"Sepatah Kata, Sekapur Sirih"

Selama hampir dua dasa warsa terakhir, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) mendapat perhatian yang sangat penting dalam proses pembangunan di Negara Republik Indonesia. Dibentuknya sebuah tim khusus di bidang HAKI berdasarkan Keputusan Presiden No.34 (Tim Keppres 34) pada tahun 1986, diundangkannya UU No.7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, UU No.6 tahun 1989 tentang Paten, dan UU No.19 Tahun 1992 tentang Merek, serta dibentuknya Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek di jajaran Departemen Kehakiman merupakan bukti upaya pemerintah dalam mengembangkan dan memajukan sistem perlindungan HAKI di tanah air.

HAKI menjadi semakin penting setelah disepakatinya hasil akhir Putaran Uruguay (Uruguay Round) pada tahun 1994. Salah satu dari kesepakatan yang yang tercakup dalam General Agreement of Tariff and Trade (GATT) tersebut adalah 'the Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods' (TRIPs Agreement). Pemerintah Indonesia ikut menanda tangani hasil akhir Putaran Uruguay tersebut pada tahun 1994. Pengesahan/ratifikasi didasarkan pada UU No.7 Tahun 1994.

Terobosan mutakhir di bidang HAKI terjadi pada tahun 1997. Pada tanggal 7 Mei, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan tiga undang-undang baru sebagai perubahan atas undang-undang yang telah ada pada saat itu. Pada hari yang sama juga ditetapkan lima (5) Keputusan Presiden di bidang HAKI.

Umur baru seumur jagung, darah baru setampuk pinang. Keterbatasan ilmu dan wawasan, sangat disadari bahwa situs ini masih sederhana dan memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan situs ini.

Terima kasih atas kunjungan Anda.

Yasmon Rky.Sati