RIBA, YANG HARAM TETAP HARAM

Sejarah

Posisi geografis daratan Arab yang terletak antara Eropa dan Afrika di satu pihak dan antara India dengan Cina di pihak lain memungkinkan kegiatan perdagangan penduduk daratan ini telah sedemikian maju untuk kondisi saat itu. Demikin pula sistem perdagangan yang telah mereka lakukan sebagaimana diwahyukan oleh Allah Swt dalam Surat Quraisy dan bisa dibaca dalam berbagai lirteratur sejarah dunia. Disamping itu mereka telah mengenal pula sistem riba dalam kegiatan jual beli (perdagangan) tersebut. Hal ini tidak mengherankan karena sistem riba tersebut memang telah dipraktekan jauh sebelumnya. Peradaban Mesir kuno, Yunani dan Romawi telah mengenal sistem ini sejak 2500 tahun SM. Kemudian mulai tahun 2000 SM, penduduk Mesopotamia (daerah Irak sekarang) telah mulai menggunakan sistem riba ini. Pada 500 tahun SM, Temple of Babilon telah pula menggunakan sistem ini dengan menggunakan riba sekitar 20% per tahun. Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa sistem riba ini telah dipraktekkan jauh sebelum kerasulan Muhammmad SAW.

Apa itu Riba ?

Secara harfiah riba artinya adalah ad ziadah (tambahan). Yang dimaksud tambahan di sini adalah tambahan atas modal baik itu sedikit maupun banyak. Sebagaimana firman Allah Swt:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Surat Al Baqarah (2) : 278

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Surat Al Baqarah (2) : 279.

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang- orang yang melipat gandakan (pahalanya). Surat ArRuum (30) : 39

Ayat di atas jelas menegaskan bahwa selebihnya dari pokok harta adalah riba, baik itu sedikit maupun banyak.

Riba Jaman Jahiliyyah

Pada jaman Jahiliyyah, riba terkenal dengan dua model yaitu riba nasi'ah dan riba fadhl:

Riba Nasi'ah

1. Menurut Qotadah, riban nasi'ah adalah riba kaum jahiliyyah dimana seorang menjual sesuatu hingga batas waktu tertentu. Apabila batas waktu itu usai sedangkan pembelinya belum juga mampu melunasi pembayarannya maka harganya dinaikkan dan temponya ddiundurkan lagi.

2. Mujahid mengatakan bahwa pada jaman jahiliyyah ada orang yang mempunyai hutang kepada orang lain, lalu yang punya hurang berkata kepada pemilik uang, "Hutang saya akan saya bayar "sekian" dengan syarat anda mengundurkan temponya kepada saya". Lalu orang itu mengundurkan waktunya.

3. Abu Bakar Al Jashshah mengatakan bahwa pada jaman jahiliyyah riba hanya pinjaman berjangka dengan penambahan bunga bersyarat. Penambahan bunga itu sebagai imbalan dari penundaan waktu pelunasan hutangnya, lalu Allah SWT membatalkan sistem itu.

4. Menurut Al Imam Ar-Razi dalam tafsirnya, "Sesungguhnya riban nasi'ah itulah yang terkenal di jaman jahiliyyah karena seseorang dari mereka meminjamkan uangnya kepada orang lain dengan tempo, dengan syarat ia harus memberinya bunga tertentu setiap bulan. Kalau tidak sanggup memenuhi janjinya maka bunganya ditambah dan waktunya diundurkan".

Riba Fadhl

Riba ini terjadi apabila seseorang menjual sesuatu dengan sejenisnya dengan tambahan, seperti menjual emas dengan emas, mata uang dirham dengan dirham, gandum dengan gandum dan seterusnya.

Abu Said Al Khudari berkata, "Rasulullah bersabda : "Emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, syair dengan syair, korma dengan korma dan garam dengan garam dipertukarkan dengan sama, segenggam dengan segenggam,. Siapa yang manambah atau minta tambah maka ia telah malakukan praktek riba, baik yang meminta maupun yang memberi, dalam hal itu sama saja. HR. Asy Syaikhan

Dari Abu Said Al Khudari, katanya, "Bilal datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa korma kualitas Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Dari mana korma itu ?". Ia menjawab , "Kami punya korma yang buruk lalu kami jual barter dua liter dengan satu liter". Maka Rasulullah bersabda:

"Masya Allah, itu juga adalah perbuatan riba. Jangan kau lakukan. Jika kamu mau membeli, juallah dahulu kormamu itu kemudian kamu beli korma yang kamu inginkan. Muttafaq 'alaih

Jenis riba yang pertama sudah jelas, sedangkan jenis yang kedua hanya terdapat pada perbedaan kualitas barang sejenis yang dipertukarkan sehinga jual beli tersebut tersebut digolongkan riba. Rasulullah memerintahkan untuk menjual dulu korma yang hendak dipertukarkan dan uangnya digunakan untuk membeli korma yang lebih bagus. Ini semua diamanatkan oleh Rasulullah untuk menjauhkan ummatnya sejauh mungkin dari bayangan praktek riba. Begitu pekanya perasaan Rasulullah dari bayangan riba dalam berbagai praktek ekonomi kemasyarakatan dan hikmahnya. Beliau berhasil memecah penyakit riba yang telah mendarah daging di jaman jahiliyyah.

Sedikit atau Banyak Sama Hukumnya

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Al Imran (3) : 130

Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. .Al Imran (3) : 131

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat. Al Imran (3) : 132

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Rabbmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Al Imran (3) : 133

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan Al Imran (3) : 134

Dalam upaya memutihkan bunga, dewasa ini banyak orang yang mengatakan bahwa riba yang diharamkan adalah yang ad'afan mudha'afah sedangkan riba yang sedikit (8% atau 10%) tidak termasuk dalam larangan ini. Pengertian ad'afan mudha'afah adalah suatu keterangan dari suatu kejadian, bukan suatu syarat yang berkaitan dengan hukum. Bagi mereka yang memiliki rasa indah terhadap bahasa Arab tentu sudah maklum apalagi bagi yang memahami sistemnya. Sesungguhnya uraian seperti itu untuk riba ad'afan mudha'afah dan dibawakan untuk menguraikan suatu fakta yang sekaligus mengungkapkan kekejiannya.

Disamping itu pengertian besar kecilnya bunga sangat relatif. Berapa ukuran yang bisa dipakai sebagai standar besar kecilnya bunga ? Menurut Dr. Muhammmad Abdullah Darraz Rahimahullah, arti lafazh ayat 130 dari surat Ali Imran tersebut, secara lahiriah yang dimaksud dengan "adh'af" itu bisa mencapai 600%. Karena kata "adh'af" adalah bentuk jamak (dalam bahasa Arab, jamak itu sedikitnya 3).

Nash yang tertera dalam surat Al Baqarah menyatakan dengan tegas bahwa asal muasal sistem riba mutlak haram hukumnya, tanpa batas dan ikatan apapun. Allah Swt dengan tegas memperingatkan:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Surat Al Baqarah (2) : 278

Mahasuci Allah yang telah menjadikan sunnah pengharaman dalam Islam itu untuk melarang hal-hal yang dikhawatirkan orang akan terjerumus lebih dalam lagi. Islam juga menutup rapat semua pintu yang ada kemungkinannya dapat dimasuki oleh hembusan yang bersifat merusak. (Lihat: larang berzinah, minuman keras dan judi).

Setelah dikeluarkan larangan makan riba dan peringatan keras dari siksa api neraka (yang disediakan untuk orang kafir), juga dilancarkan seruan agar bertaqwa kepada Allah dan mengharapkan rahmat dan kemenangan. Dalam ayat-ayat di atas dijelaskan mengenai orang yang bertaqwa yaitu "orang yang menafkahkan hartanya baik ketika senang maupun susah. Mereka adalah sekelompok orang yang berdiri berhadapan dengan orang yang memakan riba berlipat-lipat ganda. Sifat-sifat lain dari orang bertaqwa itu adalah :

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah ? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya, sedangkan mereka mengetahui. Al Imran (3) : 135.

Kejinya Riba dan Indahnya Shadaqah

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu. (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Surat Al Baqarah (2) : 275

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa Surat Al Baqarah (2) : 276.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Surat Al Baqarah (2) : 278

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Surat Al Baqarah (2) : 279.

Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berlapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Surat Al Baqarah (2) : 280.

Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya. Surat Al Baqarah (2) : 281

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang- orang yang melipat gandakan (pahalanya). Surat ArRuum (30) : 39

Setelah kalimat terakhir dari ayat 279 surat Al Baqarah di atas turun, Rasulullah memerintahkan kepada wali Mekkah untuk memerangi kabilah bani Al Mughirah bila mereka tidak segera menghentikan praktek ribanya. Rasulullah pun memerintahkan agar segera menghapus riba dari pundak para peminjam yang selama ini menanggung beban bunga yang sangat besar. Rasulullah bersabda:

"Semua bentuk riba jahiliyyah terletak di bawah telapak kakiku ini, dan yang pertama aku hinakan adalah ribanya Al Abbas"

Tidak ada peringatan keras yang diancamkan dalam bentuk perkataan dan artinya seperti terhadap pelaku riba di dalam ayat-ayat di atas dan pada ayat-ayat lainnya. Kita semua harus menyadari hakikat ini dengan sebenarnya dan meyakini maklumat perang dari Allah dan rasul-Nya kepada masyarakat pelaku sistem riba. Orang-orang yang memakan riba bukan hanya mereka yang memakan bunga uang riba saja tetapi semua masyarakat yang bergelimang dalam sistem tersebut.

Jabir bin Abdullah Ra. berkata :

"Rasulullah Saw melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, juga saksi dan penulisnya". HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Attirmidzi

Ini terjadi dalam praktek riba individual. Sedangkan dalam masyarakat yang ditegakkan seluruhnya di atas sistem riba maka seluruh masyarakat itu dilaknat dan diancam dengan maklumat perang dari Allah dan rasul-Nya. Mereka terkutuk dari rahmat-Nya tanpa diragukan lagi.

Sistem riba adalah sistem yang buruk dari segi ekonomi secara murni. Banyak pakar ekonomi dan politik berkeyakinan bahwa krisis ekonomi dewasa ini sebagian besar diakibatkan oleh bunga sistem riba. Ekonomi dunia tidak akan membaik jika suku bunga tidak diturunkan sampai titik nol. Diantara ahli ekonomi yang menyerang sistem riba ini adalah Dr. Schat (Direktur Bank Sentral Jerman dimasa pemerintahan Nazi). Menurut pendapatnya, dengan menggunakan ilmu hitung (yang tidak berkesudahan) ternyata semua harta kekayaan yang ada di muka bumi ini cepat atau lambat akan mengalir ke kantong segelintir para lintah darat. Ini disebabkan karena pemberi pinjaman dengan riba akan selalu memperoleh keuntungan dalam semua kegiatannya. Sedangkan orang yang meminjam bisa untung juga bisa rugi. Dari sinilah semua harta kekayaan akan mengalir ke kantong orang yang selalu untung. Kondisi ini telah dialami oleh banyak (hampir seluruh) negara sedang berkembang yang semakin hari semakin sulit untuk dapat melunasi hutang luar negerinya, bahkan hanya sekedar membayar bunganya saja. Sehingga hutang mereka semakin membengkak.

Bagi orang yang mengamati hukum Islam dengan cermat dan akan mengetahui dan yakin bahwa Allah tidak mungkin mengharamkan yang baik dan bermanfaat kepada manusia.

"...... Allah menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baikdan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka .... Al A'raf (7) : 157

Setelah Allah menyampaikan kekejian riba dan ancaman terhadap pelakunya, kemudian dibentangkan-Nya undang-undang shodaqah yang dihiasi dengan kemurahan, kesucian, pembersihan dan perwujudan sikap tolong menolong dan gotong royong. Allah mengutarakan dasar-dasar dari sistem kemasyarakatan dan sistem ekonomi yang diinginkan-Nya.

Shadaqah merupakan kerelaan memberikan harta benda tanpa mengharapkan imbalan dan balasan. Sedangkan riba, menuntut kembalinya uang pinjaman berikut bunganya yang diharamkan, yang dipetik dari jerih payah orang yang meminjamnya atau dari darah dagingnya. Disamping shodaqah yang sifatnya sukarela dan tanpa batas, Allah pun telah menjadikan zakat sebagai kewajiban dari harta dalam batas-batas tertentu.

Kepada hamba-Nya, Allah pun mensyarakatkan untuk bekerja keras dalam mengembangkan harta dengan cara yang tidak merugikan orang lain. Peredaran harta diupayakan oleh banyak tangan pada berbagai bidang yang seluas-luasnya.

Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Surat Al Hasyr : 7

Kepada mereka juga dijelaskan cara pengembangan harta yang hakiki, yaitu :

......Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang- orang yang melipat gandakan (pahalanya). Surat ArRuum (30) : 39

Inilah cara yang terjamin untuk melipatgandakan harta yakni memberi tanpa mengharap imbalan, tanpa menunggu balasan dari orang lain, tapi yang diharap hanya keridhaan Allah Swt.

Sesungguhnya zakat merupakan kaidah masyarakat gotong royong dan tolong menolong yang didambakan. Dikalangan umat Islam sendiri masih banyak yang bingung dengan sistem zakat sehingga banyak yang menggap bahwa zakat hanya merupakan suatu kebaikan pribadi dan tidak bisa dijadikan landasan sistem modern. Padahal zakat semestinya dipungut oleh pemerintah sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh warganya. (Baca : tentang perintah Abu Bakar Ra. - khalifah kedua - untuk memerangi masyarakat yang tidak mau membayar zakat). Uang zakat ini digunakan untuk mendukung orang-orang yang kebetulan kekurangan sarana khusunya dari jamaah kaum muslimin sehingga setiap orang merasa terjamin kehidupannya dalam segala hal. Orang yang tidak berdaya melunasi hutangnya

Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berlapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Surat AlBaqarah (2) : 280.

Dalam nash lain dijelaskan dijelaskan bahwa orang yang tertimpa kesukaran karena tidak sanggup melunasi hutangnya maka dia diberi keringan untuk menutup hutangnya itu dari uang zakat kaum muslimin.

Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu hanyalah untuk orang yang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang,............ At Taubah (9) : 60

Bunga Bank

Dilarangnya riba dengan sangat tegas dan keras dalam ajaran Islam telah membawa banyak pertanyaan tentang bagaimana kedudukan bunga bank yang berlaku sekarang ini ? Sehingga tidak mengherankan kemudian muncul berbagai pendapat yang cukup beragam di kalangan para fuqaha maupun masyarakat umum yang mencoba memberikan fatwanya. Secara umum pendapat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu pendapat pertama yang dengan tegas menyatakan bahwa bunga bank sama dengan riba sehingga hukumnya haram. Pendapat kedua yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sama dengan riba sehingga hukumnya halal dengan berbagai argumennya. Sedangkan pendapat ketiga mengambil jalan tengah dengan mengatakan bahwa selama bunga tersebut rendah dan tidak memberatkan salah satu pihak maka hukumnya halal dan apabila bunga tersebut sudah tinggi dan sangat memberatkan maka hukumnya haram.

Analisis yang jernih dan objektif terhadap berbagai nash dari Al-Qur'an dan Sunnah serta mekanisme kerja bank dan sistem bunganya, sebenarnya akan mengantarkan kita kepada suatu pemahaman yang jelas untuk dapat menarik kesimpulan tentang kedudukan bunga bank dalam syariat Islam. Mempelajari berbagai bentuk riba yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pada masa lalu ternyata memiliki esensi yang sama (walau dengan bentuk berbeda) dengan sistem bunga yang sedang berjalan pada masa kini diberbagai lembaga yang disebut bank. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunga bank sama dengan riba dan itu sangat dilarang dalam Islam. Besar atau kecil, yang haram tetaplah haram.

Akibat yang ditimbulkan oleh sistem bunga pada saat ini sepertinya tidak terlalu jauh berbeda dengan akibat yang ditimbulkan oleh sistem riba di jaman dulu, bahkan pada sisi-sisi tertentu ternyata jauh lebih menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan suatu bangsa. Ambil contoh eksploitasi negara-negara sedang berkembang oleh negera-negara maju melalui pinjaman modal dengan menggunakan sistem bunga. Akibatnya, pembangunan yang dilakukan dengan susah payah, hasilnya hanya dinikmati oleh negara-negara maju melalui pembayaran bunga pinjaman yang sudah sangat membengkak. Inilah suatu kezaliman yang sangat zalim.

Mengamati kondisi ini sudah sangat perlu dan merupakan keharusan untuk membentuk suatu sistem baru di bidang perbankan khususnya dan perekonomian pada umumnya yang bebas bunga dengan bersendikan pada keadilan, kemanusiaan, pemerataan kekayaan, dan persaingan yang sehat. Ajaran Islam sebenarnya telah memberikan landasan-landasan yang kokoh tentang sistem perekonomian yang bercirikan dan mempunyai karakter tersebut di atas. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah bentuk lembaga keuangan yang disebut bank Islam.

Bank Islam

Istilah Bank Islam sebenarnay tidak dikenal dalam literatur Islam. Walaupun demikian, bukan berarti dalam syariat Islam tidak dikenal pengelolaan uang secara baik dan benar. Bahkan Islam telah menggariskan dasar-dasar sistem/manejemen keuangan (perekonomian secara umum) dengan begitu menakjubkan sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Al-Qur'an Al-Karim. Islam mengenal pula sistem pengelolaan uang yang mirip dengan kerja bank. Terdapat dua institusi dalam Islam yang berfungsi mengelola uang yaitu Baitul Maal (BM) dan Baitut Tamwil (BT).

Ketiadaan istilah bank dalam literatur Islam bukan berarti Islam tertutup terhadap institusi bank. Islam begitu terbuka dan akomodatif terhadap hal-hal yang baru sejauh tidak bertentangan dengan syariat yang telah ditentukan. Masalah yang timbul dalam mempraktekan cara kerja bank terjadi karena cara kerja bank-bank "konvensional" saat ini bertumpu pada sistem bunga yang sudah jelas sangat dilarang dalam Islam. Oleh karena itu untuk mempraktekan sistem bank diperlukan perubahan yang sangat mendasar terhadap mekanisme dan sistem kerja bank. Alternatif yang disodorkan oleh Islam adalah dibentuknya institusi lain yang dikenal dengan istilah Bank Islam.

Bank Islam sebenarnya memiliki fungsi dan mekanisme kerja yang tidan jauh dengan fungsi dan mekanisme Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Sehingga dasar-dasar kerja Bank Islam diambil dari kedua institusi tersebut yang sudah dikenal dalam literatur Islam sekitar 15 abad yang lampau.

Baitul Maal dan baitut Tamwil memiliki fungsi yang berbeda. Namun demikian keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi sehingga keduanya sering digabungkan menjadi Baitu Maal wa Tamwil (BMT). Baitul Maal bekerja atas prinsip sosial dimana sumber dana terkumpul berasal dari infaq, shodaqah dan zakat yang diberikan oleh masyarakat. Sedangkan Baitut Tamwil merupakan institusi yang lebih bersifat komersial sehingga dana yang terkumpul merupakan dana yang harus disalurkan secara produktif. Disamping itu, Baitut Tamwil dapat memperoleh sumber dana dari dana sosial yang dikumpulkan oleh Baitul Maal. Sebagian keuntungan yang diperoleh Baitut Tamwil yang berasal dari dana sosial akan disalurukan kembali ke Baitul Maal untuk menambah cadangan dana sosial.

Pada awalnya bank merupakan institusi yang memiliki berbagai peran positif yang sangat baik. Peran positif tersebut antara lain bahwa bank merupakan tempat berinteraksinya pihak pemilik modal, pengguna dan pengelola modal. Interaksi ini menimbul terjadinya proses aktif perputaran kekayaan (uang) antara pihak yang membutuhkan dengan pihak yang punya modal. Dengan demikian bank memiliki fungsi untuk menebarkan keadilan dan pemerataan kekayaan. Disamping itu bank berperan juga dalam memperlancar laju perekonomian.

Kenyataannya sekarang telah terjadi pergerseran peran positif bank dan bahkan berbalik sehingga menghancurkan sendi-sendi kehidupan. Bahwa bank yang pada mulanya memiliki peran pemerataan dan keadilan, kini telah menjadikan perputaraan uang terjadi hanya dikalangan segelitir pemilik modal saja. Dimana pemilik modal akan senantiasa mendapatkan keuntungan dari modalnya yang dipinjamkan dengan keuntungan yang telah ditetapkan terlebih dahulu kepada yang membutuhkan. Sedangkan pihak yang memimjam suatu saat bisa untung saat yang lainnya bisa rugi. Hal inilah yang telah merusak sendi kehidupan, di satu pihak (pemilik modal) senantiasa untung, dipihak lain (peminjam) mungkin sedang mengalami kerugia. Pada kondisi ini pihak pemberi pinjaman tidak mau tahu dan tidak mau peduli apakah pihak peminjam untung ataukan sedang bangkrut, yang penting dia memperoleh keuntungan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Kondisi ini telah membawa manusia kepada suatu eksploitasi terhadap manusia lainnya dengan cara yang sangat tidak manusiawi.

Terjadi pergerseran peran positif dan tumbuhnya peran negatif bank telah menimbulkan sikap tamak, egeois dan hilangnya rasa kemanusiaan seseorang. Hal ini terjadi karena sistem dan mekanisme kerja bank bertumpu pada sistem bunga (riba) dimana setiap keuntungan dan setiap transaksi telah ditetapkan terlebih dahulu. Sistem riba (bunga) pada akhirnya bersifat menindas (zalim) dan pemerasan. Sitem ini juga telah secara langsung atau tidak langsung, cepat atau lambat telah memindahkan kekayaan dari si miskin kepada si kaya, suatu hal yang sangat ironis. Akibat negatif lainnya adalah timbulnya suatu kelas manusia yang menganggur namun memperoleh pendapatan dari penumpukkan kekayaannya.

Mengamati kondisi ini maka diperlukan alternatif lain sistem dan mekanisme kerja bank yang yang bertumpu pada keadilan, pemerataan, dan sifat-sifat kemanusiaan lainnya. Dr. Syafruddin Alwi (Lektor Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indoneisa) mengatakan, "Harus ada alternatif lain yang mampu membuat bank menjalankan perannya bagi kesejahteraan ummat. Dan alternatif itu adalah Islam. Sistem ekonomi Islam penuh dengan pranata dan perangkat yang dilandasi oleh keadilan. Itulah sebabnya Allah mengharamkan riba (bunga) dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah : 275. Dalam transaksi ribawi yang ada hanyalah resiko satu pihak. Hanya pihak peminjam yang menanggung resiko, sementara pemilik modal selalu mendapat keuntungan. Ini adalah kezaliman total".

Pembentukan bank Islam adalah anternatif yang tidak dapat ditawar-tawar lagi untuk meningkatkan kesejahteraan ummat dan menjauhkan sejauh-jauhnya dari jeratan bunga. Bank Islam bukan semata-mata bank tanpa bunga sebagaimana persepsi dari banyak kalangan masyarakat. Menurut Dr. Subardjo Joyosumarto (Universitas Trisakti), "Bank Islam memiliki ciri dan karakternya sendiri yang berbeda dengan bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dari tiadanya sistem bunga, tetapi didalamnya terdapat sistem yang mampu membawa manusia mendapatkan kebahagian lahir dan batin".

Karanter dan ciri-ciri utama bank Islam antara lain :

Bank Islam Memiliki dimensi keadilan dan pemerataan melalui sistem bagi hasil. Dengan sistem bagi hasil ini antara pemilik modal (bank) dan peminjam terjadi kerjasama dimana keuntungan yang diperoleh akan dinikmati bersama dan kerugian yang diderita dipikul bersama-sama pula. Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional dimana kerugian hanya ditanggung oleh satu pihak, yaitu peminjam modal. Disamping itu melalui bank Islam akan terjadinya pemerataan kekayaan karena sistem bagi hasil ini.

Bank-bank Islam memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian pada pryek yang didanai, maka kekayaan peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sementara Bank Islam memberlakukan bahwa kelayakan proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya. Sehingga keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Disampin itu dengan tidak berlakunya sistem jaminan ini, maka setiap orang memiliki kesempatan untuk memperoleh pinjaman modal selama proposal proyek yang akan didanainya memiliki kelayakan yang dapat diandalkan. Pada sistem bank konvensional, hanya kalangan tertentu yang memiliki jaminan (notabene orang mampu) yang akan dapat memperoleh pinjaman. Sementara mereka yang berada di bawah garis kemiskinan tidak akan pernah sekalipun mengecapnya.

Mekanisme kerja dimana semua resiko yang terjadi ditanggung bersama menjdikan tumbuhnya sikap kebersaman antara pihak pemberi pinjaman (bank) dengan pihak peminjam. Hal ini yang akan membawa kepada terbinanya jalinan ukhuwwah Islamiyyah yang sangat didambakan.

Ketiadaannya sistem bunga, menjadikan bank Islam bersifat mandiri sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh berbagai gejolak resesi ekonomi, peningkatan laju inflasi dan lainnya.

Tumbuhnya persaingan sehat antar berbagai bank Islam dengan menggunakan sistem bagi hasil dalam mendanai berbagai proyek para nasabahnya. Sementara itu pada bank-bank konvensioanal, hanya bank-bank dengan modal kuat yang akan terus berkembang karena dapat memberikan pinjaman dengan bunga rendah.

Penerapan sistem bebas bunga di Bank Islam telah menimbulkan adanya kehawatiran sebagian kalangan masyarakat. Diantaranya kemungkinan berkurangnya minat penabung di Bank Islam. Kehawatiran ini sebenarnya kurang beralasan karena dengan sistem bagi hasil, para penabung akan tetap memperoleh imbalan dari sebagian keuntungan yang diperoleh bank sesuai dengan persentase jumlah tabungan. Bahkan bisa terjadi jumlah imbalan yang diperoleh penabung mungkin jauh lebih besar bila dibandingkan menabung di bank konvensional yang telah mematok terlebih dahulu besar bunganya.

Disamping itu, menerut Keynes, seorang ekonom terkenal dari Inggris, mengatakan bahwa, "Menabung merupakan fungsi pendapatan dan menerima bunga hanyalah merupakan alasan kecil untuk menabung. Hal yang sama bisa dianalisa dari hasil survey majalah Info Bank (April 1990) yang menyebutkan bahwa, "Sembilan puluh persen (90%) motivasi para penabung adalah untuk keamanan sedangkan yang mengharap memperoleh bunga hanyalah sepuluh persen (10%).

Selain itu, kenyataan dilapangan telah menunjukkan bahwa terjadi laju pertumbuhan yang sangat pesat pada berbagai Bank Islam yang telah beroperasi, diantaranya bank Islam di Swis, Filipina, Bangladesh, Mesir, Sudan, Pakistan, Malaysia termasuk juga pertumbuhan Bank Muamalat Indonesia. Karnaen Perwataatmadja (Direktur Islamic Development Bank bagian Asia Tenggara), mengomentari hal ini dengan mengatakan, "Pengalaman negara-negara yang dimana beroperasi bank Islam belum pernah terjadi kerugian. Malaysia contohnya. Sejak pertama kali didirikan tahun 1987 hingga kini berkembang dengan pesatnya", Pertumbuhan bank-bank Islam di negara-negara tersebut sungguh di luar dugaan sebagian dari para pengamat ekonomi dan masyarakat umum.

Mengomentari realita ini, I Nyoman Moena (Perbanas) mengatakan, "Dalam jangka waktu sepuluh tahun, hanya bank-bank tanpa bunga yang dapat diterima di masyarakat. Bank bunga akan semakin dipersulit oleh kenaikan suku bunga yang tidak terkendali. Suku bunga yang tinggi membuat mesin ekonomi menjadi panas sehingga mengurangi denyut dan gairah kerja. Bank-bank bunga juga membuat inflasi sehingga alternatif bank tanpa bunga akan semakin diterima secara luas".

1