[INDONESIA-VIEW] Hasil Franfurt = Obat Bius Saja

    Date:  23 Jun
    From:  tahir mustakim <arief81@hotmail.com>
    To:   check@bimamail.com
    Cc:   indonesia_view@hotmail.com
    Subject:   Hasil Franfurt = Obat Bius saja
 

  Hasil perundingan di Franfurt beberapa waktu yang lalu memberikan hasil
  sbb:

  a.  3 tahun grace period untuk bunga pinjaman
  b. Maximum 8 tahun untuk pelunasan.

  Kami berpendapat hasil tersebut sama sekali tidak akan memecahkan
  masalah,  sehingga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
  kepercayaan pasar tidak kunjung pulih.

  Alasan kami berdasarkan perhitungan sederhana sbb:

  1.  Asumsi yang dipergunakan pada saat pengadaan pinjaman saat itu pada
  umumnya adalah :
  - Depresiasi rupiah rata-rata per tahun 5,0%
  - Bunga pinjaman bervariasi antara 4% - 6% pa
  - Pinjaman tersebut dapat roll-over.

  2. Seandainya Nilai tukar akhirnya dapat stabil pada tingkat = Rp.
  6.000/ USD, dilanjutkan dengan :
  - Depresiasi rupiah selanjutnya adalah rata-rata 5,0% per tahun.
  - Bunga pinjaman +/- 6,0% pa

  Maka sampai pada akhir tahun ke 8, jumlah rupiah yang harus disediakan
  adalah = 2,5 kali lebih banyak dari yang di estimasikan pada saat
  Pengadaan Pinjaman !

  3. Seandainya Nilai tukar akhirnya dapat stabil pada tingkat = Rp.
  9.000/USD, dilanjutkan dengan :
  - Depresiasi rupiah selanjutnya adalah rata-rata 5,0% per tahun
  - Bunga pinjaman +/- 6,0% per tahun

  Maka sampai pada akhir tahun ke 8, jumlah rupiah yang harus disediakan
  adalah = 3,75 kali dari yang di estimasikan pada saat Pengadaan Pinjaman
  !

  4. Seandainya Nilai Tukar akhirnya dapat stabil pada tingkat = Rp.
  12.000/ USD, dengan asumsi lain yang sama.

  Maka sampai pada akhir tahun ke 8, jumlah rupiah yang harus disediakan
  adalah = 5 kali dari yang diestimasikan pada saat Pengadaan Pinjaman.

  Kontribusi jumlah kewajiban dalam total pendapatan usaha yang
  dijalankan, sangat tergantung kepada :
  a.  Struktur Pendapatan dan Biaya usaha yang bersangkutan
  b.  Struktur Permodalan, khususnya Debt To Equity Ratio yang terjadi.
  c.  Ratio Return On Investment

  Secara sederhana dapat dinyatakan:

  1. Jika pada awalnya Debt To Equity Ratio adalah :
  Debt/ Equity awal       Kurs Rp. 6000        Kurs 9.000        Kurs
  12.000
   1 : 1 (langka)   menjadi:      2,5 : 1              3,75 : 1
  5,0  : 1
   2 : 1                 menjadi:      5,0 : 1              7,50 : 1
  10,0  : 1
   5 : 1 (Umum )   menjadi:     12,5 : 1           18,75  : 1
  25,0 : 1

  Dengan melihat tingkat kelipatan kewajiban yang akan terjadi, dan
  lingkungan usaha yang kita saksikan bersama saat ini, maka dapat
  dipertanyakan:

  1. Apakah mungkin ada usaha yang mampu memberikan kelipatan hasil
  seperti yang diinginkan ?

  - Mengingat Kenaikkan Harga Produk memiliki keterbatasan dalam kaitannya
  dengan daya beli.

  - Kenaikkan harga yang berlebih akan menurunkan volume jumlah transaksi.

  - Kenaikkan harga pada umumnya hanya untuk mengimbangi kenaikkan harga
  bahan baku, biaya operasi, kenaikkan biaya bunga, dan apabila selisih
  kurs akan diperhitungkan dalam depresiasi maka apakah harga produk akan
  terjangkau ?

  2. Disisi lain, seandainya pun, hal-hal tersebut di atas dapat teratasi,
  maka apakah tanpa tambahan cash-flow/ New Equity Injection, usaha
  tersebut dapat melakukan skala operasi yang demikian berlipat ? Dari
  mana kebutuhan tersebut diperoleh ?

   Seandainya, secara muzijat hal tersebut dapat terjadi, maka hasilnya
  pun akhirnya kembali kepada para peminjam, bukan pemegang sahamnya,
  artinya : selama masa tersebut adalah kerja bakti belaka.

  Dalam hal ini, paling-paling hanya perusahaan dengan Debt To Equity
  Ratio 1: 1, yang dapat lolos dari lubang jarum ini.

  Pemecahan yang adil adalah penghapusan sebagian Pinjaman, dengan
  pertimbangan bahwa kedua belah pihak sama-sama over-estimaed, sehingga
  harus sama-sama pikul resikonya.

  Selama hal tersebut tidak terjadi, maka hasil yang terjadi hanyalah Obat
  Bius belaka.

  Tahir 



 
  1