Isi :
Angka Kemiskinan di
Indonesia dan Jawa Barat
Informasi dan Penyelamatan
Bandung Peduli - Gerakan Kemanusiaan
Langkah Pengembangan Bandung
Peduli
Warung Peduli
Peningkatan Gizi Keluarga
Pengembangan Potensi Ekonomi
Desa
Kampanye
Kaderisasi
Penutup
BEBERAPA orang penduduk desa berjalan di pematang untuk
mencari pekerjaan sebagai pemanen padi dari satu tempat ke tempat lainnya
di daerah Cililin, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu. Kini lapangan
kerja seperti buruh tani semakin tidak tersedia, karena kondisi perekonomian
yang tidak memungkinkan sehingga akhirnya para petani tersebut mencari
ke luar daerahnya. (ENDAY SUDIAT/"PR")
|
Kemiskinan & Kelaparan di Indonesia
- Upaya 'Bandung Peduli' untuk Turut Mengatasinya
PALING sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat
ini, di antaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparan ini
akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak, seiring dengan
Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita
sebulannya di bawah Rp 30.000,00.
Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk
Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu,
sebanyak 50.333 berasal dari Jawa Barat, di antaranya 10.430 orang tinggal
di Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal di Kabupaten Garut. Mereka
yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan
adalah penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 15.000,00 sebulan.
Angka-angka ancaman kelaparan itu dapat disimak dalam laporan Survei Sosial
Ekonomi Nasional 1996 dalam buku "Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia 1996" yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik, dan buku
"Data Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat Tahun 1996" yang dipublikasikan
Kantor Statistik Provinsi Jawa Barat.
Karena data dalam laporan itu diperoleh pada tahun 1996, saat Indonesia
belum terpuruk dalam krisis ekonomi, maka sudah selayaknya perlu disimak
dengan lebh hati-hati. Salah satu rambu kehati-hatian yang diperlukan adalah
keadaan Indonesia saat ini yang ditandai dengan meroketnya harga, sedangkan
pendapatan penduduk merosot yang antara lain disebabkan oleh banyaknya
orang yang terkena PHK. Ada kemungkinan angka tahun 1996 itu lebih baik
daripada keadaan Indonesia 1998. (Pada saat makalah ini ditulis, penulis
belum membaca buku "Statistik Kesejahteraan Rakyat 1997" yang
diterbitkan BPS, Maret 1998).
Dalam keadaan yang begitu berat, sebagian penduduk Indonesia terpaksa mengais
sah untuk mempertahankan hidupnya, seperti terpang dalam cover majalah
internasional Newsweek, 27 Juli 1998, dan Pikiran Rakyat, 6 Agustus 1998.
Angka Kemiskinan
di Indonesia dan Jawa Barat
SEBELUM Indonesia terperosok ke dalam krisis ekonomi, jumlah penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan "hanya" 22,5 juta. Oleh
karena pemerintahan Orde Baru gagal menanggulangi krisis ekonomi, maka
jumlah orang miskin membengkak menjadi 78,9 juta. Keadaan ini memaksa Soeharto,
lengser keprabon. Ini adalah angka kemiskinan versi BPS.
Bila berpatokan pada angka kemiskinan BPS ini, maka jumlah orang miskin
di Jawa Barat sekitar 14,85 juta, yang di antaranya 1,19 juta tinggal di
Kabupaten Bandung, dan 284.000 orang tinggal di Kotamadya Bandung. (Angka-angka
tentang orang miskin di Jawa Barat pada tiap Dati II dapat disimak pada
tabel 6).
Ada kemungkinan angka kemiskinan versi BPS terlalu kecil, apalagi bila
pengukuran kemiskinan itu menggunakan patokan pengeluaran rumah tangga
"ekuivalen nilai tukar beras" (dalam kg/orang/bulan). Bila mengacu
pada tulisan Prof. Dr. Sajogyo, "Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum
Pangan" (Yogyakarta, Aditya Media, 1996), maka yang digolongkan miskin
adalah orang yang pengeluaran rumahtangganya sama dengan, atau di bawah
320 kg/orang/tahun untuk perdesaan, dan 480 kg/orang/tahun untuk perkotaan.
(Sebagai perbandingan, dalam "Statistik Indonesia 1996" yang
diterbitkan BPS Pusat, garis kemiskinan di daerah perkotaan Rp 38.246,00
dan di daerah pedesaan Rp 27.413,00 per bulan per kapita). Oleh karena
pada tahun 1996 harga eceran beras di pasar bebas sekitar Rp 1.000,00/kg,
maka garis kemiskinan orang kota itu setara 38 kg/bulan/kapita, sedangkan
orang desa setara 27,5 kg/bulan/kapita).
Jika patokan "ekuivalen nilai tukar beras" ini dipakai untuk
menentukan garis kemiskinan, maka jumlah orang miskin di Indonesia mencapai
116,2 juta, sebanyak 37,6 juta tinggal di kota dan 78,6 juta tinggal di
desa. Sedangkan orang yang terancam kelaparan di Indonesia menjadi 33,57
juta. Perlu dicatat bahwa nilai tukar beras dalam perhitungan ini adalah
Rp 2.000,00/kg (harga tanggal 5 Agustus 1998). Dan hari-hari terakhir ini
harga beras sudah mencapai Rp 4.000,00/kg. Jika dihitung dengan harga beras
4.000,00/kg berapa puluh juta lagi manusia Indonesia yang tergolong miskin?
Dalam keadaan krisis seperti ini, kita tak perlu berdebat mengenai angka
kemiskinan mana yang lebih benar. Angka yang dikeluarkan BPS saja sudah
mengerikan, apalagi bila kita menggunakan ukuran-ukuran yang lain.
Informasi dan Penyelamatan
MASALAH kelaparan dan kemiskinan di Indonesia itu sangat mengerikan,
lebih-lebih karena menimpa saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air.
Adalah kewajiban kita untuk menghindarkan masyarakat Indonesia dari kelaparan,
jangan sai gambaran penderitaan kelaparan yang terjadi di Afrika menimpa
Indonesia.
Salah satu kunci utama untuk menghindarkan penderitaan itu menjadi musibah
lebih berat adalah keterbukaan dan kelancaran informasi tentang kelaparan
dan kemiskinan di tiap daerah. Tajukrencana "Pikiran Rakyat",
10 Februari 1998 menulis:
"Pemerintah daerah, masyarakat sekitar tak perlu malu, jika
ada warganya yang menderita kelaparan. Pemerintah daerah dan masyarakat
tak perlu menutup-nutupi kenyataan pahit ini, tapi justru membukanya agar
seluruh potensi dalam bangsa kita saling bahu membahu bergotong royong
untuk saling tolong menolong. Kita tak perlu malu, karena sekarang ini
adalah tahun-tahun musibah. Tahun 1997, Indonesia mengalami musim kemarau
yang panjang, hutan-hutan terbakar, krisis moneter, dan banyaknya pemutusan
hubungan kerja. Dak dari seluruh musibah itu mulai terasa sekarang, apalagi
krisis moneter masih terus berlanjut, sehingga seluruh bahan makanan naik
harganya. Kita tak perlu malu, karena ini adalah kenyataan yang harus kita
hadapi bersama. Menutup-nutupi masalah ini berarti membiarkan sebagian
masyarakat kita yang menderita tambah menderita sai ke ajal, tanpa pertolongan..."
|
Untuk itu, apabila ada Ketua RT atau RW yang berbicara bahwa ada warganya
yang kelaparan, janganlah dihardik, diinterogasi dan ditakut-takuti. Justru
bawalah bantuan dan langsung berikan kepada orang yang kelaparan, seperti
yang dikatakan Ketua RT dan RW tersebut. Dengan demikian upaya penyelamatan
bisa berlangsungdengan cepat. Upaya penyelamatan ini bisa bersifat sporadis
dan temporer, tapi bisa juga bersifat permanen.
Bandung Peduli - Gerakan Kemanusiaan
ATAS dasar keprihatinan di atas, Bandung Peduli dibentuk tanggal 23
- 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan
kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang
yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung
Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan
suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Sejak didirikan sai tanggal 16 Agustus 1998, Bandung Peduli telah mengirimkan
bantuan kepada orang-orang yang berhak sebanyak 9 kali, di Kecamatan Dayeuhkolot,
Majalaya, Paseh, Rancaekek, Cicalengka, Ciparay, Cimahi, dan Ibun. Adapun
bantuan yang diberikan berupa 27.220 kg beras, 20.30 kg gula, 589 liter
minyak goreng, dan 1.725 ons ikan asin. Bantuan yang dibagikan berasal
dari para dermawan, yang berasal dari Bandung, Jakarta, Amerika Serikat,
Jerman, Jepang, dan beberapa perorangan yang tak mau disebut namanya.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan
dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung
Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal
di Kabupaten/Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan
fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila
diukur dengan "Ekuivalen Nilai Tukar Beras".
Golongan Fakir*) dan Miskin
Diukur dengan "Ekuivalen Nilai Tukar Beras"
(dalam kg/orang/tahun)
|
Desa |
Kota |
Miskin |
320 |
480 |
Miskin Sekali |
240 |
380 |
Paling Miskin |
180 |
270 |
*) yang digolongkan kaum fakir adalah orang miskin
sekali dan paling miskin
Untuk mengetahui kelompok sasaran (kaum fakir), Bandung Peduli melakukan
survei, yang terdiri atas survei awal/wilayah, survei penentuan, dan survei
pembagian. Dalam survei awal/wilayah, para relawan memetakan lokasi, mencatat
data umum, mencapai contact person, dan menggalang partisipasi warga untuk
menentukan calon penerima bantuan. Dalam survei penentuan, para relawan
memeriksa hasil pendataan yang dilakukan contact person, kemudian melakukan
cross check kepada tokoh masyarakat lainnya, dan menemui sebagian calon
penerima. Pertemuan dengan calon penerima itu dimaksudkan untuk memeriksa
apakah data yang diberikan contact person sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Selain itu, relawan juga melakukan wawancara untuk mengetahui cara keluarga
itu bertahan hidup.
Selanjutnya dilakukan survei pembagian yang diharapkan bisa memperlancar
pembagian, tanpa menimbulkan dak kecemburuan sosial. Dalam survei pembagian
ini, relawan memeriksa kembali daftar calon penerima, dan menggalang partisipasi
warga untuk pembagian. Kadang-kadang dilakukan pembagian kupon untuk yang
berhak menerima bantuan. Dalam survei ini, para relawan juga mencatat potensi
masyarakat desa, yang suatu saat bila "Bandung Peduli" mu, bisa
dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat desa.
Jika kelompok relawan yang melakukan survei selesai, maka Bandung Peduli
segera membagi bantuan yang ada. Yang terpenting dalam pembagian ini adalah
masalah waktu dan jumlah sumbangan yang perlu disiapkan. Pada waktu membagi,
tim relawan membagi bantuan sesuai dengan nama-nama yang diberikan tim
survei, dan dalam membagi yang dibantu oleh tokoh masyarakat setempat untuk
menjadi saksi, bahwa sumbangan benar-benar sai ke tangan yang berhak.
Salah satu yang penting untuk menjamin kelancaran kerja "Bandung Peduli"
adalah kebijakan dalam keuangan. Secara umum "Bandung Peduli"
menganut manajemen keuangan terbuka, yang setiap Rabu malam laporan keuangan
disaikan dalam rapat. Sampai saat ini, "Bandung Peduli" menetapkan
kebijakan bahwa seluruh bantuan dari para dermawan dibagikan untuk kaum
fakir. Sedangkan biaya operasional, termasuk biaya survei, distribusi,
administrasi, transportasi, konsumsi, dan lain-lain, berasal dari kantong
relawan sendiri. Jika nanti "Bandung Peduli" menerima bantuan
dari lembaga internasional, maka laporan keuangan disesuaikan dengan persyaratan
umum yang diberikan oleh donatur serta diaudit oleh lembaga akuntansi publik.
Langkah Pengembangan Bandung
Peduli
ATAS desakan relawan yang rata-rata adalah mahasiswa, "Bandung
Peduli" didorong untuk mengembangkan dirinya, sehingga tidak seperti
sinterklas, bagi-bagi hadiah dan kemudian pergi. Para mahasiswa menyarankan
agar "Bandung Peduli" tidak sekadar memberi "ikan",
tapi memberi "kail" dan "keterilan mengail". Latar
belakang desakan itu adalah munculnya kekhawatiran bahwa jika "Bandung
Peduli" dan kelompok lain hanya membagi bantuan saja, maka akan muncul
ketergantungan dari masyarakat. Jika itu terjadi, maka berapa pun bantuan
yang diberikan tidak akan cukup.
"Bandung Peduli" menyetujui saran para relawannya, tapi karena
kemuan dana dan tenaga yang terbatas, maka yang baru dilakukan adalah mengamati
potensi masyarakat desa tempat sumbangan itu diberikan. Dari pengamatan
ini diharapkan bisa dianalisis, barangkali ada kesempatan untuk dikembangkan
suatu saat nanti. Survei Potensi Ekonomi Desa mulai dikerjakan pada distribusi
sumbangan ke 3 yaitu di Desa Padamukti, Majalaya. Pola survei ini terus
disempurnakan, agar mudah dilaksanakan.
Dan Insya Allah, bulan September 1998, kegiatan "Bandung Peduli"
akan ditambah dengan "Warung Peduli", "Peningkatan Gizi
Keluarga", dan "Pengembangan Potensi Ekonomi Desa".
Warung Peduli
PADA prinsipnya kegiatan "Warung Peduli" merupakan kelanjutan
dari pembagian sembako. Dalam hal ini sumbangan tidak diberikan 100%. Jumlah
sumbangan yang diberikan bergantung pada kekuatan masyarakat yang mau dibantu.
Sedangkan penentuan masyarakat yang perlu dibantu ditentukan oleh tim survei.
Klasifikasi Penerima Bantuan lewat "Warung Peduli"
A. Kelompok Miskin membayar 75% dari harga pasar.
B. Kelompok Miskin Sekali membayar 50% dari harga pasar.
C. Kelomok Paling Miskin membayar 25% dari harga pasar.
Setiap tiga bulan sekali pengelompokan ini dievaluasi kembali, apakah ada
kelompok C yang naik menjadi B, atau sebaliknya. Untuk mendukung keberhasilan
program "Warung Peduli", diperlukan pemantauan sebulan sekali.
Program Warung Peduli ini akan dimulai pada bulan September 1998.
Peningkatan Gizi Keluarga
PROGRAM peningkatan gizi keluarga merupakan pengembangan dari "Warung
Peduli". Pada prinsipnya, kegiatan peningkatan gizi keluarga adalah
kegiatan menuju kemandirian keluarga. Setiap keluarga didorong untuk menggunakan
lahan yang dimilikinya untuk menanam sayur-mayur/palawija untuk mendukung
gizi keluarga tersebut. Dengan upaya menanam sendiri, maka tiap keluarga
dapat menghemat biaya.
Untuk mendukung kegiatan peningkatan gizi keluarga ini, "Bandung Peduli"
berusaha menyiapkan benih tanaman, yang pendistribusiannya menumpang kegiatan
"Warung Peduli", dengan cara yang sama dengan "Warung Peduli"
juga.
Pengembangan Potensi Ekonomi
Desa
PENGEMBANGAN potensi ekonomi desa ini adalah kegiatan tertinggi yang
dilakukan "Bandung Peduli". Awal pengamatan sudah dilakukan sejak
survei, pembagian sembako, dan terutama pada kegiatan "Warung Peduli",
dan peningkatan gizi keluarga.
Peserta kegiatan ini adalah orang-orang yang baru terlepas dari kemiskinan,
atau orang-orang yang dianggap bisa didorong untuk berusaha. Pada dasarnya
program diharapkan turut menjadi motor penggerak perekonomian desa.
Inti program pengembangan potensi ekonomi desa adalah memberi nilai tambah
dari apa yang bisa diperbuat masyarakat desa itu, kemudian membantu pemasarannya.
Di sing itu program ini juga membantu bagaimana mengelola sebuah usaha
(dari manajemen keuangan yang sederhana sai dengan pemasaran).
Dalam melakukan program ini, "Bandung Peduli" akan bekerja sama
dengan LSM lainnya dan Lembaga-lembaga Pengabdian Masyarakat pada universitas-universitas.
Kampanye
KAMPANYE "Bandung Peduli" difokuskan untuk Jawa Barat, dengan
harapan tiap kota mempunyai kegiatan mirip "Bandung Peduli".
Bahkan jika memungkinkan diharapkan muncul gerakan serupa pada tingkat
RW di seluruh Jawa Barat.
Bantuan yang diberikan "Bandung Peduli" dan kelompok yang serupa
pada dasarnya hanyalah sebagai pancingan untuk menumbuhkan kembali semangat
gotong royong dalam masyarakat. Dengan demikian yang diharapkan paling
berfungsi adalah Ketua RT dan Ketua RW. Mereka diharapkan memantau keadaan
warganya, apakah ada yang terancam kelaparan atau tidak. Jika ada yang
terancam kelaparan, maka Ketua RT/RW menggalang kekuatan dari warganya
yang mu untuk menolong yang kelaparan. Jika ternyata warga yang mu tidak
kuat mengatasi ancaman kelaparan yang menimpa tetangganya, maka pemerintah
wajib membantunya, dan LSM-LSM turut meringankan beban ancaman kelaparan
itu.
Kaderisasi
Dalam pada itu "Bandung Peduli" melakukan pendidikan dan pelatihan
bagi para relawannya, terutama yang menjadi mahasiswa. Hal ini perlu dilakukan
karena mahasiswa itu mengalir terus, begitu lulus biasanya disibukkan mencari
kerja dan bekerja. Pada saat itu "Bandung Peduli" harus tetap
jalan, dengan cara melakukan kaderisasi, dan salah satu caranya adalah
dengan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan tiap 2 bulan sekali. Pendidikan
dan Pelatihan itu meliputi teknik survei, manajemen distribusi, teknologi
tepat guna, serta masalah-masalah yang berhubungan dengan pangan dan kelaparan.
Penutup
"Bandung Peduli" menyadari bahwa sumbangan yang diberikan
untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan di Indonesia sangatlah kecil,
apalagi bila dibandingkan dengan problem yang dihadapi Indonesia saat ini.
Namun, "Bandung Peduli" yakin, sebagaimana samudera yang dibentuk
dari bermiliar-triliun tetes-tetes air, maka sumbangan "Bandung Peduli"
itu hanya bagai setetes air yang membentuk samudera. Bila kita mu menggabungkan
seluruh potensi masyarakat untuk menghadapi ancaman kelaparan ini, maka
insya Allah masalah ini akan bisa diatasi dengan baik.
"Bandung Peduli" juga yakin, bahwa untuk memberantas kelaparan
di Indonesia, maka provinsi harus berusaha memberantasnya. Jika kita mau
memberantas kelaparan di provinsi kita, maka masing-masing kabupaten/kotamadya
harus turut memberantas kelaparan itu, demikian seterusnya, sehingga kelaparan
di Indonesia dapat diatasi, bila tiap rukun tetangga turut serta memberantas
kelaparan itu. "Bandung Peduli" adalah bagian dari gerakan kemanusiaan
ini. (Muhammad Ridlo 'Eisy)***
Penulis adalah aktivis pada "Bandung Peduli".
Tulisan ini dimuat di H.U. Pikiran Rakyat, Edisi 27 Agustus 1998
|