"Operasi Prihatin" Agustus 1975 (I)
Hingga kini, Pemerintah Portugal merasa diusir dari wilayah jajahannya oleh
invasi Angkatan Perang Indonesia pada Desember 1975. Soebijakto Prawirasoebrata
Kepala Eksekutif Lembaga Pengkajian Strategis
Indonesia menuliskan pengalamannya yang menunjukkan bagaimana sebetulnya
Timor Timur ditinggalkan oleh pemerintah jajahan dan membiarkannya dilanda
perang saudara.
Di Timor Timur (Timtim), pemerintahan baru Portugal yang berhaluan kiri itu
menjanjikan adanya perubahan-perubahan penting, yaitu terciptanya hak-hak sipil
termasuk demokrasi, penghapusan polisi rahasia, dihapusnya sensor terhadap
pers, kebebasan membentuk partai-partai politik dan adanya referendum untuk
menentukan hari depan jajahan ini.
Dalam rangka pelaksanaan janji-janji tersebut, dibentuk 3 partai besar, yaitu
Associacio Popular Democratika Timorense (Apodeti), Uniao Democratika Timorense
(UDT) dan Fronte Revolucionaria de Timor Leste Independente (Fretilin). Partai
terakhir ini terkenal sebagai partai radikal dan berhaluan kiri, yang sebelumnya
dikenal sebagai partai ASDT (Associacio Social Democratika Timorense) yang
kemudian berganti nama sesuai dengan strategi front konsep komunis.
Penggantian nama dari ASDT ke Fretilin terjadi setelah kedatangan para mahasiswa
sebagai kader kiri PCP Partai Komunis Portugal) dari Lisbon yang ditugaskan
oleh kekuatan kiri di Portugal untuk menyusup ke dalam ASDT, yang kemudian
berhasil mengubah haluan partai ke arah Marxis.
Satusatunya partai kiri ini mempunyai sasaran kemerdekaan penuh bagi Timtim
tanpa terikat kepada suatu negara. Partai ini sangat memusuhi kedua partai
yang lebih besar lainnya, karena Apodeti ingin bersatu dengan Indonesia, sementara
UDT menginginkan tetap adanya hubungan dengan Portugal.
Seperti lazimnya partai kiri, Fretilin berusaha dan kemudian berhasil membentuk
front bersama UDT untuk menghadapi Apodeti. Front ini tidak bertahan lama,
karena pimpinan UDT akhirnya tahu, kerja sama di dalam front ini mengakibatkan
UDT jatuh ke dalam perangkap strategi "Front" pihak Fretilin, seperti halnya
sejarah-sejarah partai komunis di negara-negara lain telah membuktikan.
UDT makin yakin, Fretilin nantinya akan menjadi musuh utama yang akan menjerumuskan
rakyat ke dalam keasingan marxisme, setelah Fretilin -dengan pertolongan dan
dorongan perwira kiri Portugal seperti Mayor Mota dan Mayor Yonathas yang khusus
dikirim dari Lisbon untuk tugas ini- berhasil menarik hampir seluruh tentara
kolonial beserta senjatanya ke pihaknya.
Kedua perwira menengah yang dikenal sebagai anggota PCP ini, khusus dikirim
pemerintah kiri di Portugal saat itu -yang banyak didominasi kader-kader PCP- untuk
membina pemerintah dan angkatan perang kolonial di Timtim, dengan tugas
merekayasa agar pemerintah yang akan datang di Timtim akan berhaluan kiri.
Melihat bahaya yang mengancam ini, UDT pada 11 Agustus 1975 melancarkan semacam
perebutan kekuasaan dengan didukung sebagian polisi dan sebagain kecil tentara
kolonial.
Dengan melihat perbandingan kekuatan saat itu -hampir seluruh anggota Angkatan
Perang Kolonial yang berjumlah 30-an ribu orang bersenjata lengkap berpihak
pada Fretilin- maka kecillah kemungkinan UDT untuk memenangkan konfrontasi
bersenjata.
Mulai saat itu, berkecamuklah perang saudara dengan kekejaman-kekejaman tiada
tara. Seperti sejarah negara-negara komunis sebelumnya, Fretilin mengadakan
pembantaian massal terhadap lawan-lawan politiknya. Kuburan-kuburan massal
yang berisi ratusan mayat pemimpin-pemimpin partai lawan dengan tangan terbelenggu,
ditemukan pada awal tahun 1976 di Aileu.
Pembunuhan massal dengan cara menembak semenamena tahanan politik yang ditahan di
ruang-ruang kelas sekolah dasr di Same, akhirnya terungkap pada saat yang sama.
Percikan-percikan kering otak manusia dan serpihan-serpihan tulang kepala
yang masih berrambut, terlihat banyak sekali menempel pada tembok kelas-kelas
sekolah dasr itu.
Oknum-oknum Apodeti yang berhasil ditarik ke pihak Fretilin untuk menghadapi
UDT akhirnya juga dibunuh semua. Mayat yang telah membusuk Sekjen Partai
Apodeti ditemukan di Aileu, dengan tangan terikat ke belakang.
Minggu ke-empat Agustus 1975, pasukan bersenjata Fretilin berhasil mendesak
UDT ke arah barat, sehingga separuh kota Dili dapat dikuasainya.
Menghadapi keadaan yang begitu kacau -pemerintah kolonial tidak mampu lagi
memegang kendali komando Angkatan Perang Kolonialnya, karena telah diambil alih
secara terrencana oleh Fretilin- akhirnya Portugal pada tanggal 23 Agustus
1975 meminta Indonesia agar menolong mengungsikan warga negara Portugal (asli)
dan warga negara lainnya keluar dari perang saudara yang berkecamuk.
Kedua perwira Portugal -Mota dan Yonathas- telah melakukan dengan sempurna, tugas
pengalihan kekuatan bersenjata kolonial Portugal....
Semuanya berpangkal pada terjadinya kudeta pada tanggal 25 April 1974 di Portugal.
Kekuatan kiri -sebagai inti kekuatan yang berhasil merebut kekuasaan- melakukan
2 program politik baru, yaitu demokratisasi dan dekolonisasi.