** From: "Hendra Gunawan Widjanarko" <hendragw@indosat.net.id>
Saya baru saja mengikuti Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia di Semarang tg 11-14 Juli yg lalu, dan ternyata timbul
diskusi MLDI yang menarik mengenai statement Bpk.Menteri Kesehatan yg nota
bene adalah seorang dokter spesialis obstetri dan ginekologi mengenaI
Klinik Aborsi Komprehensif yang beliau kemukakan dalam kesempatan PIT POGI
tsb.

Ada beberapa hal yg ingin saya kemukakan sehubungan dg diskusi ini :
1. Per definisi abortus, adalah berakhirnya kehamilan dimana janin belum
mampu untuk hidup didunia luar ( belum viable ).
Batasan yang dipakai adalah usia kehamilan kurang dari 22 minggu, atau
berat badan janin kurang dari 500 gram.
2. Abortus dibagi 2 yaitu 
    2.1. Abortus spontan  KEguguran , kehamilan berakhir tanpa disengaja
    2.2. Abortus provocatus  PENGguguran  DIgugurkan; jadi ada 
kesengajaan,dibagi lagi menjadi :
          2.2.1. Abortus provocatus therapeuticus / medicinalis, yaitu 
tindakan pengguguran dilakukan
                    karena indikasi medis
          2.2.2. Abortus provocatus criminalis, yaitu tindakan pengguguran
tanpa ada indikasi medis

Diskusi yang rasa2nya akan terus hidup adalah dalam hal abortus 
provocatus , sehingga timbul dua kutub besar didunia ini yaitu kubu
"pro-life" (anti aborsi) dan kubu "pro-choice" (setuju aborsi); selalu
menjadi issue yang besar didunia.
Dalam hal abortus provocatus therapeuticus, rasanya cukup jelas dan tidak
banyak tantangan, indikasi timbul dari pihak ibu dan janin, misalnya  ibu
dg kelainan jantung yg akan membahayakan bila siibu hamil, ibu dalam
pengobatan kanker, janin dengan cacat kongenital berat yang tidak
memungkinkan utk hidup dsb ; walaupun demikian keputusan untuk melakukan
tindakan aborsi tsb hendaknya diputuskan dalam suatu komite medik sebuah
rumah sakit dan dengan persetujuan sang ibu .
Bidang ini dapat kita sebut sebagai "white area".
Yang menjadi masalah adalah abortus provocatus criminalis ( istilah ini
dipakai resmi dalam ilmu kebidanan ) atau diperhalus sebagai abortus tanpa
indikasi medis, bidang ini tidak seluruhnya "black area" tetapi justru
lebih banyak " grey area" nya !
Nah, kiranya pernyataan pak Menkes berada didalam "grey area" ini.
Bentuk klinik ini sebenarnya sudah hadir ditengah2 kita, yaitu Klinik Raden
Saleh di Jakarta.
Prosedur yang harus dilalui seorang calon pasien aborsi sebenarnya sudah
cukup memadai, melalui sebuah tim yang a.l.terdiri dari dokter ob-gyn,
psikiater atau psikolog, alim ulama; setelah melalui pertimbangan yang
matang barulah diambil keputusan apakah pasien tsb layak diterima untuk
dilakukan aborsi ataukah ditolak yang artinya meneruskan kehamilannya.
Sayangnya, niat baik pendirian Klinik Raden Saleh banyak disalahgunakan
sehingga terjadilah praktek2 aborsi gelap dg percaloannya seperti pernah
dimuat sbg laporan utama majalah Tempo (sebelum dicabut SIUP nya dahulu).
Kasus Warakas Desember 97 yg hilang ditelan berita gerakan reformasi
merupakan suatu fenomena gunung es, masalah ini terus tumbuh dan akan terus
ada bahkan sekalipun aborsi menjadi sesuatu yang legal !Klinik Aborsi
Komprehensif merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif dari
permasalahan 'grey area' sehingga warna abu2 tidak makin menjadi hitam tapi
mendekati putih.
Kita juga tidak dapat seratus persen bersikap anti-aborsi dg berkata "
Pokoknya aborsi tidak boleh,titik!"
Kitapun tidak bisa juga terlalu longgar menghalalkan segala alasan sehingga
semua bidang abu2 seolah2 menjadi putih.
Analogi yang dapat diambil adalah pada pedoman pencegahan AIDS yaitu ABC (
Abstinentia, Be faithful, dan Condom ), huruf C selalu menjadi kontroversi
tetapi toh tetap dicantumkan; demikian juga dengan aborsi, kiranya Klinik
Aborsi Komprehensif akan menjadi huruf C  juga.

Sekian dahulu , kiranya akan menambah bahan diskusi kita di MLDI ini
Salam, Hendra Gunawan Widjanarko.



** From: winny <winny@mail.org>

Para dokter yang terhormat,

Mohon pendapatnya tentang berita Kompas tgl 13-7-99 (pagi ini) halaman 9
tentang Klinik aborsi komprehensif. 
Disitu tertulis menkes mengisyaratkan akan menunjuk klinik khusus yang akan
menangani aborsi. Pernyataan ini disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan
XI POGI.

Yang ingin saya tanyakan:
1. Bagaimana UU yang mengatur tentang aborsi ?
2. Apakah ini tidak akan menimbulkan perdebatan sengit ?
3. Apakah pernyataan ini benar2 disampaikan oleh pak Menkes ? atau hanya
interpretasi wartawan ?
4. Jika memang benar itu keluar dari pak menkes, saya hanya bisa mengurut
dada...

maturnuwun



** From: "Kartono Mohamad" <kmjp47@indosat.net.id>

> ** From: winny <winny@mail.org>
>
> Yang ingin saya tanyakan:
> 1. Bagaimana UU yang mengatur tentang aborsi ?

UU tentang aborsi ada di KUHP yang mengancan hukuman bagi pelaku aborsi dan
juga perempuan yang minta diaborsi. Akibatnya: aborsi selalu dilakukan
secara sembunyi-sembunyi dan dengan biiaya yang mahal serta tidak terjamin
mutu maupun keamanan pelayanannya.
Tetapi mahkamah agung memberikan garis kebijaksanaan: "abortus untuk
keselamatan jiwa si ibu dibolehkan".
UU Kesehatan (UU23/1992) lebih drastis lagi: "abortus atas alasan apapun
juga dilarang". Yang dibolehkan adalah "tindakan medis tertentu" yang
ditujukan untuk menyelamatkan jiwa si ibu dan/atau janinnya. Dengan demikian
jelas bahwa yang dimaksud dengan "tindakan medis tertentu" itu bukan
abortus.

> 2. Apakah ini tidak akan menimbulkan perdebatan sengit ?

Abortus selama ini menimbulkan perdebatan yang sengit. Yang menjadi korban:
kaum perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (dengan
berbagai alasan).

> 3. Apakah pernyataan ini benar2 disampaikan oleh pak Menkes ? atau hanya
> interpretasi wartawan ?

Rasanya benar begitulah yang diucapkan oleh Menkes.

> 4. Jika memang benar itu keluar dari pak menkes, saya hanya bisa mengurut
> dada...

Mengapa? Dapatkah anda membayangkan kebingungan seorang perempuan yang
mengalami kehamilan yang tidak ia inginkan? Entah karena incest, perkosaan,
kegagalan kontrasepsi, atau karena dihadapkan pada pilihan yang berat.
Pernahkah anda bayangkan seandainya anda, atau keluarga dekat anda mengalami
hal semacam itu. Apakah yang akan anda lakukan?
Kehamilan yang tidak diinginkan selalu membawa problem kesehatan. Jadi sudah
tepat jika Menkes ingin membantu menyelesaikannya.



** From: Tyas <Eunike_Suci@brown.edu>
At 10:56 PM 7/13/99 +0000, you wrote:
>** From: winny <winny@mail.org>
>
>Para dokter yang terhormat,
>
...delete...

>4. Jika memang benar itu keluar dari pak menkes, saya hanya bisa mengurut
>dada...
>
>maturnuwun
>-----------------------------------------------------------------

Lho..... bukankah ini merupakan satu langkah reformasi? Saya pribadi setuju
dengan adanya klinik aborsi komprehensif, mempunyai peraturan jelas, dan
dipegang oleh dokter2 yang punya pemahaman komprehensif pada aspek sosial
unintended pregnancy. 
Lebih senang lagi kalau MenKes memberi perhatian serius pada pengembangan
obstetrical emergency care di Indonesia. Apakah POGI sudah mempunyai plan
yang konkrit tentang masalah ini?

Salam,
-Tyas-



** From: "Muhammad Isnaini" <isnaini@technologist.com>
Menanggapi posting  ibu Winny saya menyampaikan sedikit sumbangan
pikiran.
Apa yang ibu Winny kuatirkan saya kira yang Abortus Provocatus
Criminalis(APC).

Detail yang disampaikan Bapak Menkes, saya belum membaca, dan Saya kebetulan 
Bukan Praktisi Genecology.

Mengenai Klinik Aborsi Komprehensif bila Dokter yang mengerjakan aborsi
sifatnya 
Intern dari Klinik khusus tersebut akan menimbulkan rasa diskriminasi. 

Yang lebih baik adalah dengan "PRAKTISI TERBUKA", maksud saya Kliniknya 
memang khusus untuk kasus aborsi, tetapi praktisinya boleh dari mana saja,
asalkan 
dilakukan sesuai dengan Legal ( AHLINYA DAN PUNYA IJIN PRAKTEK ) dan 
Prosedural.

Bila sudah jalan maka Aborsi Diluar Poli Tersebut adalah dinyatakan ILLEGAL. 
Dengan demikian kontrol dari Lembaga yang berwenang dapat Efektif. Tentunya 
Kekuatiran ibu Winny tidak akan terjadi.
Aborsi yang saya maksud adalah tindakan Abortus Prokatus, bukan tidak
Curretage 
pada kasus Abortus Incopletus.

Demikian sumbangan pikiran yang bisa saya berikan, saya yakin Bapak/Ibu TS
yang 
sudah senior di Obstetri dan Gynecology punya kebijakan yang lebih arif
dibidang ini.
Hormat saya
Wassalam.
 

dr. Muhammad Isnaini


** From: Tyas <Eunike_Suci@brown.edu>
At 12:09 PM 7/14/99 +0000, you wrote:
>** From: "Muhammad Isnaini" <isnaini@technologist.com>
>Menanggapi posting tersebut dibawah saya menyampaikan sedikit sumbangan
>pikiran.
>Apa yang ibu Winny kuatirkan saya kira yang Abortus Provocatus
>Criminalis(APC).

Saya tertarik bergabung dengan diskusi ini, dan saya yakin ada beberapa
pakar etika kedokteran ini forum ini. 

Saya setuju dengan dr. Isnaini, namun Istilah APC di Indonesia perlu
mendapat klarifikasi pada kondisi apa aborsi akan dianggap kriminal.
Sebagian orang beranggapan aborsi dengan alasan apapun tidak dibenarkan,
sebagian lain berpikir bahwa aborsi dibenarkan asal umur kehamilan masih
dalam range tertentu (40 hari? 3 bulan?) Juga kondisi apa yang
melatarbelakangi seorang wanita hamil berniat menggugurkan kandungannya.
Perkosaan? "Kecelakaan"? Gagal KB? 

>Bila sudah jalan maka Aborsi Diluar Poli Tersebut adalah dinyatakan ILLEGAL. 

Apakah selama ini dianggap legal?

>Dengan demikian kontrol dari Lembaga yang berwenang dapat Efektif. Tentunya 
>Kekuatiran ibu Winny tidak akan terjadi.

Apakah bisa dijelaskan implementasi kontrol dari Lembaga yang berwenang,
serta sejauhmana efektifitasnya. Hal ini mengingat bahwa aborsi adalah
tindakan yang selalu ingin disembunyikan oleh pelakunya, karena di
Indonesia hal ini masih dianggap sebagai aib. 

>Aborsi yang saya maksud adalah tindakan Abortus Prokatus, bukan tidak
>Curretage pada kasus Abortus Incopletus.

Bagaimana kalau menggunakan bahasa awam dalam forum ini, atau menggunakan
bahasa kedokteran dan kemudian menjelaskan artinya. Saya dan teman2
non-dokter tentu akan lebih bisa mencerna penjelasan dr. Isnaini. 

Salam kesehatan,

-Tyas-



** From: "Muhammad Isnaini" <isnaini@technologist.com>
Tyas , tanggal 14 Jul 99,.

+ >Bila sudah jalan maka Aborsi Diluar Poli Tersebut adalah dinyatakan
ILLEGAL. 
+ Apakah selama ini dianggap legal?

Wah saya bukan praktisi di bidang ini, sulit menjawab pertanyaan ini.
Tetapi dengan tindakan yang mendapat perhatian khusus ditempatkan ditempat
yang 
khusus maka kontrol akan lebih mudah. Asal yaitu tidak menyebabkan suatu 
diskriminasi terhadap Service Providernya ( Dokter ).

+ Apakah bisa dijelaskan implementasi kontrol dari Lembaga yang berwenang,
+ serta sejauhmana efektifitasnya. Hal ini mengingat bahwa aborsi adalah
+ tindakan yang selalu ingin disembunyikan oleh pelakunya, karena di
+ Indonesia hal ini masih dianggap sebagai aib. 

Saya membandingkan kalau seorang dokter mengoperasi hernia di Tempat Praktek, 
kan bisa dipastikan salah. Ini ada di UU. Praktis bila tindakan bisa
dipersyaratkan 
legal bila dikerjakan ditempat tertentu maka diluar tempat tersebut
dinyatakan ilegal 
maka akan mudah mengontrolnya.

+ Bagaimana kalau menggunakan bahasa awam dalam forum ini, atau menggunakan
+ bahasa kedokteran dan kemudian menjelaskan artinya. Saya dan teman2
+ non-dokter tentu akan lebih bisa mencerna penjelasan dr. Isnaini. 

Abortus Provocatus, adalah tindakan yang dapat menyebabkan aborsi. Sedangkan 
apabila abortus itu sudah terjadi dan tidak semua calon bayi/janin keluar
maka perlu 
tindakan untuk membersihkannya dengan Curetagge.

Saya yakin Sejawat Obstetri dan Gynecology ada yang bisa menjelaskan lebh 
lengkap dan jelas.

Isnaini
 



** From: Surjadi <c160651@indosat.net.id>
idenya sih hebat sdri Winny dan Pak Isnaini
akan tetapi apa feasible , bukankah disetiap rumah sakit ada bagian
kebidanannya 
dan mampu melakukan pelayanan seperti itu, kenapa harus di kelompokkan jadi
tersendiri
seingat saya di AS saja reaksinya cukup keras beberapa tahun lalu dokter
dari klinik yang diketahui melayani abortus  ditembak oleh orang yang tidak
setuju atas aborsi apapun indikasinya .
 dan bila klinik itu yang boleh melakukannya , sedang klinik lain tidak boleh 
apa ngak kebablasan n , bisa jadi monopoli dong ? dan kalau pasien yang
jauh dari klinik itu bagaimana  ?, bukankah kadang kadang tindakan abortus
provocatus dilakukan pada kasus kasus tertentu yang gawat ? kalau kasus
demikian bagaimana ?, sebab hitungannya sudah detik kalau tidak nyawa si
ibu bisa hilang . 
idenya sih baik , tapi saya takut akibatnya malah menyulitkan mereka yang
benar benar perlu dibantu ? 
usul saya lebih baik di kaji permasalah abortus itu saat ini bagaimana ,
apa yang tidak benar dalam pelayanan abortus atas indikasi therapi , baru
dibuat rencana solusinya ,
rasanya masih banyak masalah yang berkaitan dengan kesehatan wanita yang
mesti ditingkatkan yang lebih gawat dibandingkan dengan abortus therapicus
, dan seingat saya kita di ASEAN nomor satu angka kematian ibunya , 

salam kesehatan

Charles Surjadi 



** From: "Muhammad Isnaini" <isnaini@technologist.com>
Saya hanya memberikan respon, tentang idenya Bapak Mentri.
Saya sependapat banyak Aborsi merupakan hal yang masih kontroversial di 
masyarakat. Lembaga yang berhak mengontrol akan mendapatkan perhatian yang 
ekstra dari masyarakat.
Seberapa lembaga kontrol ini berfungsi dengan baik, barangkali merupakan
isu yang 
perlu dipecahkan bersama.

Mohammad Isnaini.



** From: Bernadette Istiti Kandarina <istitik@Uni-Hohenheim.DE>
 

On 15 Jul 1999, Muhammad Isnaini wrote:

> ** From: "Muhammad Isnaini" <isnaini@technologist.com>
> Saya hanya memberikan respon, tentang idenya Bapak Mentri.
> Saya sependapat banyak Aborsi merupakan hal yang masih kontroversial di 
> masyarakat. Lembaga yang berhak mengontrol akan mendapatkan perhatian yang 
> ekstra dari masyarakat.
> Seberapa lembaga kontrol ini berfungsi dengan baik, barangkali merupakan
> isu yang 
> perlu dipecahkan bersama.

yth, TS dan rekan-rekan di mailing list,
Di sini Abortus provocatus dilakukan oleh Klinik setempat (Kreis
Krankenhaus) yang mempunyai bagian Kebidanan. 
Patient pertama diperiksa oleh Frauenartz, kemudian hasilnya dibawa ke
Team ahli yang berkaitan dengan penyakit patient untuk mendapatkan 
kepastian akan pelaksanaan Abortus provocatus.
Pada waktu Pelaksanaan Abortus provocatus di Klinik, Frauenartz yang
melakukan pemeriksaan pertama, tidak boleh ikut dalam pengambilan 
keputusan maupun pelaksanaannya.
Demikian pula penggunaan Ru486 sejak 9 Juli yl., walaupun sudah dijinkan
hanya boleh diberikan di Krankenhaus (Klinik)
Kalau disimpulkan kontrolnya adalah dari Team Dokter yang mempunyai
kewenangan serta dibatasi oleh Sumpah jabatan.
Tentu dalam hal ini ada yang nekat mencoba menyalahi aturan, akan tetapi
Hukumanya sangat berat, sehingga perlu berpikir untuk melanggar aturan. 
(low enforcement)

Selamat melanjutkan diskusi.

istiti 
 
 


 
  1