Menyambung topik saya terdahulu (pemberian otonomi daerah dalam masalah
kesehatan), berikut adalah artikel dari Kompas yang melaporkan lokakarya
Kebijakan Kesehatan yang akan terimbas deru reformasi.
Mohon komentar netter, khususnya tentang sejauh mana peran Depkes dimasa
datang dalam mengelola SDM tenaga kesehatan, pelaksanaan dokter PTT, serta
implementasi Block Grant.
Salam, Tyas
Kompas,Rabu, 15 Juli 1998
Desentralisasi Pembangunan dan Pelayanan Kesehatan, Jakarta, Kompas
Pemerintah akan mendesentralisasi pembangunan dan pelayanan kesehatan kepada Daerah Tingkat II dan institusi pelayanan. Juga mengembangkan pelayanan kesehatan pra-upaya yang didukung Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) dan Asuransi Kesehatan.
Hal itu dikemukakan Menteri Kesehatan FA Moeloek ketika membuka lokakarya "Kebijakan Reformasi Sektor Kesehatan untuk Meminimalkan Dampak Krisis Ekonomi," Selasa (14/7).
Menurut Moeloek, untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif krisis ekonomi terhadap kesehatan, menjamin dan melindungi penduduk miskin serta meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang efisien dan bermutu, Departemen Kesehatan bertekad melakukan reformasi kesehatan.
Untuk itu ditempuh empat strategi pokok. Dua seperti tersebut di atas serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan menswadanakan semua Puskesmas dan rumah sakit pemerintah. Selain itu, pemerataan pelayanan kesehatan terutama bagi penduduk miskin.
Lokakarya dua hari (14-15 Juli) yang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes itu mengundang sejumlah pakar kesehatan masyarakat dan farmasi baik dari universitas maupun swasta, pejabat Depkes, perwakilan dari Bank Dunia, Unicef, serta WHO untuk mendiskusikan berbagai masukan bagi perumusan kebijakan Depkes dalam melindungi kesehatan masyarakat kurang mampu.
Menurut Stephen J Woodhouse, Kepala Perwakilan Unicef (United Nations Children's Fund) untuk Indonesia dan Malaysia dalam sambutannya, reformasi sistem kesehatan seyogianya memfokuskan dan mengalokasikan sebagian besar sumber daya bagi pelayanan kesehatan yang efektif serta pencegahan penyakit dan kematian dini.
Selain itu melakukan upaya pemberdayaan masyarakat, meningkatkan kesadaran kesehatan masyarakat, perekrutan dan pengembangan sumber daya tenaga kesehatan yang efisien dan bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), menetapkan kebijakan yang transparan dan rasional dalam pengelolaan bidang kesehatan, menjamin pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan rawan, meningkatkan koordinasi ke luar maupun ke dalam departemen untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Dalam kaitan desentralisasi, salah satu pembicara, Dr dr Triono Sundoro dari Bappenas mengemukakan usulan dalam hal ketenagaan antara lain, urusan penempatan dan mutasi tenaga kesehatan, penyelenggaraan pelatihan dan peningkatan SDM diserahkan ke Pemda, prosedur pemilihan Direktur RS berdasarkan merit system, kewenangan Direktur RS merekrut tenaga berdasar kebutuhan pelayanan kesehatan, pemenuhan kelangkaan tenaga pengajar fakultas kedokteran serta pendayagunaan dokter pasca-PTT secara terencana.
Dalam hal program antara lain,
penyederhanaan jumlah program
pokok dan penunjang dalam pembangunan
kesehatan menjadi 50
persen, penyerahan seluruh perencanaan dan
pembahasan Daftar
Isian Proyek ke instansi kesehatan di Dati
I, penyerahan upaya
pemberantasan penyakit menular (bukan
wabah) kepada Pemda,
penerapan sistem Block Grant untuk
pembiayaan kesehatan di Dati
II dan Puskesmas, pembakuan data dan
informasi kesehatan secara
berjenjang. (atk)
-Tyas-
Kutipan:
Untuk itu ditempuh empat strategi pokok. Dua seperti tersebut di atas serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan menswadanakan semua Puskesmas dan rumah sakit pemerintah. Selain itu, pemerataan pelayanan kesehatan terutama bagi penduduk miskin.
T:
Terus terang saya bingung, ide-idenya kalau berdiri sendiri sih bagus banget,
1. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
2. Pemerataan pelayanan kesehatan terutama bagi penduduk miskin
3. Swadana bagi Puskesmas dan RS pemerintah
cuman kalau dirangkai menjadi satu, jadi begini:
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan kesehatan terutama bagi penduduk miskin dengan menswadanakan semua Puskesmas dan RS pemerintah, sumber dananya orang miskin tentunya (menilik rata-rata mayoritas pendapatan penduduk RI)
Masalah Indonesia terbesar sekarang: Penduduknya miskin. Kalau penduduk miskin disuruh membiayai pelayanan kesehatannya sendiri, memang terjadi pemerataan pelayanan kesehatan.......... pelayanan kesehatan yang seadanya.
Lalu masalah lain: Hampir semua obat (bahan bakunya) berasal dari luar negeri (import), demikian juga dengan alat-alat medis. Baskom aja beli dari Cina, Jerman atau Jepang....padahal besinya mungkin berasal dari Krakatau Steel. Dengan ketergantungan industri kesehatan kita dengan barang LN, akan sulit bagi pelayanan kesehatan bermodal lemah (mis: Puskesmas) untuk bisa berkembang.
Reformasi dalam bidang kesehatan usulan saya:
Saya mengusulkan sistem kesehatan di Indonesia perlu dikembangkan lebih jauh sebelum kita berinvestasi dalam teknologi canggih. Yang jelas sistem yang ada sekarang ini di Indonesia belum bisa memberikan pelayanan terbaik bagi sebanyak-banyaknya orang.
Ada empat system kesehatan yang dikenal:
Indonesia memakai Mixed system karena semua komponen di atas ada: RSU Pusat&Daerah, PUSKESMAS milik pemerintah sebagai penyedia pelayanan kesehatan; ASKES sebagai asuransi berskala nasional; kita juga mempunyai asuransi swasta (walaupun belum berkembang baik). Apakah kita ingin sistem kesehatan Indonesia berkembang seperti Amerika Serikat? Mengapa kita tidak memilih sistem NHI seperti Canada, dimana biaya yang dikeluarkan hanya setengahnya dari US tetapi kualitas pelayanannya tidak jauh berbeda?
Sekarang kita harus melihat kenyataan yang ada. Siapakah yang datang ke RSU dan PUSKESMAS milik pemerintah? Bagaimana dengan kualitas pelayanannya? Siapakah yang datang ke RS Swasta, bagaimana pelayanannya? Berapa biayanya? Berapakah persentasenya dari GNP? Bagaimana perlindungan hak pasien? Kemana sistem kesehatan Indonesia ini hendak dibawa?
Saya sangat mengharapkan berkembangnya diskusi untuk topik ini, karena hal
ini sangat penting untuk menentukan berkembangnya sistem kesehatan di
Indonesia, agar terwujud pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi
sebanyak-banyaknya orang.
T
T:
Terus terang saya bingung, ide-idenya kalau berdiri sendiri sih bagus banget,
>1. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
>2. Pemerataan pelayanan kesehatan terutama bagi penduduk miskin
>3.Swadana bagi Puskesmas dan RS pemerintah
>
>cuman kalau dirangkai menjadi satu, jadi begini:
>
>Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan kesehatan
>terutama bagi penduduk miskin dengan menswadanakan semua Puskesmas dan RS
>pemerintah, sumber dananya orang miskin tentunya (menilik rata-rata
>mayoritas pendapatan penduduk RI)
Tyas:
Kalimat2 yang saya 'curigai' persis yang anda kemukakan. Tetapi kalau
diurut dari topik utama (desentralisasi), saya merasa mungkin yang dimaksud
swadana itu sumber dananya bukan dari orang miskin (penduduk yang sedang
dilanda kemiskinan) tapi dari APBD setempat yang tentu diperoleh dari pajak
yang terkumpul.
>Masalah Indonesia terbesar sekarang: Penduduknya miskin. Kalau penduduk
>miskin disuruh membiayai pelayanan kesehatannya sendiri, memang terjadi
>pemerataan pelayanan kesehatan.......... pelayanan kesehatan yang seadanya.
Tyas:
Sedikit koreksi: masalah yang terbesar sekarang adalah meningkatnya jumlah
penduduk miskin yang hampir separoh jumlah penduduk Indonesia. Mungkin akan
menjadi sekitar 60%, seperti tahun 50-60an ketika GNP perkapita
$50.00/tahun. Sebetulnya pemerintah sudah meningkatkan upaya pemerataan
pelayanan kesehatan, khususnya primary care. Ada yang seadanya (kelas
puskesmas) ada juga yang diada-adain (kelas RS swasta super modern). Selama
ini penduduk yang merasa tidak miskin malu untuk berkunjung ke Puskesmas,
padahal untuk sekedar imunisasi, atau pasang alat kontrasepsi kan bisa
diperoleh disana.
>Reformasi dalam bidang kesehatan usulan saya:
>1. Dibangunnya industri obat dalam negeri dengan bahan baku dari dalam
>negeri juga.
>2. Dibangunnya industri alat-alat kesehatan dengan bahan baku dari dalam negeri
>3. Dibangunnya sistem kesehatan yang lebih solid misalnya dengan sistem
>National Health Insurance (mirip yang diterapkan di Canada)
Saya setuju dengan 2 usul pertama, hanya keduanya butuh dana yang tidak
sedikit. untuk membangun National Health Insurance sepertinya ideal, tapi
apakah rakyat yang sedang jatuh miskin mampu membayar iurannya?
>Saya kutipkan juga email saya terdahulu berkaitan dengan sistem kesehatan
>yang ada, dan belum ada yang menanggapi :
>Date: Fri, 29 May 1998 01:33:00 -0500
Mail yang cukup lama padahal menarik untuk dibahas (tentu bagi yang tertarik....:))
>Saya mengusulkan sistem kesehatan di Indonesia perlu dikembangkan lebih
>jauh sebelum kita berinvestasi dalam teknologi canggih. Yang jelas sistem
>yang ada sekarang ini di Indonesia belum bisa memberikan pelayanan terbaik
>bagi sebanyak-banyaknya orang.
>
>Ada empat system kesehatan yang dikenal:
Saya senang sekali kalau anda bersedia informasikan artikel/buku tentang hal ini?
>Indonesia memakai Mixed system karena semua komponen di atas ada: RSU
>Pusat&Daerah, PUSKESMAS milik pemerintah sebagai penyedia pelayanan
>kesehatan; ASKES sebagai asuransi berskala nasional; kita juga mempunyai
>asuransi swasta (walaupun belum berkembang baik). Apakah kita ingin sistem
>kesehatan Indonesia berkembang seperti Amerika Serikat? Mengapa kita tidak
>memilih sistem NHI seperti Canada, dimana biaya yang dikeluarkan hanya
>setengahnya dari US tetapi kualitas pelayanannya tidak jauh berbeda?
Dari kalimat terakhir, nampaknya usulan sistem NHI berdasarkan biaya dan
kualitas.
Pertanyaan saya:
Mengenai kualitas, menurut saya ini berkaitan dengan kepuasan individu terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya. Ini awalnya menyangkut masalah availabilitiy, accessibility, affordability. Belakangya akan berkait dengan bagaimana dokter/pelayan kesehatan melayani pasien. Kalau misalnya suatu jenis layanan yang dibutuhkan pasien available, accessible, and affordable, tapi pasien mendapatkan wajah dokternya yang panjang seperti pepaya, perawatnya mrengut, obat-obatnya diperoleh setelah wira-wiri ke apotik, birokrasi reimbursement berbelit-belit, apakah ini berkualitas?
>Sekarang kita harus melihat kenyataan yang ada. Siapakah yang datang ke RSU
>dan PUSKESMAS milik pemerintah? Bagaimana dengan kualitas pelayanannya?
>Siapakah yang datang ke RS Swasta, bagaimana pelayanannya? Berapa biayanya?
Jangan meremehkan Puskesmas, lho... untuk orang yang pas-pasan atau mereka yang tinggal di rural area tentu lebih nyaman pergi ke Puskesmas katimbang RS Swasta. Argumen bahwa RS Swasta mesti memberikan layanan lebih manis (karena pasien membayar lebih mahal) patut dikaji ulang. Budaya di Indonesia tuh kita dapat perlakuan (pelayanan) manis kalau kita tampil seolah-olah berkantong tebal. Orang desa itu ngga selalu miskin, tapi mereka ngga bisa tampil layaknya orang berduit di metropolitan. Ketika mereka mampu membayar biaya di RS Swasta, pelayanan yang mereka dapatkan tidak selalu sebaik pasien yang bermake up dan wangi.
>Saya sangat mengharapkan berkembangnya diskusi untuk topik ini, karena hal
>ini sangat penting untuk menentukan berkembangnya sistem kesehatan di
>Indonesia, agar terwujud pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi
>sebanyak-banyaknya orang.
Mari kita simak rencana kebijakan kesehatan yang saya ambil dari Kompas. Nampaknya anda akan segera berlega hati ketika JKPM dilaksanakan secara nasional. Silahkan berkomentar:
Jumat, 17 Juli 1998
Depkes Jamin Reformasi Kesehatan
Jakarta, Kompas
Reformasi total di bidang kesehatan akan terus dilakukan oleh Departemen Kesehatan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata, berkualitas, dan efisien. Langkah-langkah itu di antaranya adalah menghapus praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), penyempurnaan bidang obat, penempatan tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan untuk rakyat miskin, dan menggalakkan asuransi kesehatan dan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM).
Demikian benang merah dengar pendapat umum Komisi VI DPR RI dengan Departemen Kesehatan, Kamis (16/7). Sidang dipimpin oleh Ketua Komisi VI Ida Yusi Dahlan dari F-KP. Sementara dari Depkes hadir Menteri Kesehatan FA Moeloek, lengkap dengan Irjen, Sekjen, para Dirjen, staf ahli menteri, dan aparat pendukungnya.
Menkes mengemukakan, selain menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat maka adanya krisis moneter telah menunjukkan perlunya jaminan pemeliharaan kesehatan, terutama untuk masyarakat tidak mampu. Karena itu, adanya RUU tentang asuransi kesehatan nasional/JPKM amat diperlukan. Tanpa JPKM, maka kenaikan harga obat dan peralatan kesehatan tak akan terjangkau masyarakat tak mampu. Akibatnya mereka tak bisa memenuhi kebutuhan kesehatannya sehingga dikhawatirkan angka kematian akan menjadi tinggi.
"UU asuransi kesehatan diperlukan agar setiap rakyat mendapat kesejahteraan dasar khususnya pelayanan kesehatan yang terkendali, terjangkau dan rasional," tegasnya.
Melalui UU asuransi kesehatan, rakyat Indonesia diharapkan dapat dilindungi asuransi kesehatan dengan sistem pembiayaan praupaya. Menurut Moeloek, pemerintah sejak 1992 telah meminta Pemda Dati II, kelompok masyarakat dan koperasi agar membentuk badan pengelola JPKM. Tahun 1995, Depkes telah mengeluarkan 18 izin operasional perusahaan JPKM. Untuk menggiatkan kembali usaha itu, Depkes dalam waktu dekat akan kampanye di 100 kabupaten, memberikan pelatihan pada tim kabupaten untuk menggerakkan pembentukan badan pelaksana. JPKM dan obat
Penggalakan JPKM juga diharapkan menjadi jurus ampuh untuk menertibkan masalah obat. Masalah obat bukan hal ringan, demikian Menkes, karena menyangkut tarik-menarik aspek teknologi, bisnis, dan sosial. Yang pasti akan disesuaikan dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Dikaitkan dengan konstelasi sistem yang lebih besar, penggalakkan JPKM, masalah obat diharapkan akan terselesaikan. "Dengan JPKM seluruh biaya pelayanan kesehatan akan rasional, efektif dan terjangkau masyarakat luas," kata Moeloek.
Sementara itu, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes, Drs Sampurno MBA kepada Kompas menyatakan, pihaknya sedang menyusun peraturan dan kriteria agar obat yang beredar tetap rasional dengan pola kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Ditjen POM telah melakukan inventarisasi jumlah dan jenis obat, saat ini ada sekitar 6.500 jenis obat yang beredar di Indonesia.
Mengenai rasionalisasi harga obat, lanjut Sampurno, pihaknya sedang melakukan diskusi maraton dengan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia. Perlu ada komitmen GP Farmasi untuk pengurangan margin di semua level, baik pabrik, distributor, maupun apotek.
"Nantinya akan ada rasio antara harga jual pabrik dengan harga eceran tertinggi (HET) di apotek. Setiap konsumen berhak tahu HET. Juga akan ada rasio harga obat generik dan branded generik (me-too product). Sedang terhadap obat paten dilakukan pendekatan price comparison dengan harga obat tersebut di luar negeri dan harga obat sejenis di Indonesia. Kalau lebih mahal tak diizinkan beredar," urai Sampurno.
Soal penghapusan PPN obat, baik Menkes maupun Dirjen POM menyatakan, Depkes sedang membicarakan dengan Ditjen Pajak. Di bidang obat, reformasi dilakukan dengan mewajibkan apotek menyediakan obat generik, menyederhanakan distribusi obat, menghitung harga obat dengan seksama dan meninjau kembali tender pengadaan obat, mengurangi jumlah jenis obat yang beredar, mengembangkan industri bahan baku obat, dan memberantas praktek promosi obat yang tidak etis. Upaya penghapusan KKN dilakukan dengan membersihkan aparat Depkes dari unsur-unsur KKN, melaksanakan proyek dan program dengan prinsip keterbukaan, meninjau dan mempelajari dengan seksama status pabrik vaksin Hepatitis B, serta mendudukkan RS Anak dan Bersalin Harapan Kita, RS Jantung Harapan Kita, dan RS Dharmais secara proporsional untuk kepentingan pembangunan kesehatan.
Untuk penempatan dokter dan dokter gigi, segera dibentuk tim reformasi yang
menyertakan organisasi profesi (IDI dan PDGI), serta meninjau kembali
penempatan dokter PTT. (atk/nes)
-Tyas-
Saya sudah siap dengan yang no 2. Bahkan sudah dibantu dan akan dipakai oleh salah satu RS yang akan berdiri di Surabaya. Ini memang sudah menjadi komitmen kurang lebih 5 tahun. Tinggal yang no 1 dan 3.
>Togu TML Tobing , tanggal 17 Jul 98,.
>Reformasi dalam bidang kesehatan usulan saya:
>1. Dibangunnya industri obat dalam negeri dengan bahan baku dari dalam
>negeri juga.
>2. Dibangunnya industri alat-alat kesehatan dengan bahan baku dari dalam negeri
>3. Dibangunnya sistem kesehatan yang lebih solid misalnya dengan sistem
>National Health Insurance (mirip yang diterapkan di Canada)