[INDONESIA-VIEW] TI: Wawancara Uskup Ximenes Belo:  "Referendum Harus Oleh Badan   Internasional"
 

         Tempo Interaktif: http://www.tempo.co.id

         Wawancara Uskup Ximenes Belo:
         "Referendum Harus Oleh Badan
         Internasional"

          Rakyat Timor-Timur menuntut  dilaksanakannya referendum untuk
          menentukan nasib dan masa depan  Timor-Timur. Padahal, pemerintah pusat
          di bawah Presiden Habibie mengusulkan   pemberian otonomi khusus kepada
          propinsi termuda ke-27 itu. Usulan itu tidak   ditanggapi rakyat Timor-Timur dengan
          suka cita, tetapi malah ditolak dengan   demonstrasi besar di Dili tanggal 29 Juni
          1998 lalu. Aksi diikuti oleh 700 kendaraan  pro-referendum. Aksi ini kemudian disusul
          dengan aksi pro integrasi, kata Uskup Belo   Bagaimana sebenarnya keinginan
         sebagian besar rakyat Timor-Timor? Uskup Carlos Filippe Ximenes Belo,
         41 tahun, menjawab bahwa rakyat Timor-Timor menginginkan referendum.
         Dalam diskusi yang diselenggarakan Tim 5 PB Nahdlatul Ulama, di Century
         Park Jakarta, Kamis 16 Juli 1998, penerima Nobel Perdamaian 1997 itu
         menyebutkan bahwa perkenalan pertama rakyat Timor-Timur terhadap
         Indonesia itu jelek. Terutama perlakuan ABRI terhadap rakyat Timor-Timur
         yang keras. Karena itulah rakyat Timor-Timor cenderung memilih
         referendum. Tetapi sebelumnya harus ada kesepakatan antara pemerintah
         Portugal, Indonesia dan PBB. Berikut petikan wawancara dengan Uskup
         Belo kepada wartawan, termasuk Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif, di
         Jakarta.
 

         Apakah keinginan referendum itu merupakan pendapat mayoritas
         masyarakat Timor-Timur?

              Sebagian besar rakyat Timor-Timur menginginkan
              referendum.

         Referendum seperti apa yang Anda maksud itu?

              Referendum itu merupakan salah satu cara pemilihan, bisa
              untuk mendukung integrasi, status khusus, atau
              independen. Jadi referendum itu salah satu cara
              demokratis yang bisa dilakukan. Akan tetapi referendum
              hanya bisa dilakukan dengan persetujuan antara
              pemerintah Portugis, pemerintah Indonesia dan PBB.

         Pilihan Anda cenderung kepada integrasi, sebagai propinsi dengan
         status khusus atau merdeka sendiri?

              Sikap saya tergantung pada keputusan rakyat Timor-Timur.
              Mau memilih A atau B, biarkan rakyat sendiri yang
              menentukan.

         Siapa yang seharusnya menjadi pelaksana referendum itu?

              Sudah seharusnya adalah badan internasional yang
              independen, berbobot, dan harus disiapkan. Oleh karena
              itu sebelumnya harus ada kesepakatan antara Indonesia,
              Portugal dan PBB untuk mempertegas perlunya
              referendum.

         Bagaimana dengan pernyataan Gubernur Timor-Timur yang menyebutkan
         referendum hanya akan memecah belah rakyat Timor-Timur?

              Di banyak negara, bila ada masalah sudah biasa jalan
              keluarnya dilakukan dengan referendum.

         Apakah masyarakat Timor-Timur sendiri sudah mampu untuk menentukan
         pilihan sendiri tanpa campur tangan pihak lain?

              Soal mampu atau tidak mampu harus ditanyakan kepada
              rakyat. Waktu Indonesia diproklamasikan tanggal 17
              Agustus 1945 juga tidak bertanya kepada rakyat Indonesia
              terlebih dahulu.

         Bukankah integrasi Timor-Timur ke Indonesia pada awalnya juga
         dilakukan oleh orang Timor-Timur sendiri?

              Berapa orang, siapa-siapa yang menginginkan integrasi
              itu? Jika memang ada orang Timor-Timur yang melakukan
              integrasi, maka sudah seharusnya ada arsipnya, siapa
              mereka itu? Kapan itu dilakukan? Kapan waktu
              pelaksanaan integrasi?

         Bagaimana Anda melihat adanya eksodus orang-orang pendatang dari
         Timor-Timur?

              Saya sudah mengusulkan kepada pemerintah agar
              dibentuk tim yang independen yang terdiri dari pemerintah
              pusat dan pemerintah daerah untuk mengecek siapa yang
              melakukan teror kepada penduduk pendatang itu. Saya
              sendiri mendengar banyak versi. Pertama, menyebutkan
              bahwa ABRI sendiri yang melakukan teror. Versi kedua,
              menyebut pelakunya adalah pemuda Timor-Timor yang
              bertopeng. Ketiga, menyebutkan mereka pulang ke daerah
              asal karena ekonomi mulai turun dan tidak adanya pasokan
              barang-barang dagangan. Versi terakhir, dari Komandan
              Korem di sana, yang menyebutkan bahwa karena hari libur
              maka 50 ribu orang pulang ke daerah asal untuk liburan.

         Bagaimana sikap Anda kepada para pendatang yang pulang ke daerah
         asal ketika situasi tidak aman di Timor-Timur?

              Saya meminta kepada mereka untuk tetap tinggal di
              Timor-Timur, menjalankan perekonomian dan
              menanamkan modal. Yang membuat saya nertanya,
              mereka (pada pendatang) itu sering menyebut Timor-Timur
              sebagai proponsi ke-27 dan sekarang mereka pergi dari
              Timor-Timur. Saya anggap mereka tidak nasionalis atau
              memang belum menganggap Timor-Timur sebagai
              propinsi ke-27. Karena itu, saya kira mereka tidak
              nasionalis, di saat-saat sulit mereka meninggalkan propinsi
              mereka.

         Apakah ini menunjukkan situasi di Timor-Timur sudah tidak menentu,
         tidak aman untuk berusaha?

              Memang betul. Suasana di Timor-Timor mencekam.
              Selama saya tinggal di Dili, sejak tahun 1983, baru kali ini
              kota Dili sepi sekali di malam hari. Jalan-jalan sepi dan
              hanya unit-unit polisi Brimob dan tentara gabungan yang
              berpatroli di dalam kota dan di desa-desa.

         Apakah Anda melihat adanya pendekatan keamanan yang berlebihan
         menanggapi aksi-aksi yang belakangan marak Timor-Timur?

              Sejak dari dulu saya tidak setuju dengan pendekatan
              keamanan. Karena pendekatan keamanan diterapkan maka
              persoalan Timor-Timur menjadi tidak selesai-selesai
              sampai sekarang. Jadi pendekatan keamanan itu harus
              diganti dengan pendekatan sosial, pendekatan
              kebudayaan, pendekatan keagamaan, pendekatan
              antropologi yang dapat merebut hati rakyat, yang sampai
              sekarang belum terebut.

         Anda ditawari untuk duduk di dalam presidium reformasi nasional,
         padahal status Timor sendiri masih bermasalah. Apakah Anda akan
         menerima tawaran itu?

              Saya lebih dahulu akan meminta ijin kepada atasan saya
              di Vatikan. Karena saya berhubungan langsung dengan
              Vatikan, maka saya harus mendapatkan ijin dari sana.
              Untuk mereformasi bidang moral, budaya, adat istiadat,
              saya bersedia tetapi saya harus meminta ijin terlebih
              dahulu.

         Bagaimana sikap Vatikan atas situasi terakhir di Timor-Timor?

              Saya tidak tahu sikap Vatikan. Sikap Vatikan sendiri sudah
              jelas, seperti sikap PBB. Dalam forum PBB, masalah
              Timor-Timor selalu dibicarakan di sana. Jika PBB sudah
              memiliki keputusan, maka Vatikan akan mengikuti kebijakan
              internasional. 1