GKIA Selayang Pandang
Dr. Gordon Dicker seorang misionari Gereja Metodis
yang pernah bertugas di daratan Timor (SoE) selama tiga setengah tahun.
Sekembalinya ke Sydney beliau terpanggil untuk membentuk persekutuan
masyarakat Kristen Indonesia. Bersama-sama beberapa mahasiswa tugas
belajar (Colombo Plan) antara lain Frank Hutabarat (alm.), Micka Tobing,
Melkisedek Silitonga dan Andrew Sorongan, beliau membentuk Indonesian
Christian Community (ICC) yang diresmikan pada minggu ke-empat bulan
Oktober 1962, bertepatan dengan perayaan Hari Reformasi 31
Oktober.
Kegiatan pelayanan sangat bergantung pada para
mahasiswa. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika kegiatan pelayanan
kadang-kadang menghilang, terutama pada saat/musim mahasiswa pulang ke
tanah air. Pelayanan baru semakin meningkat setelah pemerintah Australia
memberi amnesti kepada para pendatang gelap di tahun 1975 dan
1980.
Tahun 1979, tepatnya 10 Maret 1979, berdirilah
lagi satu persekutuan di Randwick dengan nama Kebaktian Berbahasa
Indonesia (KBI) dan bertempat di gedung Gereja
Presbyterian.
Pdt. Musa Sinulingga, STh. dari GBKP sebagai
Tenaga Utusan Gereja yang pertama (1979-1985) di utus oleh PGI (saat itu
DGI) bekerjasama dengan Australia Council of Churches (ACC) untuk melayani
masyarakat Indonesia.
Pada bulan September 1979 kedua pengurus
persekutuan ICC dan KBI sepakat untuk melebur menjadi Persekutuan
Masyarakat Kristen Indonesia (PMKI) dengan maksud agar hanya ada satu
persekutuan Kristen Indonesia di Sydney. Namun pada kenyataannya beberapa
anggota persekutuan di Randwick tetap menghendaki KBI merupakan bagian
dari Randwick Presbyterian Church yang sampai saat ini menjadi Indonesia
Presbyterian Church Randwick.
Setelah bertugas selama enam tahun melayani
masyarakat Kristen Indonesia, Pdt. Musa Sinulingga, STh. mengakhiri masa
tugasnya dan kembali ke gereja induknya untuk menerima tugas barunya
sebagai Sekretaris Umum GBKP dan beliau diganti oleh Pdt. Ecky Posuma dari
GMIM selaku TUG kedua.
Mengingat kebutuhan pelayanan yang semakin
meningkat dan sejalan dengan tujuan dan kerinduan PGI untuk membentuk
suatu Gereja yang Esa di Indonesia sejak 1952, Maka pengurus PMKI
mengajukan permohonan kepada Uniting Church in Australia agar diterima
menjadi bagian dari Uniting Church. Ternyata permohonan tersebut diterima
dan PMKI resmi diterima menjadi anggota Uniting Church in Australia
Indonesian Parish pada 12 Desember 1986. Tapi sayang, beberapa bulan
kemudian timbul perbedaan pendapat dikalangan sebagian majelis dan
sebagian jemaat yang berujung berdirinya kembali PMKI pada
tahun1988.
Sejak April 1988 PMKI mendapat uluran tangan dari
Lutheran Church yang diupayakan oleh Pastor Rodger Russ, demikian pula
tempat ibadah sampai saat ini di 3 Stanley Street, East Sydney, merupakan
wujud nyata bantuan LCA terhadap PMKI.
Setelah melalui pergumulan beberapa tahun,
akhirnya pengurus PMKI memutuskan untuk merubah status PMKI dari
persekutuan menjadi gereja. Keputusan tersebut mendapat dukungan bukan
saja banyak dari LCA dan PGI, tetapi juga dari GKI Jawa Barat yang ikut
dalam persiapan, pembinaan sampai pada tahap pertumbuhan dengan mengutus
beberapa pendetanya, yaitu Pdt. Anthonius Kurniasatya tiba di Sydney
sehari sesudah GKIA diresmikan (23 Mei 1993), Pdt. Sem Purwadisastra dari
GKI Wahid Hasyim dan Pdt. Tony Thiophilus dari GKI Bogor. Kehadiran mereka
sangat membantu, terutama Pdt. Anthonius Kurniasatya yang ikut dalam
pembentukan Majelis dan pemilihan Penatua, sebab ketika GKIA diresmikan
Majelis dan Penatua belum ada.
Sembilan bulan setelah diresmikan, GKIA baru
mendapat pendeta tetap pertama, yaitu Pdt. Hironimus Husin Sinaga, STh.
dari GKPS, melayani GKIA selama dua periode (4 tahun), Pdt. Johnny
Anthonius Assa, STh. melayani selama 4 tahun, Pdt. I Nyoman Agustinus MTh.
melayani selama 4 tahun dan Pdt. Sahat Maruli Simanullang MTh. baru
memulai pelayanannya sejak Februari 2008.
Pada tanggal 21 April 2002 GKIA resmi menjadi
anggota penuh Lutheran Church of Australia NSW District yang diteguhkan
oleh Pastor Lionel Otto.
Pada tanggal 23 Mei 2008 GKIA genap berusia 15
tahun. Masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi. Harapan kami agar GKIA
dapat menjadi wadah pembinaan, pendewasaan dan pengembangan iman bagi
setiap anggota masyarakat Kristen Indonesia yang datang ke Australia, baik
yang datang untuk menetap maupun yang datang untuk
belajar.