MALAM RENUNGAN AIDS NUSANTARA 2001
Satu
untuk semua, semua untuk satu.
Hingga tahun ini, seluruh dunia masih setia mengadakan malam renungan AIDS. Acara ini merupakan upaya pembangkitan kepedulian, empati, dan dukungan terkoordinasi terhadap Orang-orang Dengan HIV/AIDS di seluruh dunia, yang hingga saat ini terus bertambah.
Perlawanan umat manusia terhadap HIV merupakan peperangan yang membawa banyak korban dan kerusakan bagi kehidupan manusia di level pribadi hingga tingkat peradaban. Kehilangan orang yang dikasihi, rasa nyeri yan tak tertanggungkan, hilangnya kebahagiaan hidup, pekerjaan, karir, kecantikan, dan hal-hal yang selama ini menjadi milik manusia. Menghadapi lawan yang sama, peperangan ini terbagi dalam beberapa medan pertempuran.
Para ODHA bertempur dengan HIV secara langsung, dengan tubuh mereka sebagai medan pertempurannya. Para dokter dan paramedis berjuang di klinik, rumah sakit, ruang perawatan dan ruang prakteknya, merawat ODHA, meringankan beban penderitaannya. Sementara itu, di medan pertempuran yang berbeda, para ahli dan praktisi berjuang menghadapi musuh yang sama dengan menegakkan satu tujuan: Penemuan senjata paripurna bagi HIV. Para politisi terbebani dengan penegakan sistem mobilisasi penanggulangan AIDS nasional, dan para anggota keluarga melindungi, menjaga, dan merawat sesamanya.
Dan kita, bisakah kita menjelaskan dimanakah posisi kita di dalam peperangan ini? Di medan pertempuran manakah kita berada, dan senjata apa yang ada dalam genggaman?
Tema Internasional AIDS Candlelight Memorial 2001 adalah “Satu Suara, Beragam Wajah, Bersatu Untuk Kehidupan.” Berjuta-juta wajah di seluruh dunia, yang peduli, yang bersedih, yang marah, yang prihatin, yang menanggung nyeri, dan wajah-wajah lainnya, bersatu berbagi semangat dalam menghadapi AIDS, menghadang laju penyebaran HIV.
Di Indonesia, semangat persatuan yang terkoyak oleh perpecahan antardaerah dan politisi hendaknya tidak memecah barisan kita dalam menghadapi musuh yang sama: HIV. Untuk satu malam saja, hendaklah kita melupakan perbedaan dan perselisihan di antara kita, serta mengingat bahwa masih ada masalah lain yang juga layak dipikirkan. Semoga, kebersamaan yang bisa dijalin dalam satu malam itu, bisa dipertahakan bagi hari dan malam selanjutnya. Dengan demikian, semoga kelak kita tidak perlu lagi mengadakan malam renungan AIDS lagi. (Dad)