[INDONESIA-VIEW] Kompas -- Jaksa Agung Diganti 

check@bimamail.com
Tue, 16 Jun 1998



 
Kompas, Selasa, 16 Juni 1998

Jaksa Agung Diganti

Jakarta, Kompas
Presiden BJ Habibie, Senin (15/6) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No
145/M Tahun 1998 yang memberhentikan Soedjono Chanafiah Atmonegoro
dari jabatan Jaksa Agung. Sebagai pengganti Soedjono, Habibie mengangkat
Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kabanbinkum) ABRI/Oditur Jenderal ABRI,
Mayjen TNI H Andi Muhammad Ghalib (52) sebagai Jaksa Agung
baru.Keputusan Presiden tentang penggantian Jaksa Agung yang terkesan
mendadak itu diumumkan Menteri Negara Sekretaris Negara Akbar Tandjung di
Bina Graha, Senin (15/6). Pelantikan Jaksa Agung akan dilangsungkan di Istana
Negara, Rabu (17/6).

Ditanya apakah penggantian Jaksa Agung ini berkaitan dengan masalah
penelitian kekayaan mantan Presiden Soeharto dan keluarganya, Tandjung
mengatakan, "Tidak ada." Ia juga membantah bahwa penggantian ini dilakukan
karena adanya desakan dari pihak tertentu.

Tandjung mengatakan pula, pengangkatan ini juga bukan didasarkan karena
Ghalib adalah seorang anggota ABRI, sehingga akan lebih bertindak tegas.
"Jadi pengangkatan ini tidak berkaitan dengan hal-hal tersebut," ujarnya.

Ia juga membantah penilaian bahwa pengangkatan ini bersifat tergesa-gesa atau mendadak. "Tidak, ini pergantian
biasa saja, normal, seperti pergantian yang lain-lain," ujarnya.

Menurut Tandjung, Presiden minta agar Jaksa Agung yang lama memberi informasi yang dibutuhkan oleh Jaksa
Agung baru untuk melanjutkan apa yang telah dirintis. "Presiden minta agar Jaksa Agung yang baru menindaklanjuti
langkah-langkah yang sudah ditempuh oleh Jaksa Agung yang lama," ujarnya. Soedjono diangkat Presiden Soeharto
sebagai Jaksa Agung menggantikan Singgih.

Sekitar tiga menit Akbar Tandjung mengumumkan pergantian Jaksa Agung ini. "Pengumuman tidak panjang, kami
mohon pengertian dari saudara-saudara," kata Mensesneg. Ditanya tentang alasan pergantian ini, ia mengatakan,
"Dalam Keppres tersebut tidak disebutkan alasan-alasannya."

Pengumuman ini diberikan setelah Soedjono Atmonegoro dan H Andi Muhammad Ghalib diterima Presiden Habibie
di Bina Graha. Keduanya tidak memberi keterangan kepada wartawan yang menunggu mereka.

Meski Mensesneg menyatakan pergantian Jaksa Agung tidak mendadak, namun pihak Kejaksaan Agung secara
tidak langsung menyatakan keheranannya dengan berita penggantian tersebut. Beberapa staf Kejagung yang sempat
ditanya soal itu, justru balik bertanya soal itu. "Dapat berita dari mana? Kita sendiri belum dengar tentang itu,"
demikian komentar mereka ketika dihubungi kemarin sore. Bahkan, wartawan yang meminta konfirmasi tentang hal ini
kepada Kahumas Kejagung Barman Zahir, tidak memperoleh ketegasan.

Soedjono sendiri yang ditunggu wartawan sejak petang hingga sekitar pukul 19.00 WIB -karena ada informasi bahwa
dia akan mengikuti rapat pimpinan di Kejagung- ternyata tidak muncul. Ketika dihubungi di kediamannya, di bilangan
Pondok Indah, Soedjono juga tidak bersedia menemui wartawan. Di sana, malam itu telah berkumpul beberapa staf
Kejagung, di antaranya Kepala Pusat Operasional Intelijen Kejagung (Kapusopsin), Soedibyo Saleh.

Sekitar pukul 20.00 WIB, Soedibyo keluar menemui para wartawan yang menunggu di gerbang rumah Soedjono. Ia
memberitahukan bahwa Jaksa Agung tidak dapat ditemui malam itu karena lelah. "Sekarang Bapak tidak bisa ditemui,
besok saja pukul 10.00 WIB di kantor," katanya singkat.

Tak mau komentar

Sementara AM Ghalib ketika dihubungi kemarin petang belum bersedia memberi komentar. "Saya 'kan belum dilantik.
Sebaiknya saya tak usah komentar dululah. Lebih baik tunggu sampai pelantikan, biar lebih enak," tuturnya.

Kembali diminta penjelasannya apakah pemberian jabatan baru itu sudah diketahui sebelumnya, Ghalib lagi-lagi
mengelak menjawab. Usai diterima Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto, melalui telepon, bapak beranak
empat itu hanya berucap bahwa kalau jabatan Jaksa Agung benar diembannya, ia akan berupaya melaksanakan
tugasnya itu sebaik mungkin. "Pokoknya, di mana pun saya bertugas saya akan selalu berupaya berbuat yang
terbaik. Tentunya sesuai dengan kemampuan saya," jawabnya singkat.

Menurut beberapa rekan Ghalib, jenderal berbintang dua yang sedang sibuk mengurusi persidangan penembakan
mahasiswa Trisakti di Mahmil II-08, dalam beberapa hari terakhir ini terkesan lebih sibuk dari hari-hari sebelumnya.
Setidaknya dalam pekan lalu dan awal pekan ini, dia sudah dua kali diterima Presiden Habibie dan beberapa kali
diterima Menhankam/Pangab.

Ghalib yang berkiprah di lingkungan militer sejak tahun 1966, begitu lulus dari Sekolah Calon Perwira Wajib Militer
(Secapa Wamil) memulai kariernya di lingkungan intel (Intelstrat atau Badan Intelijen ABRI). Dari sana, ia langsung
melanjutkan pendidikannya ke Akademi Hukum Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer (AHM/PTHM) dan lulus
tahun 1971. "Sejak itulah ia memulai kariernya di bidang hukum," demikian sumber Kompas menambahkan, seperti
diakui Ny Andi Murniati Ghalib, yang menikah dengannya 22 Desember 1969.

Ghalib, kata Ny Andi Murniati Ghalib lagi, sudah bertugas di berbagai daerah. Kelahiran Bone, Sulawesi Selatan 3
Juni 1946 tersebut pernah bertugas di Singapura selama empat tahun (1977-1981). Ia juga pernah menjabat sebagai
Kepala bidang Hukum Kodam (Kakumdam) Bukit Barisan (Sumatera Utara), Kakumdam Jaya, Oditur Militer di
Surabaya, bahkan sempat keluar dari lingkungan militer menjabat sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Selatan selama
2,5 tahun. "Saat itu bapak bahkan sempat merangkap sebagai wali kota dan bupati, masing-masing selama empat
bulan," tutur Ny Andi Murniati Ghalib tanpa merinci lebih jauh.

Ghalib yang kini dikarunia dua cucu, memang tak menduga bahwa karier militernya terus berkembang. "Dari
Ujungpandang, bapak tiba-tiba dipercaya memegang jabatan Oditur Jenderal (Otjen) ABRI pada tahun 1995 lalu,"
tambah istrinya.

Dua tahun mengemban jabatan Otjen ABRI, ia dipercaya memegang jabatan Kepala Badan Pembinaan Hukum
(Kababinkum) ABRI. Saat akan pembentukan Kabinet Pembangunan VII bulan Maret lalu, nama Ghalib sempat
disebut-sebut sejumlah orang sebagai Jaksa Agung. Namun yang terpilih adalah Soedjono.

Kini lulusan Lemhannas KSA IV, yakni seangkatan dengan Menteri Transmigrasi/PPH Hendropriyono itu,
benar-benar dipercaya menjabat sebagai Jaksa Agung. "Ya saya mohon doa restunya saja. Mudah-mudahan saya
bisa melaksanakan tugas seperti yang diharapkan masyarakat," tuturnya kepada Kompas.

Mengejutkan

Bagi praktisi hukum Abdul Hakim Garuda Nusantara, pergantian Jaksa Agung itu terasa mengejutkan. "Berita itu
amat mengejutkan, terlebih di saat Kejaksaan Agung sedang menjadi garda terdepan memerangi korupsi, kolusi, dan
nepotisme," ujar Abdul Hakim.

Sambil terus bertanya-tanya latar belakang penggantian itu, Abdul Hakim berharap, Ghalib bisa makin menunjukkan
independensi Kejaksaan Agung dan membawa Kejaksaan Agung menjadi lebih mandiri. Ghalib juga diharapkan terus
konsisten menanggapi aspirasi masyarakat soal KKN dan terus melakukan verifikasi soal harta kekayaan Soeharto.

Sementara praktisi hukum Amir Syamsuddin menilai, jabatan Jaksa Agung saat ini sangat strategis dibandingkan
sejumlah jabatan lainnya, mengingat tingginya perhatian masyarakat akan keadilan sekarang ini.

Amir mengingatkan, setiap langkah Jaksa Agung sekarang ini bukan hanya dipantau masyarakat di dalam negeri,
tetapi juga dunia internasional. "Langkah-langkah tegas dan penuh keyakinan yang diambil Jaksa Agung akan
menambah kepercayaan masyarakat dan juga dunia internasional terhadap pemerintah saat ini. Insya Allah, rakyat
akan mendukung dia," harapnya. (bb/osd/rie/fan/oki/bdm)
 


1