SAJAK PERLAWANAN 
 
Kali ini ingin kutuliskan sebuah sajak perlawanan 
Dengan secangkir kopi pahit yang kau sediakan 
Di meja makan 
Meskipun roda musim tak memuat lagi angin rindu 
Atau kicau burung di tengah kota itu 
Tapi langit dan lautan masih tetap akan menyerap kata-kata 
Di mana sebuah jembatan, pohon-pohon dan pebukitan 
Akan menerjemahkan segalanya 
Biarkan saja kita di sini meniti satu per satu malam 
Dengan kegelisahannya yang panjang 
Walau nafas-nafas di sudut kota mulai berbau bara 
Walau harga luka melayang-layang di atas telunjuk dunia 
Biarkan saja sebab hujan akan menjabarkan sajak-sajakmu 
Sebagai kekuatan di luar badai 
Dan perlawanan di dalam penjara angin 
Yang bergaris pada bilik nurani kita sendiri 
Mulailah kawan 
Lawanlah pelan-pelan ! 
 
1998 
 
   
 
       
KOTA BIRU 
 
Lewat jalur jalan di pinggir taman 
Dan rel-rel yang memanjang ke tengah perkotaan 
Serta suara lokomotif yang sebentar-sebentar mengerikan 
Semuanya seperti menyimpan keheningan 
Sepanjang ruang dan gemuruh para pejuang di jalan 
Di mana mereka tengah menghamburkan darah ke arah bulan 
Tapi matamu kali ini lebih terbuka dari kata-kata 
Dari sebuah jembatan yang menanjak ke angkasa 
Atau dari sebutir peluru yang ditembakkan ke angkasa 
Hingga di situ kudapatkan engkau mematung sendirian 
Di depan cermin langit yang letih 
Di mana seorang penari turut menggoyangkan hari 
Memeras dan memahat keringat waktu sendiri 
Di sekujur tubuh negeri ini 
Malam yang dingin di bibir kota ini 
Di tengah padang rumput yang tinggi 
Dan percikan air hujan yang mengguyurkan kegelisahan 
Ada sebuah tangga yang berputar menuju kamar impian 
Dengan diterangi sedikit cahaya bulan 
Aku hanya mampu menahan getaran musim di nafasmu 
Tapi angin seolah memaksaku untuk terus berkhayal 
Seperti musim yang kehausan melumat sisa waktu 
Di mana orang-orang tengah berlibur 
Sebelum kekalahan benar-benar terlanjur 
 
1998 
  1