check@bimamail.com
Wed, 10 Jun 1998
Netter yang budiman
Sebelumnya saya mengucapkan selamat datang pada rubrik
"Indonesia-View". Semoga bisa menjadi Moderator yang baik dan
berguna
bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan adanya Indonesia-View,
akan
bisa menjadi media alternatif untuk perkembangan demokrasi di
Indonesia.
Indonesia-View, hendaknya tidak segan-segan menghantam dan menguliti
pihak-pihak yang anti reformasi di Indonesia, koruptor, manipulator,
atau selebaran terbuka yang bernama Majalah Gatra, tentunya***
Dalam kesempatan ini saya ingin mengajak saudara-saudara untuk
memboikot
dan tidak lagi membeli majalah mingguan yang bernama "GATRA".
Kapan
perlu majalah ini didemo dan dibakar di depan kantor redaksinya.
Karena
isinya hanya menipu rakyat dan cenderung memutar balikan fakta.
Walau
pun Soeharto sudah turun, majalah ini tetap berpihak pada Soeharto.
Dari penelitian saya, ternyata majalah ini adalah milik Soeharto,
bajingan tua yang tersungkur dari kursi kekuasaannya 21 Mei
lalu. Gatra
sahamnya milik Bob Hasan, kaki tangan Soeharto melalui PT. EMI.
Dan
yang lebih menyedihkan majalah ini telah menjadi alat untuk
membela
kepentingan Soeharto, walau pun Soherato sudah lengser dari
tahtanya.
Jadi majalah ini tidak pantas dibaca. Majalah ini dulunya juga
termasuk
anti-reformasi dan cenderung menghantam gerakan mahasiswa.
Untuk
menutup dosanya, Gatra coba mengangkat Amien Rais sebagai tokoh
reformasi. Tapi, upaya untuk membersihkan dosa ini, gagal.
Majalah ini
tidak laku dan menumpuk dipasaran.
Yang lebih memedihkan perasaan kami, dalam edisi terbarunya,
Gatra coba
memutarbalikan fakta. Ia coba serang habis dua orang anak manusia
yang
kebetulan anggota polisi. Padahal, sampai saat ini belum ada
satu bukti
bahwa kedua polisi itu yang menembak mati empat mahasiswa Trisakti
itu.
Gatra dengan judulnya, ingin memberi kesan memang kedua polisi
itulah
yang membunuh mahasiswa.
Padahal, dua orang perwira Brimod itu disidangkan bukan karena
menembak
mahasiswa, tapi tidak mematuhi prosedur dalam penanganan huru-hara.
Siapa sebenarnya yang membunuh mahasiswa, hingga kini belum
diketahui.
Gatra tidak hanya menyerang Polri, tapi juga menyerang Buyung
Nasution
dan kawan-kawan-kawan yang coba mencari bukti-bukti material
tentang
siapa sebenarnya pembunuh empat mahasiswa Trisakti itu. Gatra
ingin
Buyung tidak membela polisi.
Amran Naustion yang kini menjadi Redaktur Pelaksana Gatra adalah
tangan
kanan Mayjen Prabowo Subianto mantan Panglima Kostrad. Ia juga
dikenal
sangat erat dengan mantan Danjen Kopassus Muchdi. Telah lama
Amran
dibina dan dapat honor dari kedua jenderal di atas. Juga fasilitas
mobil
dan rumah. Amran juga pernah dapat tugas menginteli Xanana Gusmao,
tokoh
pejuang Timtim dalam LP Cipinang.
Sementara itu, tujuan Amran dan kawan-kawan memutarbalikan fakta
dengan
cara menghancurkan Polri adalah untuk melindungi keterlibatan
Kostrad
dan Kopassus, yang saat itu dipimpin oleh kawannya (Prabowo
dan Muchdi).
Padahal semua mahasiswa kalau ditanya, tak percaya kalau yang
menembak
empat mahasiswa Trisakti itu adalah polisi. Yang menembak mahasiswa
adalah oknum-oknum Kostrad dan Kopassus yang memakai baju Brimod.
Sementara itu, sehari sebelum Soeharto menyerahkan jabatanya
pada
Habibie. Fadlizon, Amran Nasution (wartawan Gatra), Winarno
Zain
(kolomnis Gatra), Dim Syamsudiin, dan Jimly Ashshidiqie, mengadakan
rapat di Jln. Suwiryo 6, Jakarta Pusat. Rapat itu dipimpin oleh
Prabowo
dan Mayor Jendral Muchdi.
Mereka sudah tahu Soeharto akan menyerahkan jabatan pada Habibie.
Agenda
rapat itu: mengantisipasi langkah selanjutnya, untuk membusukkan
kepemimpinan Habibie; yakni dengan jalan melawan gerakan reformasi
total
dengan aksi pendukung fanatik Habibie. Kalau sudah busuk, mereka
berharap Prabowo atas nama tentara bisa mengambilalih kekuasaan.
"Dengan
alasan demi menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa," kata satu
sumber.
Untuk itulah Fadlizon memakai tangan-tangan pemimpin informal
Islam,
semacam Ahmad Sumargono (Ketua KISDI) dan Abdul Qadir Djaelani.
Kedua
orang dai ini, menganggap Prabowo sebagai tokoh yang mampu menye-
lamatkannya. Sehingga banyak aktivis pelajar, mahasiswa maupun
pemuda
muslim, tak suka lagi dengan tindak tanduk kedua orang itu.
Eggy
Sudjana, juga seorang oportunis, yang justru tak disukai kawan-kawan
di
Cides dengan tindak-tanduknya bersama Fadlizon dan Toto Tasmara.
"Mereka menyalahgunakan Islam untuk kepentingan sendiri," kata
seorang
pengurus Cides.
Kepada Saudara Amran Nasution
Kami ingatkan, kalau anda tidak berhenti menjadi alat propaganda
Soeharto atau Prabowo, anda akan berhadapan dengan rakyat. Kami
akan
sebarkan informasi kepada rakyat bahwa majalah anda adalah milik
Soeharto dan jadi alat propanganda Soeharto. Dan kami akan memimpin
pembakaran majalah anda.
Untuk itu kembalilah ke khitah anda sebagai wartawan. Anda tidak
bisa
selamanya menipu rakyat. Dan Gatra yang anda dirikan adalah
di atas
airmata rekan-rekan anda wartawan eks. Tempo telah banyak menipu
rakyat
selama ini. Percayalah, tidak selamanya yang busuk-busuk itu
bisa anda
tutupi. Kami yakin anda adalah manusia, dan bukan binatang.
Salam kami
FORUM MAHASISWA ANTI-PERS PENIPU RAKYAT