sepupu saya yang seorang bidan pernah mengatakan bahwa sebelum menikah ada baiknya si calon pengantin memeriksakan diri kepada dokter ...yang ingin saya tanyakan adalah:
Menurut hemat saya.
Yang cukup penting adalah
Wah, kebetulan sekali saya sebentar lagi mau menikah dan sedang mengurus
surat-surat untuk keperluan tersebut.
Kira-kira apa saja, ya, para Bpk/Ibu Dokter yang harus diperiksakan ke dokter
?
Terima Kasih.
Kewajiban / keharusan pemeriksaan kesehatan sebelum nikah sepengetahuan saya hanya berlaku di kalangan ABRI. Isteri seorang calon ABRI harus diperiksa terbatas hanya apakah mempunyai penyakit kronis dan apakah tidak dalam keadaan hamil.Pemeriksaan pranikah pada saat ini biasanya hanya untuk menemukan penyakit yang ada baik kronis maupun penyakit-penyakit akibat hubungan seksual ( dulu "Penyakit Kelamin") dan bila ditemukan penyakit-penyakit ini dianjurkan untuk diobati sampai sembuh sebelum memasuki jenjang perkawinan.
Sebetulnya pemeriksaan kesehatan pranikah bisa mendeteksi
kemungkinan-kenungkinan yang akan terjadi setelah pernikahan. misal apakah ad
a
Diabetes melitus/kencing manis, apakah ada ketidakcocokan rhesus darah, apaka
h
calon suami cukup mempunyai sperma dsb. Tetapi pada saat ini dengan budaya
kita hampir tidak mungkin mengutamakan pemeriksaan ini karena akan bisa
merusak suasana atau saling percaya diantara kedua calon mempelai yang telah
bersepakat melangsungkan pernikahan atas dasar CINTA.
Bayangkan seorang laki-laki yang telah diperiksa spermanya ternyata hasilnya
AZOspermia (spermanya kosong/ nol). Haruskah menipu calon isterinya atau
berterus terang sebelum nikah kepada calon isterinya bahwa dia mandul !!!
Membicarakan masalah pemeriksaan pranikah memang menarik, tapi siapkah kita ?
?
Semoga bermanfaat.
Salam sejahtera !
Saya tertarik untuk mempertanyakan dari sisi sosial budaya. Apakah kedua calon pasangan siap -dan dewasa- untuk memikirkan hal ini ? Padahal mereka harus bertanggung jawab mengenai kehadiran calon penerus mereka. Siapa yang harus disesali jika ternyata sang anak ternyata menderita anemi ? Atau AIDS ? Atau penyakit turunan yang tak terbayangkan sebelumnya ?
Namun sebetulnya hasil pemeriksaan merupakan suatu ujian lain : Masih bisakah kita menerima calon pasangan kita, jika ternyata ia mandul ? Atau usianya hanya berbilang tahun ? Atau...?
Saya yakin, banyak calon pasangan di daerah Jawa -yang relatif lebih luas cara pandangnya- yang risih dengan hal ini, apalagi di Palembang dan kota-kota lain...
Dayan , tanggal 13 Jul 98,.
>Saya tertarik untuk mempertanyakan dari sisi sosial budaya. Apakah kedua
>calon pasangan siap -dan dewasa- untuk memikirkan hal ini ? Padahal mereka
>harus bertanggung jawab mengenai kehadiran calon penerus mereka. Siapa yang
>harus disesali jika ternyata sang anak ternyata menderita anemi ? Atau AIDS
>? Atau penyakit turunan yang tak terbayangkan sebelumnya ?
>Namun sebetulnya hasil pemeriksaan merupakan suatu ujian lain : Masih
>bisakah kita menerima calon pasangan kita, jika ternyata ia mandul ? Atau
>usianya hanya berbilang tahun ? Atau...?
>Saya yakin, banyak calon pasangan di daerah Jawa -yang relatif lebih luas
>cara pandangnya- yang risih dengan hal ini, apalagi di Palembang dan
>kota-kota lain...
Yang perlu adalah apakah hasil tersebut bisa diperbaiki / dimanipulasi ?. Bisa bila seberapa pun kelainannya sudah selayaknya diterima atau dengan perkataan lain
sebaiknya pernikahan diteruskan.
Bila belum dapat dimanipulasi misalnya AIDS maka selayaknya ditimbang seberapa siap untuk untuk dilanjutkan. Seperti kondom juga bisa menjadi alat pencegah penularan bila pasangan tersebut masih ingin melanjutkan pernikahan.
Bila menganggap pernikahan adalah fungsi utama reproduksi , maka menyangkut kelainan genetika misalnya Thalasemia yang bisa terbilang resiko anak cucu berat sebaiknya tidak dilanjutkan ke pernikahan.
Isnaini
Salam sejahtera ! At 09:03 15-07-1998 +0700 Muhammad Isnaini said:
>Yang perlu adalah apakah hasil tersebut bisa diperbaiki / dimanipulasi ?.
>Bila menganggap pernikahan adalah fungsi utama reproduksi