. Padahal dulunya ia pernah sebutkan bahwa dirinya juga Islam. Dari hari ke hari gadis muslimah tersebut mengurung diri di kamarnya. Hingga suatu hari sosok remaja tersebut ditemukan terbujur kaku dengan mulut berbusa. Setin racun serangga ditemukan tergolek di sampingnya. Besar kemungkinan, sesuatu yang berharga telah dipersembahkan gadis tersebut pada sang pemuda hingga ia memilih mati ketimbang menanggung malu.
Kematian puteri tercintanya membuat H. Kacep menangung kesedihan yang
amat sangat. Belum lagi cerita-cerita jirannya yang kerap terdengar tidak
sedap. Akhirnya H. Kacep jatuh sakit. Dua bulan kemudian, sang ayah menyusul
puteri tercintanya ke alam baka. Sekolah Pondok yang dikelolanya
pun bubar...
Di daerah Kranji beberapa tahun lalu juga terjadi kasus yang hampir
serupa. Seorang Muslimah berteman akrab dengan seorang pemuda. Dari pertemanan
tersebut, si gadis pun hamil. Sang ayah yang tahu sedikit banyak tentang
Islam pun marah besar. Segera dipanggilnya sang pemuda untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Juga dengan mudah si pemuda menjawab, “Saya mau nikah dengan anak bapak,
asal dilakukan di gereja!”
Ayah beranak itu kaget mendengarnya. Sama sekali mereka tak menyangka siapa gerangan pemuda itu. Tapi sikap dan pendirian sang ayah cukup tegas: ketimbang anaknya murtad, lebih baik menolak mentah-mentah syarat sang pemuda Kristian tersebut. Janin yang dikandung anaknya dibiarkan lahir tanpa ayah. “Kini anaknya dirawat oleh orangtua si gadis,” ujar Drs. Abu Deedat Syihabuddin, MH, Setiausaha FAKTA (Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan) Jakarta.
Di daerah timur Jakarta, sekitar dua tahun lalu, seorang Muslimah cantik asal Sukabumi menjadi korban pemurtadan hingga diperdaya menikah di gereja. Yanti, sebut saja demikian, adalah salah satu korban tipu daya seorang pemuda Ambon-Kristian (Obet) lewat sihir, bahkan pernah diancam akan dibunuh jika tidak mau masuk Kristian.
Setelah kabur dari cengkeraman Obet itu, ia kini berjuang hidup sendiri
bersama bayi sembilan bulan hasil pernikahannya. “Saya takut bayi ini juga
dikristiankan,” tutur Yanti pada SABILI.
Yanti yang kini baru berusia 22 tahun juga berpesan, “Tolong carikan
saya suami yang bisa menerima keadaan saya apa adanya. Saya tidak milih-milih,
apa itu bujang, duda, atau pun harus menjadi isteri kedua. Yang penting
bisa mendidik saya mendalami Islam, bertanggungjawab, sayang pada
saya dan juga pada anak saya.”
Dua tahun yang lalu juga, tepatnya di salah satu pusat Jakarta, anak perempuan seorang Ketua Masjid dinikahkan di gereja. “Anak saya itu sudah menelopon ke sini, katanya dia sudah tidak tahan lagi bersama suaminya itu. Namun entah kenapa, dia juga bilang belum bisa pulang, “ tutur ayahnya saat ditemui SABILI di kediamannya. Di Pekayon, anak seorang Batak-Muslim yang giat melawan usaha-usaha pemurtadan di kampungnya, malah hilang diculik aktivis Kristian. “Hingga sekarang anaknya belum kembali,” ujar Abu Deedat.
Masih di Jakarta, di awal tahun 1990-an, seorang setiausaha pengurus pemasaran juga mengalami kasus yang nyaris mirip. Fatma, sebut saja demikian, gadis cantik kelahiran tahun 1968 ini secara gencar didekati seorang Menado-Kristian. Jim, nama samaran lelaki itu, pura-pura masuk Islam dan menikahi Fatma secara Islam. Setelah itu, mulailah Jim memasang perangkapnya dan memaksa Fatma agar mau ke gereja.
Namun Fatma tak kalah cerdik. Di saat Jim tak ada di rumah, Fatma membongkar fail-fail Jim. Ia ingin tahu siapa sebenarnya suaminya itu. Selembar kertas ijazah bertuliskan Sekolah Tinggi Theologi Nehemia Jakarta dengan nama Jim di bawahnya membuatnya kaget. Rupanya Jim seorang Sarjana Theologi. Akhirnya Fatma melarikan diri, kembali ke rumah orangtuanya.
Usaha-usaha pemurtadan ternyata tidak terbatas di daerah pemukiman saja. Baru-baru ini, menurut laporan beberapa aktivis Rohis Universitas Indonesia, kes serupa juga terjadi di Asrama Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok. Kes yang mencuat sejak Mac lalu, menimpa seorang mahasiswi Muslimah. Muslimah itu secara ketat didekati terus oleh seorang pemuda Kristian dan beberapa aktivis Kristian lainnya hingga menderita tekanan berat. Pemuda Kristian yang juga penghuni Asrama UI itu bahkan sempat diinterogasi pelajar-pelajar Islam. Dari hasil interogasi, pemuda tersebut mengaku bahwa dia memang berpacaran sembari menjalankan misi gerejanya.
Dalam kasus pemurtadan di Asrama Kampus UI Depok, SABILI mendapat laporan dari seorang mahasiswa FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) tahun 1996 yang pernah secara tidak sengaja ikut dalam acara seminar Kristian. “Seorang kawan saya, Kristian, pernah mengajak saya untuk mengikuti acara seminar. Temanya tentang Islamologi. Tapi acaranya secara tak terduga menyimpang menjadi diskusi tentang bagaimana merancang strategi Kristianisasi,” tutur Agus (nama samaran).
Masih menurut Agus, di arena diskusi itu ia menyaksikan perdebatan
yang panas antar mereka sendiri. Mereka terbagi menjadi dua golongan. Golongan
pertama menyatakan bahwa misi kristianisasi harus dilakukan secara radikal
dan menghalalkan segala cara. Agus melihat ada beberapa mahasiswa penghuni
asrama UI yang tergabung dalam kelompok pertama itu.
Sedang golongan yang lain bilang bahwa misi Kristen sebenarnya tidak
perlu memurtadkan orang Islam, yang penting adalah bagaimana merusak dan
mendangkalkan akidah umat Islam hingga bisa menimbulkan keraguan terhadap
agama mereka sendiri.
Kedua pandangan ini sesungguhnya punya landasannya sendiri-sendiri. Dasar pijakan yang menghalalkan segala cara diambil dari doktrin Injil sendiri: Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” (Roma 5: 20); “Kata Paulus: Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin berlimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3: 7)
Dalam 1 Korintus 9: 19-23 juga disebutkan: “Sungguh pun aku bebas terhadap
semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh
memenangkan sebanyak mungkin orang. Demikianlah bagi orang Yahudi, aku
menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi.
Bagi orang-orang yang hidup dibawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang
yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di
bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup dibawah
hukum Taurat.
Bagi orang-orang yang tidak dapat hidup dibawah hukum taurat, aku menjadi
seperti orang yang tidak bisa hidup dibawah hukum Taurat, sekalipun aku
tidak hidup diluar hukum Allah, karena aku hidup dibawah hukum Kristus,
supaya aku dapat memenangkan mereka yang yang tidak hidup dibawah hukum
Taurat. Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah,
supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang, aku
telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa
orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil,
supaya aku mendapat bagian dalamnya.”
Sedang bagi golongan kedua yang menyatakan misi kristenisasi tidak perlu memurtadkan orang Islam, namun lebih kepada perusakan iman dan akidah Islamnya sehingga menimbulkan keragu-raguan, pandangan ini selaras dengan pidato Samuel Zweimer dalam Persidangan Jerusalem tahun 1935. Missionaris berdarah Yahudi yang menjabat sebagai Ketua Persatuan Agen Yahudi menegaskan bahwa misi kristenisasi ditempuh melalui dua cara: penghancuran dan pembinaan.
Di depan peserta Kongres, Zweimer berkata, “Tujuan misi bukanlah menjadikan kaum Muslimin beralih agama, tetapi tugasmu adalah mengeluarkan mereka dari Islam dan tidak berpikir mempertahankan agamanya. Di samping itu, saudara harus berusaha agar mereka tidak berbudi luhur. ...Saudara telah mengeluarkan kaum Muslimin dari agama mereka, meskipun mereka tetap enggan memakai baju Yahudi atau Kristen. Gaya hidup seperti itulah sasaran kita, aitu pemuda yang enggan bekerja keras, malas, dan senang berfoya-foya, hanya tertarik pada soal-soal sexsualiti, mencari harta dan pangkat hanya untuk pemuas nafsu. ...Lanjutkan perjuanganmu demi risalah agamamu, dan kini saudara telah mendapat berkat dari Tuhan Allah.”
Kes-kes pemurtadan tidak saja terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Beberapa waktu lalu kota Padang, Sumatera Barat, sempat bergegar. Dua kes pemurtadan terhadap Muslimah yang disertai tindak pemerkosaan menghentak masyarakat yang dulunya terkenal dengan prinsip Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Khairiyah Aniswah alias Wawah, siswi MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Padang, diculik dan disekap oleh aktivis Kristian. Setelah diberi minuman perangsang lalu diperkosa, dia dibawa ke gereja dan dimurtadkan. Kes serupa menimpa Linda. Siswi SPK Aisyah Padang ini juga diculik dan disekap. Dengan teror dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, Linda dipaksa murtad.
Di Bekasi, modus pemurtadan dilakukan secara lebih jahat lagi. Seorang pemuda Kristian berpura-pura masuk Islam lalu menikahi dengan Komala (nama samaran), gadis Muslimah yang taat. Setelah menikah, mereka mengadakan hubungan suami isteri. Tanpa sepengetahuan Komala, suaminya telah merancang satu siasah licik. Adegan suami isteri itu difoto oleh kawan suaminya dari tempat yang tidak terlihat.
Setelah foto dicetak, suaminya memperlihatkan foto tersebut kepada Komala. Lelaki tersebut mengancam, “Tetap Islam atau pindah ke Kristian?” Ditambahkan bahwa jika Komala tidak mau masuk Kristian maka foto-fotonya itu akan disebar-luaskan. Karena tak kuat mental, dengan hati berontak Komala dibaptis dengan sangat-sangat terpaksa sekali guna menghindari aib.
Koresponden SABILI di Bandung, Asep Rohman, melaporkan bahwa kes serupa juga banyak ditemukan di daerahnya. Salah satunya yang menimpa Ibu Rita (nama samaran). Ibu yang tinggal di Sukabumi ini terpaksa menikah dengan pemuda Kristian. Setelah menikah, namanya yang berbau Islam dipaksa oleh suaminya untuk diubah menjadi nama yang sama sekali tidak berbau Islam. Bukan itu saja, setelah punya anak, ia dipaksa untuk pindah agama. “Sekarang saya sudah lima tahun menjadi non-Islam. Terus terang, tidak jarang hati kecil ini terasa sakit sekali. Terutama kalau ketemu malam lebaran. Saya suka nangis kalau mendengar takbiran di Mesjid..,” tutur Ibu Rita.
Kes demi kes pelan-pelan muncul ke permukaan. Nyaris, semuanya para
muslimah yang tak berdaya. Diduga kuat, kenyataan ini bak fenomena gunung
ais: yang terlihat sedikit, namun yang tidak terlihat jauh lebih banyak
dan lebih dahsyat. “Ini sama dengan perang gerilya!” kata H. Dahlan, seorang
tokoh Islam Bekasi. Salah seorang pejuang lasykar Hisbullah di zaman perang
kemerdekaan dan akrab dengan (alm) KH. Noer Ali ini juga mengatakan, “Di
Bekasi, saya yang memantau. Namun di daerah-daerah lain, saya yakin kes-kaes
serupa juga banyak, hanya belum diketahui khalayak ramai saja.” Semoga
Allah SWT senantiasa melindungi umat-Nya dari kejahatan dunia dan akherat.
Amien.
_______________________________________________________________________________________________