Analisis Kesalahan Berbahasa

Berikut ini beberapa contoh kesalahan penggunaan bahasa beserta perbaikan dan penjelasannya. Contoh-contoh tersebut saya ambil dari naskah redaksi majalah D&R yang belum diedit oleh redaktur bahasa.

1. Tulisan-tulisan Bung Hatta yang selama ini berserakan berhasil dikumpulkan dalam sembilan jilid besar.

Struktur kalimat tersebut rancu. Sebenarnya bentuk kalimat itu adalah kalimat pasif jika dilihat dari predikatnya dikumpulkan. Tetapi, karena disisipi predikat lain yaitu berhasil, kalimat tersebut tidak jelas, apakah pasif atau aktif. Berhasil merupakan penanda predikat kalimat aktif, seperti halnya bermain, bertemu, berkelahi.

Kalimat yang benar adalah sebagai berikut.
1a. Tulisan-tulisan Bung Hatta yang selama ini berserakan dikumpulkan dalam sembilan jilid besar.

2. Sejak naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, telah mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan.
Kalimat tersebut tidak memiliki subyek sehingga tidak jelas siapa yang mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan. Karena, ada kata depan sejak di depan naiknya Megawati ke panggung politik (yang mungkin dimaksudkan sebagai subyek oleh penulisnya). Kata depan sejak merupakan penanda keterangan waktu. Perbaikan atas kalimat (2) adalah sebagai berikut.
2a. Naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, telah mengembalikan nama Bung Karno ke permukaan.
2b. Sejak naiknya Megawati ke panggung politik, apalagi dengan jatuhnya Soeharto, nama Bung Karno muncul kembali ke permukaan.

3. "Walaupun bentuknya mirip kaki, tapi itu tetap sirip," katanya.
Kerancuan pikiran pada kalimat (3) timbul karena penggunaan pasangan walaupun...tapi pada kalimat itu. Kata walaupun menyatakan 'alahan', sedangkan kata tetapi menyatakan 'perlawanan'. Penggabungan kedua kata penghubung itu dalam satu kalimat tentulah menimbulkan hubungan pikiran yang tidak logis. Perbaikan kalimat (3) adalah sebagai berikut.
3a. "Walaupun bentuknya mirip kaki, itu tetap sirip," katanya.

4. Pemikir lain barangkali hanya memikirkan soal kebangsaan saja.
Pada kalimat (4) terdapat bentuk pleonasme, yaitu kata-kata atau frasa yang berlebihan maknanya. Perbaikan atas kalimat (4) adalah sebagai berikut.
4a. Pemikir lain barangkali hanya memikirkan soal kebangsaan.
4b. Pemikir lain barangkali memikirkan soal kebangsaan saja.

5. Mereka anggap semua pengeluaran ini sebagai infak di jalan Allah yang pahalanya tak ketulungan.
Kesalahan yang terdapat pada kalimat (6) adalah pemilihan kata tak ketulungan yang tidak tepat. Kata tak ketulungan (bahasa Jawa) bermakna negatif yakni tak tertolong. Contohnya: Si Topan bandelnya tak ketulungan. Padahal, konteks kalimat (6) bermakna positif, yakni pahalanya besar sekali. Perbaikan atas kalimat (6) adalah sebagai berikut.
5a. Mereka anggap semua pengeluaran ini sebagai infak di jalan Allah yang pahalanya besar sekali.

6. Beban keamanan Israel pun juga diletakkan di bahu Arafat.
Kata pun juga pada kalimat (6) adalah bentuk pleonasme (lihat contoh nomor 4). Perbaikan atas kalimat (6) adalah sebagai berikut.
6a. Beban keamanan Israel pun diletakkan di bahu Arafat.

7. Kabinet Netanyahu yang seharusnya menyelenggarakan sidang pengesahan perjanjian itu 29 Oktober lalu, ditunda.
Kalimat (7) rancu karena tidak jelas apa yang ditunda, apakah kabinet Netanyahu ataukah sidang pengesahan perjanjian yang ditunda. Letak kerancuan pada kalimat tersebut ada pada kata yang. Perbaikan atas kalimat (7) adalah dengan menghilangkan kata yang dan menambahkan kata tapi di depan kata ditunda. Lihat kalimat (7a).
7a. Kabinet Netanyahu seharusnya menyelenggarakan sidang pengesahan perjanjian itu pada 29 Oktober lalu, tapi ditunda.

Subyek Berkata Depan

Perhatikan kalimat di bawah ini.

8. Pasalnya, dalam rekaman sadapan pembicaraan Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi M. Ghalib, yang menghebohkan pekan lalu itu, juga menyebut nama Achmad Tirtosudiro.
9. Dengan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah akan bisa mengatasi masalah ketidakpuasan masyarakat karena pembagian keuangan pusat dan daerah yang tidak adil.

Kesalahan pada ketiga kalimat di atas berkaitan dengan pengisi fungsi subyek. Berdasarkan analisis fungsional, subyek yang dimaksud oleh penulis dalam ketiga kalimat tersebut berturut-turut adalah dalam rekaman sadapan pembicaraan Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi M. Ghalib, dengan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Frasa-frasa tersebut bukanlah frasa benda, tetapi frasa preposisional (frasa berkata depan). Frasa preposisional tidak bisa mengisi fungsi subyek. Karena itu, pembetulan atas ketiga kalimat tersebut adalah dengan menghilangkan kata depan (preposisi) dalam, dengan.

8a. Pasalnya, rekaman sadapan pembicaraan Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi M. Ghalib, yang menghebohkan pekan lalu itu, juga menyebut nama Achmad Tirtosudiro.

9a. Atau UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah akan bisa mengatasi masalah ketidakpuasan masyarakat karena pembagian keuangan pusat dan daerah yang tidak adil.
Pembetulan kalimat tersebut dapat juga dengan cara mengubah predikat kata kerja menyebut dan mengatasi yang berawalan meN- menjadi predikat kata kerja berawalan di-: disebut, diatasi.

8b. Pasalnya, dalam rekaman sadapan pembicaraan Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi M. Ghalib, yang menghebohkan pekan lalu itu, juga disebut nama Achmad Tirtosudiro.

9b. Dengan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah akan bisa diatasi masalah ketidakpuasan masyarakat karena pembagian keuangan pusat dan daerah yang tidak adil.
Jika cara terakhir ini yang ditempuh, struktur fungsional kalimat-kalimat tersebut berubah. Kalimat (1b) subyeknya adalah nama Achmad Tirtosudiro, sedangkan dalam rekaman sadapan pembicaraan Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi M. Ghalib menempati fungsi keterangan. Predikatnya tetap, hanya dengan perubahan bentuk, yaitu disebut. Kalimat (2b) subyeknya adalah masalah ketidakpuasan masyarakat karena pembagian keuangan pusat dan daerah yang tidak adil. Yang menempati fungsi keterangan adalah dengan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, sedangkan predikatnya adalah diatasi.

Verba Berpreposisi

10. Kalau bicara kualitas itu kan subyektif.
11. Itu bisa saja terjadi, tergantung sudut pandang penilaiannya.
12. Ini sesuai keahlian atau kepedulian mereka.
13. Yang menjadi keheranan saya saat ini adalah kenapa setiap orang yang merasa "penting" selalu mengomentari tentang legalitas rekaman tersebut, bukan substansinya.

Kesalahan pada kalimat (10), (11), dan (12) adalah kesalahan penggunaan verba berpreposisi yang tidak lengkap. Yang dimaksud dengan verba berpreposisi ialah verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu. Verba tahu akan/tentang, berbicara tentang, berminat pada, dan bergantung pada adalah verba berpreposisi. Berikut adalah contoh-contoh lain verba berpreposisi.
suka akan/pada
cinta pada/akan
terbagi atas
terdiri atas/dari
sesuai dengan
serupa dengan
sejalan dengan
setingkat dengan
bertentangan dengan
berlawanan dengan
mengeluh tentang
berdiskusi tentang
memandang pada
teringat akan/pada
tergolong dalam
terkenang akan/pada
terjadi dari
menyesal atas
mendengar tentang
bercerita tentang
berkhotbah tentang

Di antara verba berpreposisi ada yang hampir sama artinya dengan verba transitif. Misalnya:
berbicara tentang = membicarakan
cinta pada/akan = mencintai
suka akan = menyukai
tahu akan/tentang = mengetahui
bertemu dengan = menemui

Perbaikan atas kalimat (10), (11), dan (12) adalah sebagai berikut.
10a. Kalau berbicara tentang kualitas itu kan subyektif.
11a. Itu bisa saja terjadi, tergantung pada sudut pandang penilaiannya.
12a. Ini sesuai dengan keahlian atau kepedulian mereka.

Pada kalimat (13) terdapat kesalahan pemakaian bentuk transitif yang masih mempertahankan preposisi. Seharusnya, jika orang memakai verba yang transitif, janganlah menyertakan preposisi lagi.
Perbaikan atas kalimat (13) adalah sebagai berikut.
13a. Yang menjadi keheranan saya saat ini adalah kenapa setiap orang yang merasa "penting" selalu mengomentari legalitas rekaman tersebut, bukan substansinya.

Perlu juga diperhatikan bahwa bagian kalimat yang mengikuti verba berpreposisi, seperti kualitas (10a), sudut pandang penilaiannya (11a), dan keahlian atau kepedulian mereka (12a) berfungsi sebagai pelengkap atau keterangan. Tetapi, jika verba berpreposisi yang bersangkutan diubah menjadi verba berafiks meng-, seperti mengomentari (mengganti berkomentar tentang), bagian yang mengikutinya itu berubah fungsi menjadi obyek.

Numeralia Distributif

14. Apalagi kabel yang menghubungkan masing-masing bagian pada jalur ini masih menggunakan kawat tembaga.

Kata setiap, tiap-tiap, dan masing-masing termasuk numeralia distributif. Setiap atau tiap-tiap mempunyai arti yang sangat mirip dengan masing-masing, tetapi masing-masing berdiri sendiri tanpa nomina, sedangkan setiap atau tiap-tiap tidak bisa berdiri sendiri tanpa nomina.

Perbaikan atas kalimat (14) adalah sebagai berikut.
14a. Apalagi kabel yang menghubungkan tiap-tiap bagian pada jalur ini masih menggunakan kawat tembaga.

PEDOMAN PRAKTIS PENYUNTINGAN BAHASA MINGGUAN SEMANGGI

Pengantar

Perkembangan media massa cetak di era reformasi ini sangat pesat. Dihapuskannya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers dan dibubarkannya Departemen Penerangan telah membuka peluang luas bagi terbitnya media-media baru, baik surat kabar, tabloid, maupun majalah. Perkembangan dari segi kuantitas ini harus diimbangi dengan peningkatan kualitas, yang menyangkut isi, gaya penyampaian, tampilan (artistik), dan bahasa. Dalam hal bahasa, persoalannya banyak kalangan yang menganggapnya sebagai hal sepele. Kesalahan ejaan masih sering dijumpai. Bahkan tak jarang terjadi kesalahan pilihan kata. Kata-kata yang tidak tepat digunakan dalam konteks yang tidak tepat pula, sehingga bisa menimbulkan salah penafsiran. Demikian pula dalam penggunaan kalimat, masih sering dijumpai kalimat rancu dan kalimat yang berbelit-belit.
Persoalan bahasa sangat penting dalam kerja jurnalistik, karena bahasa merupakan sarana menyampaikan informasi. Informasi tak akan sampai ke pembaca dengan efektif jika sarana yang dipergunakan kacau. Semanggi menyadari pentingnya penggunaan bahasa yang tertib dan efektif. Penggunaan bahasa di tabloid Semanggi mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kosa kata yang dipergunakan, sebisa mungkin, adalah kosa kata baku, yakni mengacu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bila tidak ditemukan kata yang baku untuk mengungkapkan sebuah gagasan, peristiwa, atau suatu hal, maka akan digunakan kata-kata asing, istilah daerah, atau kosa kata baru yang belum dibakukan.

Bahasa yang tertib menyangkut pula penggunaan ejaan yang benar dan konsisten sesuai dengan Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Hal yang tak kalah pentingnya adalah kepaduan (koherensi dan kohesi) antarkalimat dan antarparagraf. Demikian pula dengan logika bahasa dan efisiensi penggunaan bahasa harus diperhatikan.

Untuk mendukung tujuan tersebut, mingguan Semanggi membuat pedoman praktis penyuntingan bahasa. Pedoman ini meliputi tata tulis dan ejaan, tata kata, tata kalimat, kepaduan wacana, gaya bahasa, dan logika bahasa.

Semoga panduan ini bermanfaat bagi wartawan Semanggi. Diharapkan pula Semanggi punya andil dalam perkembangan bahasa Indonesia: turut memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Pedoman Tata Tulis dan Ejaan

Pedoman tata tulis dan ejaan yang dipergunakan Semanggi adalah Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Dalam beberapa hal, terutama yang tidak diatur oleh EYD, Semanggi memiliki pedoman sebagai berikut.

A. Penulisan Judul

  1. Penulisan judul berita mengikuti EYD. Sesuai dengan EYD, kata depan di, ke, dari; kata tugas dan, atau; dan partikel si dan sang untuk judul menggunakan huruf kecil kecuali di awal kalimat.
    Contoh:
    Memandang Realitas dari Sudut Berbeda
    Mereka yang Terkalahkan
    Pemerkosaan di Hutan Lindung
  2. Dalam penulisan judul, istilah asing atau kata yang belum baku diperlakukan sama dengan istilah atau kata baku dalam bahasa Indonesia; tidak ditulis dengan huruf miring.

B. Penulisan Umur
Umur seseorang sebagai keterangan aposisi ditulis lengkap.

Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Amir, 28 tahun, telah ditangkap polisi. Amir (28) telah ditangkap polisi.

C. Penulisan Tanggal, Bulan, Tahun

Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Senin, 1 Mei 2000 Senin (1/5/2000)

Selasa, 2 Mei lalu Selasa (2/5) lalu
Rabu malam, 3 Mei, … Rabu malam (3/5)

Selasa pekan lalu, 2 Mei, … Selasa pekan lalu (2/5)

Pada pertengahan April lalu…. Pada pertengahan bulan April lalu….
Pada tahun 2000 …. Pada 2000 ….

D. Penulisan Lambang Bilangan

Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam pemerincian dan pemaparan.
Misalnya:

Andi menonton film itu sampai tiga kali.

Ayah membeli ayam seratus ekor.

E. Penulisan Nama Orang

1. Tidak boleh melakukan kesalahan dalam menuliskan nama orang. Saran: menanyakan cara penulisan (ejaan) nama orang yang bersangkutan pada saat melakukan wawancara atau investigasi. Penulisan nama orang yang sama untuk kedua kalinya dalam satu berita yang sama berdasarkan:

      1. permintaan pemilik nama;
      2. nama keluarga (family name)
      3. nama pertama (first name) bagi yang tidak memiliki nama keluarga.
      4. F. Penulisan Gelar
        1. Tidak menuliskan gelar kesarjaan S1 kecuali yang betul-betul memiliki relevansi dengan profesinya dan konteks berita. Misalnya, berita tentang kasus yang sedang disidangkan di pengadilan. Gelar S.H. untuk pengacara yang sedang menangani kasus tersebut boleh dituliskan. Bila dalam satu artikel/berita ada dua atau lebih nama pengacara tersebut, misalnya, untuk yang kedua dan selanjutnya tidak dituliskan gelarnya.

        2. Gelar kesarjanaan untuk untuk pejabat militer tidak perlu dituliskan, kecuali ada relevansinya dengan konteks berita. Misalnya gelar SH untuk oditur militer dalam persidangan di mahkamah militer boleh ditulis.

         

        G. Penulisan Pangkat
        Penulisan pangkat sesuai dengan permintaan orang yang bersangkutan.

        H. Penulisan Akronim

        1. Cara penulisan singkatan atau akronim: hendaknya ditulis kepanjangannya dulu, baru akronimnya. Contoh: Partai Rakyat Demokratik (PRD), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras).
        2. Jika dalam satu artikel atau berita hanya ada satu atau dua akronim, hendaknya ditulis kepanjangannya tanpa menuliskan akronimnya. Misalnya dalam satu berita hanya ada satu akronim PRD, maka PRD ditulis kepanjangannya yakni Partai Rakyat Demokratik. Tetapi, jika akronimnya lebih terkenal daripada kepanjangannya, keduanya bisa ditulis.
        3. Hendaknya diperhatikan antara penulisan singkatan yang terdiri dari inisial dan akronim yang diperlakukan sebagai kata. Contoh: TNI, ABRI, KAMI, PGRI; radar, hansip, kamra, Forkot.

I. Penulisan Mata Uang

1. Mata uang rupiah dituliskan dalam bentuk lambang dan angka.
Contoh Rp 1.000 Rp 23 juta Rp 35 miliar

2. Mata uang dolar Amerika, karena sudah terkenal dan dijadikan patokan, dituliskan dalam bentuk lambang dan angka.
Contoh US$ 1.000 US$ 3,5 juta
Mata uang negara lain dituliskan seperti contoh berikut:
1.000 riyal 450 rupe 56 peso Filipina

J. Penulisan Nama Negara

Penulisan nama negara berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.

K. Penulisan Nama Kota di Negara Asing

Penulisan nama kota di negara asing sesuai dengan nama aslinya, misalnya New York, Geneva, Kuala Lumpur, Hong Kong.

Tata Kata

A. Pilihan Kata (Diksi)

Dalam menulis berita, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal, atau barang, harus diperhatikan. Kata yang tidak tepat dalam konteks kalimat tertentu akan mempunyai makna yang berbeda, yang tidak sesuai dengan maksud penulisnya. Hal ini juga akan menimbulkan salah penafsiran. Perhatikan contoh kalimat berikut.

Kita tahu bahwa mereka yang bekerja di luar negeri itu rentan terhadap perlindungan hukumnya.

Kata rentan memiliki makna mudah terkena penyakit, peka (mudah merasa). Kata tersebut memiliki sifat negatif, misalnya rentan terhadap bahaya kebakaran, rentan terhadap penyakit. Adapun pada kalimat tersebut kata rentan dipasangkan dengan kata perlindungan hukum yang bermakna positif. Dengan demikian, penggunaan kata rentan dalam kalimat tersebut tidak tepat. Perbaikan atas kalimat tersebut adalah sebagai berikut.

Kita tahu bahwa perlindungan hukum bagi mereka yang bekerja di luar negeri itu minim.

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis. Untuk mencapai ketepatan pilihan kata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

  1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Kata denotatif dan konotatif dibedakan berdasarkan maknanya. Kata konotatif memiliki makna tambahan atau nilai rasa. Jika kita dihadapkan pada dua kata yang mempunyai makna mirip, kita harus menetapkan salah satu yang paling tepat untuk mencapai suatu maksud. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkan, kita harus memilih kata denotatif; kalau kita menghendaki reaksi emosional tertentu, kita mempergunakan kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya.
  2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Penulis harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya sehingga tidak timbul salah interpretasi.
  3. Bedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
  4. Gunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.
  5. Perhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.

B. Hindari Pola Sirkumlokusi

Yang dimaksud dengan pola sirkumlokusi adalah definisi yang mengulang kata yang dibatasi atau mengulang gagasan yang sama, yaitu sinonimnya, dalam definiensnya. Contoh: Sebab-sebab peperangan adalah faktor-faktor yang menyebabkan konflik bersenjata. Kata sebab sama maknanya dengan faktor. Dengan demikian, kita tidak keluar dari persoalan yang seharusnya dijelaskan atau dibatasi pengertiannya. Contoh lain: Psikolog adalah seorang yang memiliki profesi dalam bidang psikologi. Dengan batasan itu kita sebenarnya sama sekali tidak memberikan jawaban.

C. Hindari Repetisi yang Tidak Perlu

Perhatikan kalimat berikut.

1. Entah, akankah Masitoh akan kembali sehat dan ceria, seperti dulu.
Ada dua kata akan dalam kalimat tersebut yang sifatnya pengulangan yang tidak perlu. Bila salah satu dihapus, kalimat tersebut tidak akan berubah makna.

Jadi, perbaikan kalimat (1) adalah sebagai berikut.

1a. Entah, akankah Masitoh kembali sehat dan ceria, seperti dulu.

1b. Entah, apakah Masitoh akan kembali sehat dan ceria, seperti dulu.

2. Kerusuhan Mei hanya sebagai titik picu dari kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia.

Perbaikan kalimat (2) adalah sebagai berikut.

2a. Kerusuhan Mei hanya sebagai titik picu dari rentetan kejadian di Indonesia.

2b. Kerusuhan Mei hanya sebagai titik picu dari kejadian-kejadian di Indonesia.

D. Tidak Menggunakan Bahasa Artifisial

Bahasa jurnalistik bukanlah bahasa sastra; bukan bahasa puisi. Dalam jurnalistik yang lebih ditekankan adalah apa yang ditulis, bukan bagaimana seseorang menuliskan sesuatu. Karena itu kita sebaiknya menghindari penggunaan bahasa artifisial. Yang dimaksud bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan sesuatu maksud. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung, tak perlu disembunyikan.

Contoh bahasa artifisial:

Saat itu, malam bergerak menuju pagi. Langit baru saja berhenti melepaskan hujannya.

Kalimat tersebut bisa diubah seperti berikut.
Saat itu menjelang pagi, hujan baru saja reda.

Contoh lain:

Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh.

Contoh kalimat di atas bisa diubah sebagai berikut.

Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.

E. Hindari Ungkapan Usang

Tidak menggunakan ungkapan yang sudah usang, terutama dalam mengungkapkan hal-hal kontemporer.

F. Hindari Bentuk Mubazir

Bentuk yang mubazir atau disebut juga pleonasme, yakni penggunaan kata-kata yang lebih dari yang diperlukan. Bentuk yang mubazir itu, bila dihilangkan salah satu unsurnya, maknanya tetap utuh. Berikut sejumlah contoh pleonasme.

1. Lembaga ini didirikan hanya untuk mengantisipasi kerusuhan Mei saja.

Perbaikan:

1a. Lembaga ini didirikan hanya untuk mengantisipasi kerusuhan Mei.
1b. Lembaga ini didirikan untuk mengantisipasi kerusuhan Mei saja?

2. Banyak orang-orang menunggu bus di tepi jalan.
Perbaikan:
2a. Banyak orang menunggu bus di tepi jalan.
2b. Orang-orang menunggu bus di tepi jalan.

3. Gadis itu sangat cantik sekali.
Perbaikan:
3a. Gadis itu sangat cantik.
3b. Gadis itu cantik sekali.

4. Para hadirin dipersilakan masuk.

Perbaikan:
4a. Hadirin dipersilakan masuk.

5. Pabrik-pabrik yang besar-besar telah dibangun di negara itu.
Perbaikan:
5a. Pabrik yang besar-besar telah dibangun di negara itu.

6. Sejumlah guru-guru dari Cirebon berunjuk rasa di DPR.
Perbaikan:
6a. Sejumlah guru dari Cirebon berunjuk rasa di DPR.

7. Masalah-masalah yang pelik-pelik sudah dibicarakan oleh peserta kongres.
Perbaikan:
7a. Masalah yang pelik-pelik sudah dibicarakan oleh peserta kongres.

8. Tentara dan gerilyawan saling tembak-menembak di tepi hutan.
Perbaikan:
8a. Tentara dan gerilyawan saling menembak di tepi hutan.
8b. Tentara dan gerilyawan tembak-menembak di tepi hutan.

9. Bahasa adalah merupakan sarana komunikasi yang sangat penting.
Perbaikan:
9a. Bahasa adalah sarana komunikasi yang sangat penting.
9b. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat penting.

10. Kita harus menjaga kebersihan agar supaya terhindar dari penyakit.
Perbaikan:
10a. Kita harus menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit.
10b. Kita harus menjaga kebersihan supaya terhindar dari penyakit.

11. Semua itu dilakukan demi untuk masa depannya.
Perbaikan:

11a. Semua itu dilakukan demi masa depannya.

11b. Semua itu dilakukan untuk masa depannya.

12. Tarian yang dipentaskan itu adalah tari oleg, yang mengisahkan pertemuan sepasang kumbang di sebuah taman lalu kemudian saling bersukaan.

Perbaikan:
12a. Tarian yang dipentaskan itu adalah tari oleg, yang mengisahkan pertemuan sepasang kumbang di sebuah taman kemudian saling bersukaan.

12b. Tarian yang dipentaskan itu adalah tari oleg, yang mengisahkan pertemuan sepasang kumbang di sebuah taman lalu saling bersukaan.
13. Ini, mungkin, disebabkan karena ia juga sangat menyukai buku karya Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja.

Perbaikan:

13a. Ini, mungkin, karena ia juga sangat menyukai buku karya Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja.

G. Perhatikan Kata Baku dan Tidak Baku
Berikut beberapa contoh kata tidak baku yang sering kita temui di media massa.

Tata Kalimat


A. Hindari Kesalahan Kalimat "Subyek Berkata Depan"

Perhatikan kalimat di bawah ini.
Meski demikian, anehnya, di kalangan masyarakat secara tidak sadar mengidolakan militer dengan mengenakan atributnya.

Kesalahan pada kalimat di atas berkaitan dengan pengisi fungsi subyek. Subyek yang dimaksud oleh penulis dalam kalimat tersebut adalah frasa di kalangan masyarakat secara tidak sadar. Frasa tersebut tersebut bukan frasa benda, tapi frasa berkata depan yang tidak bisa mengisi fungsi subyek. Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut.

Meski demikian, anehnya, masyarakat secara tidak sadar mengidolakan militer dengan mengenakan atributnya.

B. Hindari Kalimat yang Rancu
Perhatikan kalimat berikut.

Meskipun presiden punya agenda besar soal demiliterisasi politik dan penegakan hak asasi tetapi itu tidak dengan mudah menuntaskan persoalan kekerasan atau militerisme di Indonesia.

Penggunaan pasangan meskipun...tetapi pada kalimat tersebut akan menimbulkan kerancuan pikiran. Kata meskipun menyatakan ‘alahan’, sedangkan kata tetapi menyatakan ‘perlawanan’. Penggabungan kedua kata penghubung itu dalam satu kalimat tentulah menimbulkan hubungan pikiran yang tidak logis. Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut.

Presiden punya agenda besar soal demiliterisasi politik dan penegakan hak asasi tetapi itu tidak dengan mudah menuntaskan persoalan kekerasan atau militerisme di Indonesia.

Meskipun presiden punya agenda besar soal demiliterisasi politik dan penegakan hak asasi, itu tidak dengan mudah menuntaskan persoalan kekerasan atau militerisme di Indonesia.

Contoh lain kalimat yang tidak nalar:

1. Iring-iringan jenazah itu berjalan menuju tempat pemakaman.

    1. Minuman ini bisa menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah.
    2. Dokter berusaha keras menyembuhkan penyakit pasiennya walaupun tampaknya usaha itu akan sia-sia.
    3. Massa melempari batu rumah itu.
    4. Yang sudah selesai mengerjakan soal harap dikumpulkan.
    5. Persoalan itu ingin saya selesaikan sekarang juga.
    6. Karena sering tidak masuk sekolah, kepala SMA itu terpaksa mengeluarkan siswa tersebut dari sekolahnya.
    7. Penyerang andalan Persib Bandung, Sutiono, mengecoh gawang Persebaya yang dijaga M. Afif dan menciptakan gol tunggal untuk timnya.
    8. Enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan berhasil ditangkap penduduk.
    9. Ia juga memastikan, polisi telah menangkap orang yang salah.

 

Perbaikan:

Ketidaknalaran pada kalimat (1) terletak pada frasa iring-iringan jenazah. Jenazah tidak bisa berjalan beriring-iringan. Tentu yang dimaksud adalah pengantar jenazah atau pelayat. Perbaikannya adalah sebagai berikut.

1a. Iring-iringan pengantar jenazah itu berjalan menuju tempat pemakaman.

Pada kalimat (2) yang dihilangkan ialah sariawan dan panas dalam. Adapun hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah bukan untuk dihilangkan, melainkan disembuhkan. Perbaikan kalimat (2) adalah sebagai berikut.

2a. Minuman ini bisa menghilangkan sariawan, panas dalam, dan mengobati hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah.

Pada kalimat (3) tentu yang dimaksud oleh penulisnya adalah menyembuhkan pasien, bukan menyembuhkan penyakit, sehingga kalimat tersebut menjadi:

3a. Dokter berusaha keras menyembuhkan pasiennya walaupun tampaknya usaha itu akan sia-sia.

(3b) Dokter berusaha keras membasmi penyakit pasiennya walaupun tampaknya usaha itu akan sia-sia.

Pada kalimat (4) perhatikan frasa melempari batu rumah. Kalau dikatakan melempari batu, yang menjadi obyek kerja melempar itu ialah batu; padahal, bukan itu yang dimaksud. Tentu, yang dimaksud penulis kalimat tersebut adalah rumah yang dilempari batu. Dengan demikian, kalimat tersebut bisa diperbaiki sebagai berikut.

(4a) Massa melempari rumah itu dengan batu.

Kalimat (5) tidak logis dilihat dari pertalian antara makna dan fungsi kelompok kata yang sudah selesai mengerjakan soal sebagai subyek dengan kelompok kata harap dikumpulkan. Sesuai dengan fungsi dan bentuk kalimat yang dilekatinya, yaitu kalimat pasif, maka subyek tersebut adalah subyek penderita atau subyek yang menjadi sasaran perbuatan yang dinyatakan dalam predikatnya. Berdasarkan itu pula, maka yang sudah selesai mengerjakan soal lah yang dikumpulkan. Padahal, yang dimaksudkan adalah pekerjaannyalah yang dikumpulkan. Dengan demikian, maka bentuk kalimat logisnya adalah:

(5a) Yang sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan hasil pekerjaannya.

(5b) Pekerjaan yang sudah selesai harap dikumpulkan.

Ketidaklogisan kalimat (6) terletak pada pertalian antara makna dan fungsi kata persoalan itu dan ingin saya selesaikan. Siapakah yang mempunyai keinginan untuk selesai? Persoalan atau saya? Dilihat dari makna leksikalnya, maka saya lah yang mempunyai keinginan, bukan persoalan. Karena itulah, kalimat (6) seharusnya berbunyi:

(6a) Saya ingin menyelesaikan persoalan itu sekarang juga.

(6b) Persoalan itu akan saya selesaikan sekarang juga.

Subyek anak kalimat pada kalimat (7) tidak ada, sementara subyek induk kalimatnya adalah kepala SMA. Jadi, yang sering tidak masuk sekolah dalam kalimat itu adalah kepala SMA. Menurut kaidah bahasa Indonesia, jika dalam anak kalimat tidak terdapat subyek, subyeknya sama dengan subyek induk kalimat. Perbaikan kalimat (7) adalah sebagai berikut.

(7a) Karena sering tidak masuk sekolah, siswa tersebut terpaksa dikeluarkan dari sekolahnya oleh kepala SMA tersebut.

Pada kalimat (8) terdapat kata mengecoh yang artinya ‘menipu’ atau ‘memperdayakan’. Gawang adalah benda mati yang tidak dapat dikecoh. Yang dikecoh oleh Sutiono, penyerang andalan Persib Bandung itu, bukan gawang melainkan penjaga gawangnya, M. Afif. Jadi, kalimat di atas itu harus diubah susunan katanya menjadi:

(8a) Penyerang andalan Persib Bandung, Sutiono, mengecoh penjaga gawang Persebaya, M. Afif, dan menciptakan gol tunggal untuk timnya.

Ketidaklogisan yang terdapat pada kalimat (9) terletak pada pertalian makna enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan dengan makna berhasil ditangkap penduduk. Betulkah enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan merasa berhasil ditangkap penduduk? Tentu tidak. Tertangkapnya enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan tersebut bukanlah suatu keberhasilan bagi enam remaja tanggung, melainkan suatu keberhasilan bagi penduduk yang memang berusaha menangkapnya. Sehubungan dengan itu, maka bentuk kalimat logisnya adalah:

(9a) Penduduk berhasil menangkap enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan.

(9b) Enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan bisa ditangkap penduduk.

(9c) Enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan telah ditangkap penduduk.

Pada kalimat (10), terdapat keterangan orang yang salah yang bisa menimbulkan salah penafsiran. Kalimat tersebut bisa bermakna polisi menangkap orang yang berbuat salah, atau polisi melakukan kesalahan dalam menangkap orang. Jika yang dimaksud adalah polisi yang melakukan kesalahan, kalimat (10) diperbaiki sebagai berikut.

(10a) Ia juga memastikan, polisi telah salah menangkap orang.

(10b) Ia juga memastikan, polisi salah tangkap.

Kembali ke halaman atas
kembali ke halaman sebelumnya

1