Gudang

[ home ] [ aku ] [ myfavorites ] [ album ] [ rohani ] [ guestbook ]

 

Cinta yang mekar ditengah persahabatan

November, Selasa 06 2001 -- 22:05 WIB --
Katanya hanya teman biasa, tapi kok cemburu sih waktu dia ngapelin calon pacarnya? Ada feeling juga, ya? Atau cinta platonis? Tidak usah malu mengakuinya. Bukan hanya kamu kok yang pernah naksir sama sahabat sendiri. Hal ini sering terjadi pada setiap cowok yang menjalin persahabatan dengan cewek, atau sebaliknya.

Ngomong-ngomong, kenapa tidak pacaran saja? "Dilema! Dia baik sih, tapi kami nggak mungkin pacaran. Dia teman saya yang paling baik. Swear, kami nggak punya perasaan apa-apa kok!," kata seorang cewek yang ditanyai, di Jakarta. Kenapa begitu susah ya?

Seperti hukum aksi-reaksi Newton, setiap sebab, selalu ada akibatnya. Setiap perbuatan, akan ada imbalannya. Memang tidak selalu buruk, tetapi juga tidak selalu baik. Demikian pula dalam sebuah hubungan, kalau kamu berlaku sebagai sahabat, maka kamu akan mendapat imbalan perlakuan sebagai seorang sahabat.

Sebaliknya, kalau kamu memposisikan diri sebagai pacar, maka dia -mungkin- akan memperlakukan kamu sebagai seorang pacar. Tapi semua itu relatif, tergantung dari sudut mana kamu melihatnya. Tergantung dari cara kamu memperlakukan dia, mood dan situasi yang terbentuk di antara kalian.

Sebelum membuat keputusan, mari kita berpikir logis. Kalau kamu berpikir persahabatan jauh lebih penting dari asmara, maka kamu harus rela membuang perasaaan cinta yang sangat dalam kepada dia. Kamu juga harus rela melihat dia berjalan bergandengan dengan orang lain. Silakan mengurut dada waktu melihat dia memeluk atau dipeluk, atau bahkan ketika dia mencium (atau dicium) pacarnya.

Kamu harus rela hanya menjadi "keranjang sampah" atau tempat mengadu ketika dia sendu. Bisa dimengerti bila kamu merasa sebagai orang paling mengerti perasaannya, apalagi bila hubungan persahabatan kalian sudah berjalan lama. Tapi ingat, begitu dia memiliki pacar, maka posisi kamu tak lebih dari seorang teman. Sekali lagi, kamu hanya "keranjang sampah" baginya.

Kalau kamu ingin mempertahankan persahabatan, maka kamu juga harus siap menerima kenyataan bahwa hubungan kamu dan dia tidak akan berkembang lebih lanjut, atau stagnan atau jalan ditempat alias "segitu-gitu" saja. Lebih buruk lagi, bisa jadi dia akan mengurangi intensitas jalan bareng atau berkunjung ke rumah kamu karena harus ngapel dulu.

Tapi, apa yang akan terjadi kalau kamu dan dia "jadian"? Sayangnya, tidak ada jaminan kisah asmara yang lahir akan mengesankan seperti yang dibayangkan sebelumnya. Sebaliknya, kamu harus siap-siap kehilangan tempat "curhat" bila ada masalah soal asmara. Bayangkan kepada siapa kamu harus mengadu kalau sedang marahan dengan dia -sahabat yang akan menjadi pacarmu itu-?

Lebih bingung lagi, kamu tidak bisa bebas berlari dan sembunyi bila sedang benci atau tidak mood bicara dengan pacar yang dulu sahabat kamu itu. Kenapa? Karena sebelum menjadi pacar, kalian sudah memiliki ikatan yang kuat, yakni sebuah persahabatan. Kalau dulu, kamu bisa menganggap cuek semua yang terjadi di antara kalian -"elo-elo, gue-gue"-, maka -mau tidak mau- kamu harus mulai berbagi semuanya.

Kamu juga nggak bisa lagi minta saran kalau ada orang lain -yang lebih oke dari dia- naksir kamu. Bisa-bisa, kamu sendiri yang repot: kehilangan sahabat, sekaligus pacar. Iya kan? Meski begitu, keputusan tetap ada di tangan kamu. Seperti judul lagu, listen to your heart itu penting. Dan, perlu diketahui bahwa cinta itu adalah anugerah. Good luck, guys!

Buat yang masih jomblo

Juli, Senin 30 2001 -- 16:30 WIB --
Cowok adalah sosok mahluk yang diciptakan untuk selalu optimis. Termasuk masalah jodoh dalam rangka ngedapetin
pasangan hidup. Mungkin cerita-cerita di bawah ini bisa jadi bahan pemikiran buat cowok-cowok yang mo ngomong sama si cewek yang udah lama diincer. Yang penting... diingetin aja kalo cowok harus selalu optimis. OK ....

Roni  : Aku suka sama kamu, Rin ....Aku pengin kamu jadi pacarku.
Rina  : (Malu-malu) Aku juga suka sama kamu, Ron.
Artinya - Jelas si Rina suka sama si Roni, sampe
ngomong terus terang gitu.

Hendro : Nov, Aku bener-bener suka sama kamu. Aku pengin kita bisa jalan bareng.
Novi   : Kaya'nya kita lebih baik temenan aja,dech. Kita khan udah lama temenan.
Artinya - Novi pun sebenarnya suka sama si Hendro. Status "teman" hanya buat alasan aja buat si Novi biar bisa deket terus sama si Hendro.

Andri  : Aku ngerasa cocok jalan sama kamu. Mau ngga'
jadi pacarku, Wen ?
Wenny  : Jangan sekarang deh .... Aku pengin konsentrasi study-ku dulu
Artinya - Wenny suka sama si Andri, jawaban yang nggantung dan ngambang kaya' gitu maksudnya biar Andri penasaran dan tetep "stay around" si Wenny. Dengan gitu khan mereka bisa tetep deket. Andaikan si Wenny nggak suka, pasti ngomong
terus terang sama Andri.

Roy : Kamu cakep dech, Lia ... Aku pengin pacaran sama
kamu ....
Lia : Terus terang ya, Roy  ... Aku nggak suka sama kamu. Aku benci sama kamu. Kamu egois, Kamu bau, Kamu urakan, kamu cowok males ! Pokoknya aku benciii sama kamu !!!
Artinya - Perhatian Lia gedhe sama Budi. Lia tau semua
sifat-sifat Roy, sampe baunya segala. Ngga' banyak cewek yang perhatian kaya' gitu. Dan sangat mungkin itu  artinya Lia aslinya suka sama Roy.

Indra  : Aku udah lama merhatiin kamu, Yen ... Aku suka en sayang banget sama kamu ...
Yenni  : (Tertawa lepas) Haa..ha..uahaaa..ha.. Lucu kamu, Dra!
Artinya - Betapa gembiranya Yenni mendengar ucapan Indra. Ekspresi tawa bahagia tiada tara. Jelas banget si Yenni suka sama sama si Indra, sampe dibilang kalo Indra lucu segala.

Yanto : Ria, ...Mau ngga' jadi pacarku ?
Ria   : Plak !! Plak !! (Ria "menyentuh" pipi si Yanto)
Artinya - Yanto spesial buat Ria. "Sentuhan" tangan Ria ke pipi Yanto (sampe 2 X bahkan, ninggalin bekas merah lagi) adalah sentuhan yang ngga' semua cowok bisa ngerasain. Peluang besar buat Yanto bahwa Ria suka sama dia.

Bimo  : Win, Wina ... Aku suka banget sama kamu. Pacaran Yuk ...
Wina  : Janc....!! ( sorry sensor , misuh.... ), Aku iki lanang, Mo ! Aku koncomu, WinaRNO !!! Eling, ....eling ... Aku WinaRNO..!!
Artinya - Wina seneng sama Bimo. Masa' sampe ngaku-ngaku cowok segala. Ngotot lagi..! Wina ngaku cowok khan biar selalu bisa santai dan deket sama Bimo.

Jadi jawaban apapun yang nantinya diberikan sama si cewek,... peluang selalu ada dan ngga' pernah ketutup. So .. Tetap  Semangat

Pacaran

Juli, Senin 30 2001 -- 17:42 WIB --
Cinta itu membuat sesuatu tampak lebih indah. Kenyataannya tidak selamanya, setidak-tidaknya yang terjadi pada diriku sekali ini. Cinta malah membuatku menjadi gusar, marah, sedih .. ah, yang pahit- pahit, lah ! Segala sesuatu yang seharusnya tampak berbunga-bunga, kini malahan menjadi kelabu.

Ini terjadi semenjak aku menganal seorang gadis teman kuliahku. Orangnya sederhana saja. Hanya saja, dari pengamatanku selama ini, aku melihat ia memiliki keistimewaan dan nilai lebih dibandingkan wanita lain yang pernah kutemui. Wajahnya yang teduh, cara berbicara yang lembut dan berwibawa, serta kepribadiannya yang menawan membuat aku terpana. Aku benar-benar mengaguminya dan kurasa aku telah jatuh cinta padanya.

Pernah sekali kucoba untuk berbicara serius dengan wanita idamanku itu. Tapi, setiap kali aku ingin menyusun kata-kata, di situ pula pikiranku menjadi buntu. Dan tampaknya ia memahami kesulitanku tadi. Akh ... entahlah, aku tak tahu apa yang harus kuperbuat. Terkadang kucoba untuk melupakannya, namun semakin kucoba melupakannya aku malah semakin mengingatnya.

Sebenarnya bukan jatuh cinta yang membuatku jadi begitu. Sudah berulangkali aku mengalaminya dan tak satu pun yang
membuatku gelisah. Tapi semuanya disebabkan oleh prinsip-prinsip yang selama ini aku pegang. Cinta tak selamanya harus memiliki. Cinta itu memberi tanpa harap menerima. Cinta itu hanya dapat dirasakan dan tak dapat dinyatakan. Semua itu adalah sebagian prinsip yang selama ini aku tegakkan setiap kali orang frustasi bertanya kepadaku tentang cinta. Tapi, ketika aku frustasi kini, tak satupum prinsip-prinsip itu dapat aku terima untuk mengobati hatiku yang malang ini.

Aku ingin menyatakan cintaku. Aku ingin memilihnya sebagai orang yang selalu mendampingiku di setiap suka dan duka.

"Pacaran itu dosa, lho!" ujar seorang teman yang kupercayai  kredibilitas keagamaanya. Ucapan itu membuatku semakin gundah. Di satu sisi aku ingin memprotesnya, tapi di sisi lain aku sangat cinta kepada Islam yang selama ini aku perjuangkan,   "Bukankah Allah-lah yang sepatutnya kita cintai ?" ujar temanku itu mengulangi perkataan yang dulu pernah aku lontarkan di setiap diskusi tentang iman. Itu membuatku malu pada diriku sendiri dan benci pada cinta ini. Tak ada pilihan lain. Aku harus menemui Pak Kiai untuk menemukan jawaban yang tak kunjung kudapat. Masalah ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Kulangkahkan kakiku melintasi jalan setapak yang telah setahun tak pernah kuinjak. Sunyinya jalan itu membuat aku terus memikirkan yang telah terjadi.

Setiap belokan membuatku mendesah seraya menyesali diri. Tak adakah hal lain yang dapat kupikirkan selain cinta dan cinta ?

Sebenarnya aku sangat ngeri meminta nasihat dari Pak Kiai yang setiap perkataannya selalu membuat telingaku memerah. Kata-katanya tak pernah lembut, seringkali kasar dan tidak sopan. Tak peduli apakah yang datang kepadanya seorang pejabat, bandit, atau orang yang sedang susah. Ia selalu memuntahkan kata-kata dengan intonasi, kosakata,  volume suara, dan koefisien kekasaran yang tak berbeda. Baginya semua manusia sama. Dia pun tak sungkan untuk diprotes meski oleh orang bergelimang dosa sekalipun. Mungkin hal itulah yang menyebabkan aku selalu menaruh kepercayaan yang besar akan keikhlasannya membimbing  umat. Apalagi setiap kali aku berbicara kepadanya, selalu ada saja hal-hal baru yang dapat aku bawa pulang.

"Mau apa kau ke sini ?" tanya Pak Kiai memulai kebiasaanya: kasar.  "Aku sedang jatuh cinta, Pak Kiai!" jawabku langsung ke pokok permasalahan sebab aku tahu Pak Kiai tak suka basa-basi.

"Baguslah kalau begitu. Itu tandanya kau masih manusia."  "Tapi, Pak Kiai, aku jatuh cinta pada seorang wanita. Bagaimana itu Pak? Apa yang harus kulakukan?"

"Bayangkanlah kalau kau jatuh cinta pada seorang pria. Kenapa kau merasa gelisah sekali dengan mencintai seorang wanita? Apakah ia wanita yang nggak beres?"

"Oh, tidak! Dia wanita baik-baik. Baiiik sekali. Dia menjalankan agamanya dengan sepenuh hati. Dia cukup membatasi pergaulannya dengan setiap lelaki.

"Yah, itulah yang mungkin menjadi masalah padaku. Coba kalau dia itu wanita yang nggak beres, tentu masalahnya tak serumit ini."

"Kau bodoh. Seharusnya kau bahagia mencintai wanita seperti itu. Coba bayangkan kalau kau mencintai wanita slebor. Hatimu akan terus sibuk memikirkan setiap tingkah lakunya. Kau akan merasakan cemburu, sakit hati, membenci, dendam, bisa-bisa kau gila. Pikiranmu akan terus tersita dengan wanita seperti itu. Kapan lagi kau mau ingat Allah?  Bukankah mencintai wanita yang sholeh membuatmu sadar untuk bertindak seperti orang yang kau cintai?"

"Benar, Pak! Lalu, apakah aku boleh berpacaran dengannya? Aku merasa tidak puas hanya dengan berteman dengannya. Perlu Pak Kiai ketahui bahwa banyak orang mengatakan bahwa pacaran itu haram karena dengan pacaran hati kita akan sibuk mengingat kekasih kita sehingga kita lalai dari mengingat Allah.

Bagaimana pula kalau dengan pacaran malah mebuat kita semakin ingat dengan Allah?"

Pak Kiai diam sejenak. Dahinya yang hitam mengkerut seolah memikirkan sesuatu yang sangat berat. Matanya sesekali memandang ke arahku dengan tajam.

"Maaf Nak! Aku sudah tua. Banyak sekali hal-hal yang sudah aku lupakan. Tolong kau jelaskan kepadaku apa yang kau maksud dengan pacaran. Setahuku, kata itu belum pernah aku jumpai di kitab fikih manapun sehingga dapat ditentukan halal haramnya. Sudah kuingat-ingat pula segala ilmu tasawuf, juga kata itu tak kutemukan di sana. Berikanlah gambaran kepadaku tentang pacaran agar aku dapat menentukan hukumnya!"

"Begini, Pak! Pacaran itu diawali dengan suatu perjanjian untuk saling mengenal satu sama lainnya, terus dari kenalan tadi diharapkan masing-masing pihak dapat saling memahami pasangannya, terus ...",  tiba-tiba saja aku merasa buntu. Aku coba mencari penjelasan yang tepat tentang pacaran, tapi aku tak tahu. Ternyata, pacaran yang selama ini aku inginkan tak pernah kutahu apa maknanya.

Melihat yang ditanya kebingungan, Pak Kiai coba membantu, "Apa saja yang dilakukan orang ketika pacaran?"  "Banyak, Pak! Ada yang ngobrol-ngobrol kadang tak tentu arah, sering-sering menelpon pacarnya, ada yang suka pergi berdua-duaan dan ... yah begitulah.

Pak Kiai saya kira juga tahu. Tapi, tunggu dulu Pak Kiai, yang akan kulakukan bukan seperti itu. Aku akan membicarakan dengannya masalah agama, saling menjaga diri dengan saling mengingatkan bila berbuat khilaf, pokoknya yang Islami-lah Pak," sahutku.

"Ooh, begitu. Lalu apa bedanya dengan berteman? Kau kira kau tidak punya kewajiban seperti itu terhadap seorang teman? Kau kira kepada teman kau boleh berlaku tak Islami?"

"Coba aku tanyakan kepadamu, apakah kekuatan perjanjian itu sehingga tak dapat memisahkan pemilikan satu dengan lainnya? Apakah kau mengatasnamakan Allah dalam perjanjian tadi? Mengapa tak sekalian nikah saja? Khan dengan nikah kau bahkan lebih leluasa lagi. Tak seorang laki-laki pun berhak memiliki seorang wanita tanpa melalui nikah. Bahkan ayahnya sendiri yang membesarkan dan memberi makan serta pendidikan kepadanya. Sampai- sampai si ayah pun tak berhak memaksa anak wanitanya menikahi pria yang bukan pilihan sang anak. Itulah yang Islami!"" ucap Pak Kiai dengan cepat bagai rentetan peluru.

"Lalu apa yang sudah kau berikan padanya sampai-sampai kau ingin memilikinya? Lebih baik kau tunjukkan rasa cintamu dengan tanggung jawab sebagai seorang sahabat yang Islami. Biarkan cinta bersemi dalam hatimu karena itu anugerah Allah yang harus kau syukuri, bukan ingkari. Cinta itu amanat Allah, maka jangan kau khianati. Pacaran yang kau maksud sebenarnya hanya kata tanpa makna yang akan menjerumuskan orang pada penghalalan zina dalam dirinya. Kau mungkin sakit hati mendengar perkataanku ini, tapi apa artinya menyenangkan hatimu kalau yang kusampaikan itu akan menjerumuskanmu dan membuatmu menyesal kelak."

Aku terdiam tak tahu harus berkata apa. Kurasakan lidahku kelu untuk mengucapkan sesuatu.

"Sudahlah, kalau kau ingin pacaran juga, silakan saja, aku tak berhak memaksa. Aku hanya ingin kau berpikiran dewasa dan tidak menghabiskan waktumu untuk sesuatu yang kau sendiri tak tahu manfaatnya."

next ::

1