|
Pendidikan Anak
Mendidik Anak Untuk Mandiri
Anne Kartawijaya dan Kay Kuswanto
|
emandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi. Jikalau kemandirian anak diusahakan setelah anak besar, kemandirian itu akan menjadi tidak utuh. Ada orang tua yang menempatkan anaknya di tempat kos agar anak bisa hidup mandiri. Memang betul anak itu harus terpaksa mengejakan segala sesuatu sendiri, akan tetapi keadaan jiwanya tidaklah sehat. Dia mungkin akan merasa terbuang. Mendidik anak mandiri bukanlah dengan cara meninggalkan anak itu sendiri atau bersama dengan pengasuh lain. Kunci kemandirian anak sebenarnya ada di tangan orang tua. Disiplin yang konsisten dan kehadiran orang tua untuk mendukung dan menadampingi kegiatan anak akan menolong anak untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri pada masa yang akan datang. Prinsip-prinsip disiplin yang terus menerus ditanamkan pada anak akan menajdi bagian dalam dirinya. Dengan demikian kemandirian yang dimiliki adalah kemandirian yang utuh.
Beberapa hal yang dapat membentuk kemandirian anak , antara lain adalah,
Pertama: Rasa Percaya Diri.
Rasa percaya diri terbentuk ketika anak diberikan kepercayaan untuk melakukan suatu hal yang ia mampu kerjakan sendiri. Rasa percaya diri dapat dibentuk sejak anak masih bayi.
Misalnya dalam hal makan. Ketika bayi sudah mulai bisa memegang dan mengenggam, biarkan anak memegang botol atau training cup sendiri, kita hanya membantu mengarahkannya sampai dia bisa betul-betul memegang sendiri. Demikian juga ketika makan dengan sendok, kita dapat memberikannya sendok yang lainuntuk dimainkannya selagi kita menyuapinya makan. Kalau bayi sudah bisa menggunakan jari-jarinya untuk memegang makanan biarkan dia memungut makanan yang pada meja makannya. Ketika bayi mulai makn biskuit dan buah biasakan bayi makan di atas keretanya. Setelah bayi mulai bisa duduk, baisakan bayi duduk di kursi makan khsusnya. Dengan demikian bayi dibiasakan untuk disiplin dalam hal makan. Setelah bayi sudah mulai bisa mengambil makanan dengan sendok, biarkan ia makan sendiri sekalipun akan berantakan sekali. Jangan takut rumah kotor karena itu memang resiko yang harus dihadapi sementara ini. Plastik besar yang diletakkan di bawah meja makandapat menolong anda dalam membersihkan makanan yang berjatuhan.
Hal terbesar yang dapat menghambat rasa percaya diri anak adalah kekuatiran dan ketakutan orang tua. Perasaan takut dan kuatir pada orang tua ini dapat mmbuat orang tua cenderung untuk selalu menangani pekerjaan yang sebenarnya dapat dilakukan anak sendiri.
Sebagai contoh seorang anak SMP disalah menagerti oleh gurunya di sekolah. Kesalahmengertian ini membuat dia dihukum karena dianggap sebagai pengacau. Orang tua anak ini yakin sekali bahwa kesalahan terletak pada ketidakbijaksanaan sang guru. Dan mereka bisa saja langsung menghadap sang guru untuk membahas masalah ini, akan tetapi orang tua anak ini memberikan kepercayaan kepada anaknya untuk menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu. Dan apabila ternyata gagal, barulah orang tuanya akan turun tangan.
Kedua: Kebiasaan .
Salah satu peranan orang tua dalam kehidupan sehari-hari adalah membentuk kebiasaan. Jikalau anak sudah terbiasa dimanja dan selalu dilayani, ia akan menjadi anak yang selalu tergantung kepada orang lain. Salah satu contoh kebiasaan anak yang harus dibentuk sejak bayi adalah dalam hal kebiasaan tidur. Pada usia 5-6 bulan,bayi sudah harus dibiasakan tidur pada waktunya di atas tempat tidur.Kalau bukan dalam perjalanan, bayi tidak boleh dibiasakan tidur digendongan. Ketika sudah waktunya tidur, naikkan bayi ke atas tempat tidur, nyalakan musik dan temani bayi anda sampai dia tidur. Kalau sudah terbiasa sejak bayi, setelah besar sudah tidak terlalu sulit lagi.
Dr, Benjamin Spock menganjurkan untuk membiasakan bayi ke dalam tempat tidurnya sendiri setiap kali sehabis makan.Kebiasaan bermain-main sehabis makan harus diubah sejak kecil. Pada waktu bayi mencapai usia 6 bulan, sebaiknya bayi dibiasakan tidur di kamar dan di temapt tidurnya sendiri tanpa ditemani (Jika tempat dan letak ruangan memungkinkan). Setelah lewat usia 9 bulan, kebiasaan ini akan sulit sekali terbentuk. 1)
Ketiga: Disiplin.
Kemandirinan berkaitan erat sekali dengan disiplin. Sebelum seorang anak dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, ia terlebih dahulu harus didisiplin oleh orang tuanya. Syarat utrama dalam hal ini adalah pengawasan dan bimbingan yang konsisten dan konsekuen dari orang tua. Jikalau anda bekerja, anda harus yakin betul bahwa pengasuh anak anda konsisten dan terampil dalam memberlakukan disiplin belajar yang anda terapkan untuk anak anda. Tanpa syarat ini disiplin belajar yang anda terapkan tidaklah mungkin menajdi bagian dalam diri anak anda. Memberikan kursus belajar tambahan bukanlah untuk mendidik anak mandiri di dalam hal belajar. Disiplin belajar harus dimulai dari rumah, sebelum anak bisa menemukan sistem belajarnya sendiri di masa sekolah lanjutan nanti.
Ketika anak-anak berada di SD, anda hanya perlu menemani anak belajar. Tentukan jam belajar yang rutin setiap hari. Pastikan anak anda mengerjakan PR sebelum ia bermain. Anda dapat mengerjakan hal lain di dekat meja belajar anak anda. Jangan juga terklalu kaku dengan jam belajar ini. Kadang-kadang ada hal lain yang sangat penting untuk dilakukan pada jam belajar, anda dapat menukarnya dengan jam lain, tapi harus dilakukan di bawah pengawasan anda.
Sudah barang tentu, setiap anak mempunyai kemampuan belajar yang berbeda. Ada anak-anak tertentu yang perlu mendapat bimbingan yang lebih intensif dai orang tua. Ibu Lina Lukito dosen STT Bandung, selalu menanyakan bahan-bahan ulangan kepada anaknya. Menurut Ibu Lukito, pada saat anak mencapai kelas tiga SD, ia harus mulai dilatih sedikit demi sedikit untuk mempersiapkan ulangannya sendiri. Kita harus mulai mebimbingnya untuk menerima konsekuensi hasil belajarnya. Jikalau ini tidak dilakukan, anak akan terus merasa tidak siap dalam ulangan bila kita tidak menanyakannya lebih dulu. Pada saat di sekolah lanjutan, hal ini akan menjadi sulit.
Ibu Alice Tong (Istri Dr, stephen Tong, pendiri Gereja Reformed Injili Indonesia) didalam kesibukannya mendampingi suami, tetap mengawasi pelajaran anak-anaknya. Beliau menerapkan pendidikan yang ketat kepada anak-anaknya. Beliau tidak banyak memberikan omelan kepada anak, akan tetapi memberikan konsekuensi hukuman yang pantas bila diperlukan. Beliau tidak segan-segan meminta guru sekolah untuk menghukum anaknya apabila anak-anaknya mendapatkan nilai rendah karena lalai belajar. Prinsip beliau adalah :"Anak harus dididik mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya." Didalam latihan atau tes di rumah, jikalau salah satu soal saja, beliau akan minta anak-anaknya untuk belajar lagi.
Selain bekerja sama dengan guru sekolah, kerjasama dengan suami merupakan hal yang penting bagi Ibu Tong. Suami dan istri harus mempunyai prinsip yang sama dalam mendidik anak belajar. Anak-anak kadang mencari lobang dari salah satu pihak untuk mendapoatkan kelonggaran disiplin. Jika suami dan istri tidak sehati, anak sulit sekali dididik untuk disiplin. Didalam latihan piano atau biola, beliau juga menerapkan disiplin yang sama. Setiap hari tiap anak harus latihan minimal satu kali, kecuali sedang sakit atau menghadapai banyak ulangan, anak-anak harus latihan sekalipun pada malam hari.
Bepergian ke luar negeri untuk pelayanan bukan halangan untuk tetap menagawasi anak belajar. Beliau selalu interlokal untuk menanyakan tanggung jawab tiap anak dalam hal belajar.
Dengan disiplin yang ketat di masa kecil, setelah besar anak-anak beliau sudah memiliki tuntutan untuk belajr sendiri. Tuntutan diri untuk mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya kini menjadi milik anak-anak itu sendiri.
Kemandirian yang dihasilkan dari kehadiran dan bimbingan orang tua akan menghasilkan kemandirian yang utuh. Sistem disiplin hidup akan meanjdi bagian dalam diri anak yang akan dibawa terus sampai mereka dewasa. Sebelum seseorang memiliki disiplin didalam masyarakat. Ia harus memulainya dari rumah. Disiplin dari rumah harus sedini mungkin.
Terima kasih kepada Ibu Kay Kuswanto, Ibu Alice Tong, dan Ibu Lina Lukito yang telah memberikan masukan berharga untuk artikel ini.
1) Dr. Benjamin Spock, Merawat Bayi dan Mendidik Anak, (Jakarta: Penerbit Pustaka Rakyat. 1963, hal. 88-89)