Eunike
 EDISI 10  
Oktober - Desember 1997

Menu Utama


Daftar Isi
 Renungan Ibu: Memory Natal

 Waktu Anakku Sakit

 Setiap Anak adalah Anugerah

 Perkembangan Anak ...


Email
Email:
emailbox@cbn.net.id

Kesaksian: Waktu Anakku Sakit

Ev. Ayny L. Susanto, STh

S alau mungkin, lebih baik saya yang menggantikan sakitnya".

Itulah kata-kata yang tidak mungkin terjadi, namun kerapkali muncul dalam benak saya tatkala menjaga anak saya sakit. Sejak usia 9 bulan hingga 3 tahun, entah berapa kali kami ke dokter. Dan hati setiap ibu akan berat melihat anak yang sering sekali sakit. Saat itu anak kami yang pertama berumur kurang lebih 3 tahun, seperti biasanya dia muntah-muntah, terus batuk dan sesak napas. Malam sebelumnya, hampir-hampir air putihpun tidak dapat masuk ke tubuhnya.

Malam berikutnya, ketika dia sedang tidur, papanya belum pulang dari pelayanan, dan suasana sangat sepi. Yang terdengar hanya nafas berat anak saya yang berbunyi "ngik…ngik…" dengan perut kosong yang naik turun. Dalam beberapa hari saja dia menjadi kurus dan tidak gembira. Saya menunggu di sebelahnya sambil berdoa di dalam hati, saya menjadi sangat letih dan sedih. Saya merasa tidak mampu lagi menghadapi saat-saat seperti itu.

Namun di tengah-tengah saya berdoa, saya merasakan Tuhan Yesus hadir bersama saya. Dia dengan kasihNya memeluk dan berkata kepada saya: "Serahkanlah kuatirmu dan bebanmu kepadaKu, engkau telah melakukan bagianmu, dengan mengasihi, merawat, mendampingi dan berkisah tentang Aku. Tapi ingatlah, anakmu adalah milikKu seutuhnya, Aku yang akan mengasihi, memelihara hidup dan jiwanya, percayalah kepadaKu".

Air mata saya masih meleleh tetapi beban di dalam hati saya berubah menjadi damai dan sukacita yang luar biasa. Saya belajar bahwa Tuhan Yesus mengasihi anak saya lebih daripada saya. Dan Tuhan senang saya melakukan bagian saya.

Sebagai orang tua, bukankah jika mungkin anak kita tidak akan sakit, tidak perlu sampai menangis, tidak perlu dihukum dan kecewa. Namun biarlah anakku menangis, jikalau dengan demikian dia dapat belajar berjalan di dalam rencana Tuhan. Biarlah dia kecewa, jikalau melalui itu dia bisa menyenangkan Tuhan. Biarlah dia menerima hukuman dan disiplin, jikalau itu membuatnya membenci dosa. Biarlah dia merasa dan melihat kepedihan, jikalau itu membuka hatinya untuk mengasihi orang lain dan berharap kepada Tuhan. Dan biarlah dia sakit, jikalau melalui semua itu dia akan memahami dan mengalami bahwa hanya Allahlah pemelihara jiwanya.

"Terima kasih Yesus untuk anugerah anak di dalam rumah kami, terima kasih Engkau mengasihi mereka lebih daripada kami. Kuatkanlah hati, tangan dan kaki kami untuk mengerjakan anugerahMu".


1