*** From: "dr.
Petrus Hendra Gunadi" <ohate@cbn.net.id>
TS yth
Hari ini saya mendapatkan
kasus yang benar2 sangat menyedihkan untuk kita semua. Saya teringat dengan
salah satu mail tentang kisah anak yang memakan benzodiazepin (BZO) tanpa
anak itu tahu. Kemarin salah satu pediater kawan saya mengatakan mendapatkan
kasus yang sulit ditebak lalu dia coba tes narkoba. Ternyata tadi saya
lihat hasil tesnya ternyata BZO posistif, anak (gadis) tersebut kelas V
SD usia 11 tahun di daerah Jakarta timur. Dia mengaku mendapatkannya dari
rekannya dalam bentuk permen tetapi agak pahit. Benar2 parah keadaan ini
sampaipun anak SD terkena. Saya kira perlu disarankan untuk diadakan penjelasan
gejala yang sebenarnya dari narkoba oleh TS yang ahli dibidangnya.
Salam,
Petrus
** From: Kamil <kamil@indo.net.id>
Betul-betul menyedihkan.
Bisakah diketahui lokasi
SD tersebut?
Dapatkah kerjasama dilakukan
untuk memberi penerangan
kepada murid-murid
serta guru-guru di SD tersebut?
Kalau bisa kerjasama dengan
polisi untuk menangkap
penjualnya.
Siapa yang harus dihubungi
??
IBU PEDULI apakah PEDULI
dengan kasus seperti ini?
Kalau ada kasus seperti ini
harus kemana yaa?
Salam, Tola
** From: Wahyu Kelik C <cahyadi@kirti.cso.ui.ac.id>
Sebenarnya itu kisah lama
Pak. Saya pada waktu penelitian lapangan di Jakarta
Pusat (sekitar kampus UI
Salemba) menemukan banyak anak yang mengkonsumsi
Narkoba, seperti BZO itu.
Kebanyakan pemakai adalah anak jalanan yang memang
sangat rentan terhadap pengkonsumsian
dan "pembelajaran" oleh orang dewasa,
walaupun ada satu dua (tidak
lebih dari 10%) anak dari keluarga lengkap yang
menggunakannya juga.
Dengan rekan di FKUI (waktu
itu belum jadi asisten dan belum bergelar S.Ked ;-)) saya mencoba untuk
membuat rumah singgah dengan memanfaatkan rumah kosong
disebelah rumah tokoh masyarakat
di sekitar Salemba (lupa jalannya euy, sudah
lama tak menengok). Dari
hasil analisa diketahui bahwa sebagian besar dari
mereka memakai karena tidak
tahu bahayanya dan tidak ada tempat untuk bertanya
(mereka mengaku malu untuk
bertanya soal permen / permen karet yang memang
sebagian dari kita sudah
mengenalnya sejak kecil).
Setelah lebih dari 1,5 tahun
setiap hari berhadapan dan berbincang dengan saya
atau rekan saya, maka sebagian
dari mereka ada yang mengerti dan akhirnya
melanjutkan sekolah walaupun
harus bekerja setelah sekolah. Dan mereka inilah
yang setelah mengalami test
dinyatakan bebas dari pemakaian obat-obat
tersebut.
Namun ada juga yang tidak
berhasil diberi pengertian, karena memang sudah
ketagihan selain mereka
juga sangat tertutup. Hal inilah yang membuat saya dan
rekan saya merasa terpukul
dan mencoba untuk bangkit dengan sementara
melupakan
kejadian itu. Selanjutnya
penanganan dilakukan secara estafet oleh adik kelas.
Salam hormat dan semoga sukses
selalu,
Wahyu Kelik C [belajar,doa
dan usaha]
** From: Eunike
<Eunike_Suci@brown.edu>
Apakah suara Ibu Peduli
cukup kuat untuk merubah keadaan? Tidak bisakah
dibuat program antara depkes
dan depdikbud untuk memberi pendidikan
kesehatan gigi pada anak
(untuk tidak beli permen), serta penyuluhan pada
orangtua murid dan guru.
Menangkap penjual belum tentu menyelesaikan
masalah. Media TV juga perlu
digarap untuk menyebarluaskan informasi pada
orangtua, karena merekalah
yang paling dekat dengan anak2nya.
Saya rasa sudah waktunya
pemerintah serius menangani masalah ini.
-Tyas
|