Five


ANDY selalu bingung bila sudah memasuki bulan Mei. Bukan apa-apa, masalahnya Nick akan berulang tahun pada tanggal 3; dan ia tak tahu hadiah apa yang harus diberikan untuk kakaknya itu! Andy berpikir untuk membelikan Nick sebuah miniatur mobil balap, tapi kamar Nick sudah sudah terlalu penuh oleh benda-benda semacamnya.

Akhirnya ketika Andy sedang berjalan-jalan di mall untuk memburu hadiah, ia berhasil menemukan dua buah ben-da yang pasti akan membuat Nick senang. Memang harganya cukup mahal, tapi Andy tak peduli. Ia sudah pasrah. Un-tungnya jumlah tabungannya cukup banyak, jadi ia masih bisa membelikan hadiah juga untuk Dennis yang akan mera-yakan ulang tahunnya tepat seminggu setelah Nick.

Mungkin hadiah yang diberikan Andy memang bagus, namun hadiah ulang tahun yang paling mengesankan bagi Nick adalah bahwa tim Ferrari kesayangannya berhasil menjadi juara di F1 GP San Marino pada tanggal 2 Mei, tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-25! Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri di layar televisi saat Michael Schumacher yang diidolakannya melebihi apapun di dunia itu melewati garis finish dengan penuh luapan kegembira-an. Nick sendiri sampai berjingkrak-jingkrak di tempatnya dan membuat semua orang di rumah itu hanya bisa mengge-lengkan kepala.

Kegembiraan Nick tidak berhenti sampai di sana. Keesokan harinya semua orang memberinya hadiah ulang tahun dan ia makin bertambah girang saat membuka hadiah dari Andy. Parfum Ferrari! Nick kaget setengah mati begitu me-lihat benda itu. Andy membelikannya satu set parfum resmi Ferrari lengkap dengan logo dan sertifikatnya!

"GILA!!!!!" jerit Nick histeris. "Kautemukan ini dimana, Andy?!!"

"Mall, toko parfum. Makanya kalau pergi ke mall jangan langsung pergi ke food court-nya dong! Itu dipajang di eta-lase, kog. Bagus kan? Ada dua botol lo! Yang satu merah, yang satu lagi kuning. Sebenarnya ada juga sih yang hitam, tapi uangku tak cukup untuk membelinya juga!"

Jon yang ada di sana bersama Mike dan James ikut melihat dan mengambil salah satu botol. "Wangi juga ya? Hm, bagi aku satu dong, Nick!"

Nick merebut botol itu. "Enak saja! Mati saja kau! Aku tak akan pernah memakainya! Tidak akan!!! Akan kupajang di dalam lemari kacaku sampai aku mati!!!"

"Kalau begitu kita bunuh saja dia sekarang!" ajak Jon. Alvin langsung melompat ke arah Nick seketika. Nick berteri-ak-teriak ketakutan sambil mengamankan kotak parfumnya. Dennis hanya tersenyum melihat mereka. Keluarga Bro-adley memang gila.

Dan ulang tahun ke-25 Nick pun dirayakan dengan sederhana namun meriah. Saat semua orang tengah seru me-nonton televisi dan bermain Playstation, Nick malah menyendiri di sudut ruangan dan merenung. Sudah dua puluh li-ma tahun ia hidup... dan selama dua puluh lima tahun itu ia merasakan suka dan duka sebagai anggota keluarga Broadley. Sekarang ia hanya bisa tersenyum penuh haru, sampai-sampai tak disadarinya bahwa air matanya mulai menetes. Kalau waktu bisa dihentikan, mungkin ia akan menghentikannya pada saat ini. Sungguh, rasanya tak ada o-rang lain yang memiliki kehidupan sebahagia dirinya. Karena itulah ia benar-benar merasa bersyukur. Mungkin kalau ayah dan ibunya masih hidup, mereka akan bahagia melihat anak lelakinya sekarang ini. Nick yang sekarang bukan Nick yang dulu lagi. Ia sudah menjelma menjadi seorang pria mapan yang begitu dewasa. Ia punya pekerjaan yang bagus, punya keluarga yang hebat, dan tentu saja teman-teman yang selalu mendukungnya dalam segala hal. Tapi terlebih dari semua itu, ia memiliki jalan hidup yang masih panjang... jadi ia punya banyak kesempatan untuk menik-mati banyak hal.

"Our birthday boy terlihat lesu pada acara ulang tahunnya... kira-kira kenapa ya?" sapa James. Ia menyodorkan sekaleng Carlsberg pada Nick.

"Oh." Nick menengadah dan melihat senyum James yang hangat. "Tidak apa-apa sih, aku hanya merenung." Ia membalas senyuman James dan mengambil kaleng beer itu. "Memangnya cuma kau yang bisa merenung, hmm?"

"Dasar." komentar James. "Aku kan merenungkan soal materi laguku, lain dengan kau!" Ia duduk di samping Nick, dan dilihatnya semua orang sedang sibuk menonton Alvin dan Jon yang tak habis-habisnya bertengkar baik dalam permainan Playstation yang sedang mereka mainkan maupun dalam kehidupan sebenarnya. "Kau tahu, kadang-ka-dang kupikir Jon itu agak gila."

Nick ikut memperhatikan gerak-gerik Jon. "Menurutku Jon memang gila." Dibukanya pengunci kaleng Carlsberg di tangannya.

"Bayangkan, dia sudah dua puluh enam tapi tingkah lakunya masih seperti remaja kampungan begitu!" kata James seenaknya. Nick yang sedang meneguk beernya hampir saja tersedak.

"Lidahmu ternyata tajam juga ya..."

James tersenyum lagi. "Tapi kurasa kau lebih gila dari Jon kalau melewatkan acara ulang tahunmu yang meriah ini hanya dengan duduk merenung di sudut ruangan... apa sih yang kaurenungkan? Wajahmu sampai serius begitu, ku-perhatikan dari tadi..."

"Yeah... banyak hal." Nick meneguk beernya lagi.

"Contohnya?"

"Kau."

"Aku?"

"Ya, kau."

"Memangnya aku kenapa?"

"James, kurasa aku jatuh cinta padamu." Nick membuat pengakuan dengan wajah yang betul-betul serius. James menampakkan raut wajah herannya, lalu mereka berdua sama-sama tertawa. "Rupanya kita sudah terlalu dewasa un-tuk bercanda begini ya?" lanjut Nick.

"Kau ya, aku belum!" ralat James. "Tapi kau itu terlalu suka bercanda... mungkin kau tidak normal, Nick. Bakat i-sengmu itu lo..."

"Kelewatan." Nick mengiyakan. Dan mereka tersenyum sekali lagi.

"Tapi kalau dipikir-pikir... memang sekarang kita sudah besar ya?" James berkata, nyaris ditujukan untuk dirinya sendiri.

"Sok dewasa!" ledek Nick cepat. "Kau baru umur berapa, sih? Baru dua puluh tiga kan?!! Huu... baru dua tiga saja sok..."

"Daripada kau yang seperti anak kecil!!!" balas James tak mau kalah.

Nick tak menjawab kali ini.

"Hey, kalau ulang tahun itu jangan cemberut dong." James menepuk bahunya.

"Tau nih... sudah mahal-mahal kubelikan parfum Ferrari, masa malah ngambek?!" Andy tiba-tiba muncul di hada-pan mereka. "Kau tidak suka hadiahku ya?"

"Bukan begitu..." Nick menjawab tanpa tenaga.

"Jangan-jangan kau malah tidak suka dengan topi Ferrari yang kubelikan itu!!!" James menyimpulkan.

"Aduh!!!! Kalian jangan membuatku pusing, pergi sana!!" usir Nick. "Pergi, birthday boy sedang ingin merenung, ja-ngan ganggu!"

James dan Andy saling berpandangan, lalu keduanya mengangkat bahu. "Ya sudahlah, ayo kita pergi, Andy." Ja-mes merangkul gadis itu dan berbisik, "Dia sedang perlu sendirian, entah kenapa. Memangnya apa sih yang terjadi de-ngannya? Jangan-jangan dia baru saja ditolak oleh rekan kerjanya... kudengar dia sampai memohon-mohon di bawah kaki wanita itu dan-"

Nick berpura-pura mendehem. "Jangan menggosipkan the birthday boy, James!!! Kalau sirik bilang saja!"

"Lo, benar kog, aku dengar dari Marc kalau kau dan wanita itu-"

"Dan kau percaya kata-katanya?!!! Sudahlah, pergi sana!!! Capai aku melihat kalian!"

"Lo Nick, memangnya aku salah apa?!!!!" protes Andy. "Aku kan tidak menggosipkanmu--" James sudah memba-wanya pergi sebelum Nick sempat berkoar lagi.

"Sudahlah, Andy... orang patah hati itu tindakannya tidak terduga!"

"James, kau tidak akan selamat sampai di rumahmu malam ini!" ancam Nick. "Awas!"

James hanya tertawa kecil.





GARY mencegat Andy tepat ketika gadis itu hendak masuk ke dalam kelasnya. "Hai, Andy. Pagi." Lorong-lorong Acton college lengang karena murid-murid sudah masuk ke kelas.

"Oh, pagi Gary... kau tidak masuk kelasmu?! Bel sudah berbunyi!"

"Tidak apa-apa kog. Aku cuma mau bilang, well... aku ingin bicara denganmu istirahat nanti, di cafétaria. Kau bi-sa?"

Andy berpikir sejenak. "Ng... OK, I'll see ya there then." Ia menyetujui. "Gawatnya, aku belum belajar untuk tes science hari ini! Kemarin Nick ulang tahun, jadi kami sibuk berpesta dan aku sama sekali lupa kalau hari ini ada tes!"

Gary tersenyum. "Dasar kau... good luck, deh." Dikecupnya bibir Andy dengan mesra dan tanpa membuang waktu ia langsung berlari ke kelasnya di lantai dua. Sambil tersenyum lebar.

Andy menaikkan satu alisnya. Baru pertama kali seorang pemuda seumurnya memberinya ciuman. Rasanya agak aneh... misterius... seperti mencium bantal...

Dan semuanya bertambah parah saat ia masuk ke dalam kelas. Semua orang menatapnya bagaikan tersihir! Me-reka pasti melihat kejadian barusan! Mereka melihat Gary menciumnya! Phfew, talking 'bout a bad hair day!

"Guys, jangan menatapku seperti itu!!! Tak ada apa-apa antara aku dan Gary!" Andy mencoba berkelit, tapi tam-paknya tak ada yang percaya. Mereka tetap mematung dan menatapnya... Andy menghela napas. Permulaan hari yang benar-benar buruk.

"Andy, kau pacaran dengan Gary?!!!!!" teriak Eileen histeris.

"Sudah kubilang, dan akan kubilang lagi, tidak!"

"Tapi kalian berciuman..." Rachel bukannya malah membantu, ia malah ikut menyudutkan Andy. Benar-benar te-man yang baik, Andy bergumam.

Andy sudah mau menyahut, tapi Mr. Dickens sudah muncul di depan kelas bersama setumpuk kertas tes. "Cukup sudah gosipan pagi hari kalian, ladies... siapkan pensil kalian dan kuberi waktu dua jam untuk menyelesaikan tes sci-ence tersulit sepanjang sejarah kerajaan Inggris ini!" katanya sambil menyeringai.

Semua murid berubah tegang, termasuk Andy. Tapi setidaknya mereka lupa akan masalah Gary! Gertakan Mr. Dickens memang cara terampuh untuk mengalihkan perhatian!

Andy duduk di bangkunya dan ternganga ketika membaca soal-soal science yang diberikan oleh Mr. Dickens. Ya ampun... ini sungguh hari buruk baginya! Ia pasti mendapat nilai F! Keringat dinginnya mengucur deras, dan selama setengah jam pertama yang dilakukannya hanya memelototi lembar tes itu. Ia sama sekali belum menulis apapun; ke-cuali namanya di sudut kanan atas kertas! OK Andy, gunakan logikamu... soal-soal ini tak sesulit yang kaubayang-kan... coba pikir... pikir...

Ia mulai mengerjakan soal-soal itu.





SAAT BEL ISTIRAHAT BERBUNYI, Andy langsung melarikan diri keluar kelas. Bukan apa-apa, ia tak mau diteror oleh Rachel dan Eileen beserta seluruh isi kelas! Tapi kalau mereka tahu bahwa ia hendak menemui Gary di cafétaria, ke-adaan bisa bertambah gawat. Andy memutar otak, dan akhirnya ia memilih pergi ke perpustakaan. Di sanalah tempat paling aman baginya sekarang. Gary pasti mau mengerti kalau ia tak bisa menemuinya.

"Hai, Andy." sapa Ms. Holmes, petugas perpustakaan.

"Hai, Ms. Holmes. Ada buku baru tidak?"

"Ada beberapa buku baru tentang astronomi di rak belakang sana."

"Thanks, Ms. Holmes." Andy tersenyum dan melangkah ke arah rak yang ditunjuk oleh Ms. Holmes. Ia membuka-buka sebuah buku tentang galaksi dan membawanya ke meja baca. Ia mencoba melupakan semua kejadian buruk yang telah terjadi sepanjang pagi ini dengan membaca.

Andy memang paling senang melihat bintang. Dulu Nick dan Dennis sering mengajaknya keluar pada malam hari untuk melihat langit yang gemerlap, dan mereka bertiga sering hanya bisa membisu saat melihat keindahan semesta. Langit kota London begitu indah pada malam hari, dan satu-satunya hal yang membuat mereka jengkel hanyalah ka-butnya yang begitu tebal. Cuaca begitu dingin, tapi mereka tak peduli. Jiwa keingintahuan mereka terlalu besar untuk dipendam. Kalau teringat akan hal itu, rasanya Andy ingin kembali ke masa lalu... saat semuanya begitu damai dan nyaman. Menjadi anak kecil berumur empat tahun yang tak pernah punya masalah, tentunya jauh lebih menyenang-kan daripada menjadi remaja lima belas tahun yang sudah harus melakukan segala sesuatunya sendiri dengan perma-salahan yang terkadang terlalu rumit untuk dipecahkan. Kenapa manusia harus jadi dewasa? Bukankah pikiran jahat mereka berkembang seiring dengan pertumbuhan mereka? Kalau saja di dunia ini hanya ada anak-anak dengan hati mereka yang masih polos...

Mungkin di jagat raya ini ada sebuah planet yang letaknya jauh sekali dari bumi, yang hanya berisi anak-anak ke-cil. Mereka bermain sepanjang hari, lalu terlelap kecapaian pada malam harinya. Tidak pernah merasakan lapar, tidak pernah merasakan haus, tidak pernah merasakan sedih… sungguh sebuah kehidupan yang indah.

Waktu kecil Andy ingin sekali jadi astronot. Ia ingin melihat kehidupan di sisi lain alam semesta yang begitu luas. Tidak masuk akal rasanya kalau kehidupan hanya ada di bumi. Maksudnya, untuk apa Tuhan menciptakan jagat raya yang tak terhingga besarnya kalau kehidupan hanya ada di sini? Pasti ada peradaban lain di suatu tempat, suatu wak-tu… dan ia ingin menemukannya.

"Hey Andy… kau pacaran dengan Gary ya?" Tiba-tiba Maria bersama gengnya muncul di depan Andy. Maria ada-lah ketua regu cheerleaders dan sekaligus juga murid tercantik di Acton college. Ia berambut pirang ikal, bermata biru jernih dan bertubuh tinggi langsing. Benar-benar tipikal gadis cantik Inggris. Hampir semua murid pria di college meng-incarnya, tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa ia hanya menyukai Gary. Ayahnya dengan ayah Gary rekan bis-nis, dan dulu ia dan Gary sempat berpacaran, sebelum Gary memutuskan hubungan mereka karena bosan. Ia tak bisa menerima hal itu, dan dalam pikirannya ia yakin bahwa Gary masih mencintainya. Dan sekarang ia tengah menatap Andy dengan marah. Ia masih terlihat cantik dalam keadaan seperti itu, namun Andy sama sekali tak tertarik padanya.

"Tidak." jawab Andy singkat, lalu ia kembali menekuni bacaannya, sekaligus juga melanjutkan lamunannya soal ke-hidupan di planet lain yang tadi terputus. Ia tak perlu meladeni gadis cantik yang egois seperti yang berdiri tepat di ha-dapannya ini. Setelah kembali ke kelas nanti ia akan melabrak semua murid di kelasnya. Mereka benar-benar penggo-sip tulen! Baru beberapa menit ia masuk ke dalam perpustakaan, gosip yang sama sekali tidak benar itu sudah bere-dar santer di seluruh college!

Maria dengan kasar menutup buku yang dibaca Andy. "Jawab pertanyaanku, apakah kau pacaran dengan Gary?"

"Tidak." Sekali lagi Andy menjawab. "Tolong lepaskan tanganmu dari buku itu. Itu buku baru, jangan digebrak-ge-brak seenaknya." lanjutnya cuek. Ia malas berdebat dengan Maria, tapi ia jengkel dianggap rendah seperti itu. Maria memang menganggap semua orang lebih rendah dari dirinya. Padahal kalau mau dibandingkan, nilai-nilainya tak se-bagus caranya memandang dirinya.

Maria makin emosi. "Kaupikir kau itu siapa? Dasar penggoda!!! Aku heran setengah mati kenapa Gary bisa tertarik padamu! Sampai-sampai ia mau pergi denganmu!!! Rayuan apa sih yang kaubilang padanya? Benar-benar tak tahu malu!!!"

Semua orang di perpustakaan memandang ke arah mereka dengan heran. Sudah dua kali hari ini Andy mengala-mi hal itu, dan mungkin ia harus menuntut pertanggungjawaban Gary karena telah membuatnya menjadi pusat perhati-an dengan cara yang sangat, sangat tidak dikehendakinya.

"Tolong jaga bicaramu, Maria. Ini perpustakaan." Andy seolah tak peduli. Bagaimanapun juga ia kalah jumlah. Dili-hatnya beberapa orang keluar dari perpustakaan begitu melihat Maria menghina-hinanya. Hanya ada dua kemungki-nan; mereka tak mau ikut-ikutan dalam masalah ini, atau mereka keluar untuk memberitahukan seluruh sekolah bahwa Maria Fisher sedang bertengkar dengan Andy Broadley. Dalam keadaan seperti itu Andy lebih memilih kemungkinan pertama.

"Dengar, Andy -atau apapun mereka memanggilmu, aku tak suka kau dengan gaya sok hebatmu itu mendekati Gary-ku. Kau seharusnya tahu diri, cockney!"

Andy bangkit. "Memangnya kenapa kalau aku cockney?!" Andy bersyukur tempat ini agak jauh dari meja Ms. Hol-mes, jadi ia bisa menyelesaikan masalah ini tanpa campur tangan guru. "Tidak ada yang salah dengan cockney!"

"Kau tidak punya status sama sekali, tahu? Gaya bicaramu saja kasar begitu!!! Menyedihkan!"

"Biar saja!" Andy tetap teguh pada pendiriannya. Sebenarnya gaya bicaranya tidak sekasar yang dikatakan oleh Maria, hanya saja Maria memang tak pernah mau bergaul dengan orang-orang dari kelas ekonomi menengah, apalagi bawah. Jadi wajar saja kalau ia begitu pandai menghina. "Kalau aku cockney, biar saja! Memang itu kenyataannya, ja-di mau apa lagi? Lagipula asal kau tahu saja, hampir semua bintang film dan selebriti Inggris adalah cockney!" Andy melancarkan serangan diplomatisnya.

"…tapi kau jelas-jelas beda dengan mereka!" Maria masih tak mau mengakui kekalahannya.

"Dalam hal apa?"

"Setidaknya mereka tidak diantar oleh kakak mereka ke college tiap hari!" Maria merasa berada di atas angin sete-lah menemukan kata-kata yang dianggapnya tepat. "Ya, Gary bilang padaku kalau kakakmu selalu mengantarmu ke college, Andy…" Ia tertawa meremehkan, demikian pula seluruh anggota geng cheerleaders-nya. "Oh, sungguh seo-rang kakak yang benar-benar baik… sayangnya dia juga seorang cockney sepertimu!"

Habis sudah kesabaran Andy. "Jangan sangkut-pautkan kakakku!!!!"

Maria tertawa senang. "Ternyata ada juga gadis kalangan menengah ke bawah yang begitu manja, ya? Oya, ka-kakmu itu seperti apa sih? Pasti sama menjijikkannya dengan dirimu, kan?"

Andy menamparnya sekuat tenaga. Maria hanya bisa ternganga sambil memegangi pipi mulusnya yang langsung berubah merah terkena tamparan tangan Andy. "Ka-kau…" "Maaf kalau aku mengecewakanmu, Maria, tapi kau bisa jatuh pingsan kalau melihat keimutan kakakku!" seru An-dy marah.

Para murid berkerumun memperhatikan mereka berdua, tapi tak ada satupun yang berani melerai.

"Dasar… dasar manusia rendah!!! Beginikah caramu berbicara?!!! Dengan tanganmu?!!! Ugh, benar-benar tak ta-hu malu!!!! Penjilat!!!!!" damprat Maria.

"Oya?!!! Kalau aku penjilat, kau apa?!!! Justru kau yang tak tahu malu!!! Mana ada gadis kalangan atas yang tak bisa menjaga mulut dan sikapnya sepertimu?!!" tukas Andy.

"Kurang ajar!!!!!" Maria hendak mencekik Andy, tapi Gary muncul di tengah-tengah mereka.

"Maria!!!" Gary melepaskan tangan gadis itu dari leher Andy. "Kau ini apa-apaan sih?!!"

Melihat Gary yang membela Andy, Maria semakin berang. "Kenapa kau malah membela gadis cockney itu, Ga-ry?!!! Memangnya bagaimana cara dia merayumu sampai kau bisa begitu tertarik padanya?!!!" Pandangannya begitu tajam menusuk Andy.

"Maria!!!" Gary bisa ikut kehilangan kesabaran kalau begini. Andy hanya diam.

Maria terus bersikeras. "Aku jauh lebih baik darinya, Gary!!!! Aku-"

"Maria, aku mencintainya!!!!" Kata-kata Gary membuat mulutnya terkatup.

Suasana hening seketika. Semua orang memandang Andy lagi. Tiga kali sudah ia jadi pusat perhatian. Dan para filsuf berkata bahwa tiga kali itu sudah cukup. Sambil menggeleng Andy pergi dari tempat itu. Ia sudah pusing, ia su-dah tak mau tahu lagi. Selamat tinggal semua!

"Andy, kau mau kemana?!!!" Gary hendak menyusulnya, tapi Maria menahan tubuh pemuda itu.

"Kau yang mau kemana?!!!"

"Maria, lepaskan aku!"

"Tidak sampai kau janji padaku untuk tidak menemui gadis itu lagi!"

"Sadarlah Maria, hubungan kita sudah lama berakhir! Jangan bersikap egois begini!!!" Gary tak mempedulikannya dan pergi.

"Aku bisa meminta ayahku untuk mempengaruhi dewan guru agar gadis itu dikeluarkan dari sekolah!!!" ancam Ma-ria. Ia tak rela kehilangan Gary begitu saja, apalagi di depan murid-murid Acton.

Gary menatapnya dengan dingin. "Kalau kau coba lakukan itu… jangan harap untuk berbicara denganku lagi." ka-tanya perlahan dengan penuh wibawa. Lalu ia meninggalkan mereka semua.

Maria berusaha menahan amarah yang menggemuruh di dadanya. Ia merasa dongkol, sungguh dongkol. Gary menolaknya di hadapan begitu banyak orang… untuk gadis kalangan menengah seperti itu!!! Dilihatnya semua orang memandang ke arahnya. "Apa yang kalian lihat?!!!! Ini bukan tontonan gratis!!!! Pergi!!!!" perintahnya kesal. "PER-GIIII!!!!!! Atau kalian semua dikeluarkan dari college!!!!!"

Para murid berebut meninggalkan perpustakaan. Maria memang menyeramkan saat sedang marah. Lebih menye-ramkan lagi karena ayahnya memiliki pengaruh yang sama besar dengan ayah Gary di Acton college.

"Awas kau, Andy… aku tak akan menyerahkan Gary padamu! Tak akan pernah! Lihat saja nanti..." katanya.





"ANDY!!! ANDY, TUNGGU!!!!" Gary mengejar Andy di lorong seusai sekolah. Sepanjang istirahat tadi ia tak berhasil menemukan gadis itu, walaupun ia sudah mencari sampai ke seluruh sudut college. Pasti, karena Andy bersembunyi di dalam toilet wanita sampai bel istirahat selesai berbunyi.

Andy meraba keningnya dengan pasrah. "Ya ampun Gary… jangan dekati aku lagi!" pintanya sungguh-sungguh. "Tahu tidak, satu sekolah mengira aku berpacaran denganmu! Gara-gara kejadian tadi pagi itu!"

"Memangnya kenapa?"

"Aku tidak mau! Kau bukan pacarku! Pokoknya lebih baik kita tak usah bertemu dulu untuk sementara ini. Aku tak mau Maria melabrakku seperti itu lagi. Aku sampai heran bagaimana dia tahu bahwa kita pergi bersama Jumat malam kemarin! Dia suka padamu, Gary. Kau tahu itu!" Andy membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju tempat parkir. Sem-oga saja James, Mike atau Jon sudah menjemputnya. Ia ingin pulang!

"Andy…" Gary mengejar gadis itu. "Andy, aku tidak suka padanya!"

"Lalu kenapa aku yang kena getahnya?! Kau tidak bisa meninggalkanku sendiri?!"

"Aku cinta padamu, Andy!"

Andy tersenyum meremehkan. "Oya? Kau jatuh cinta pada gadis rendah yang manja dan tak tahu diri ini? Yang merayu-rayumu sampai kau bisa begitu tertarik?" Ia terus melangkah tanpa mempedulikan Gary. "Kau dengar sendiri dari mulut Maria kan? Ia juga bilang kalau dia jauh lebih baik dariku, jadi lebih baik kauladeni saja dia! Ladeni saja tuan putri 'bukan-cockney'mu yang pintar menghina itu!" bentaknya marah.

"Andy… ya Tuhan, jangan dengarkan kata-kata Maria! Dia hanya cemburu padamu!" Baru kali ini Gary memohon-mohon di hadapan wanita. Harga dirinya sudah jatuh tak tertolong lagi. Cinta memang buta…

"Ya sudah, harusnya kau jadi pacarnya saja, supaya ia tidak cemburu lagi!" usul Andy. "Gampang kan?"

"Tapi aku ingin kau yang jadi pacarku!"

"Aku tak cocok denganmu, dia yang lebih cocok!"

"Tapi aku tak suka padanya, Andy!"

"Dan aku tak suka padamu." Andy berhenti melangkah. "…terus terang saja, Gary… aku tak pernah suka padamu bahkan sejak pertama kali kita bertemu. Aku tahu berteman denganmu hanya akan menimbulkan masalah, jadi seba-iknya kita akhiri saja semuanya di sini."

"Tapi Andy-"

"Kau suka padaku kan?"

Memalukan rasanya seorang ladykiller disodori pertanyaan seperti itu, namun Gary sudah tak peduli. "…ya!"

"Kalau begitu lakukan sesuatu untukku: Jauhi aku."

"Tapi-"

"Oh, James!!!" seru Andy girang saat melihat James yang baru saja keluar dari mobilnya. Ia langsung berlari menghampiri pemuda itu. "James, syukurlah kau datang!" Tanpa dikomando ia langsung masuk ke dalam mobil. "Ayo pulang!"

James sempat keheranan melihat tingkah laku Andy, terlebih lagi saat ia melihat Gary yang tergopoh-gopoh me-ngejarnya. "Siapa dia? Pacarmu?"

"Sudah, jangan banyak tanya. Kujelaskan semuanya nanti, yang penting cepat pergi dari sini!"

James mengangkat bahu. "OK." Ia masuk dan menyalakan mesin. "Tak apa-apa dia ditinggal seperti itu? Kasihan lo, jangan mempermainkan perasaan laki-laki!"

"JANGAN SOK TAHU, JAMES!!!!" jerit Andy.

"OK, OK, jangan marah gitu dong! Kau sadis juga ya kalau marah?!" James menginjak gas dan meninggalkan tem-pat parkir, lalu ia melirik ke arah kaca spion. "Cowogmu kelihatan putus asa tuh. Sampai-sampai ia membanting tas se-kolahnya!"

"Dia bukan cowogku!" protes Andy.

"Jadi?"

"Hanya orang gila yang tidak kusukai sama sekali!"

"Tapi dia cukup keren kog…" komentar James. Sekali lagi ia melirik kaca spion. "Kenapa sih kau berlari-berlari menghindarinya? Katanya mau cerita…"

"Tunggu! Aku mau napas dulu!"





"WELL ANDY… kurasa pemuda itu benar-benar jatuh cinta padamu." komentar James setelah mendengar cerita An-dy secara keseluruhan. Ia menyeduh teh hangatnya dan menuangkan sedikit gula ke dalam cangkir itu. "Tadi saja dia sampai mengejar-ngejarmu begitu, kan?"

Andy tak menjawab. Ia hanya memandang keluar jendela coffee shop dengan pasrah. "Tapi aku sama sekali tak suka padanya, James… apalagi…" Kata-katanya menggantung.

"Apalagi apa?"

Andy menghela napas panjang. "Yah… sebenarnya aku sih tidak mau bermusuhan dengan Maria…"

James menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. "Dasar remaja… sampai sebegitunya mempertahankan pemuda pujaannya. Tapi kau hebat juga lo, bisa membuat cowog playboy macam begitu bertekuk lutut di hadapanmu!" pujinya.

Andy tersenyum segan. Lalu ia kembali diam.

"Mau dengar saranku?" tawar James.

Gadis itu mengangguk perlahan.

"Cari seorang cowog di college untuk jadi pacarmu. Kan urusannya beres semua. Gary tidak akan mengejar-nge-jarmu lagi dan Maria pasti tidak akan membentak-bentakmu lagi." usul James.

"Aku sudah bosan dengan masalah pacaran, James. Aku tak mau pacaran dengan cowog lain hanya untuk melari-kan diri dari masalahku dengan Gary." jawab Andy. "…dengan Maria juga." ralatnya beberapa detik kemudian.

"Bagaimana kalau kau pura-pura pacaran?" usul James lagi.

"Jangan gila, James. Mana mungkin aku mendatangi seorang cowog dan bilang, 'Hai, namaku Andy! Kau mau jadi pacar pura-puraku tidak? Cuma sementara, kog.' Gila, mana ada cowog yang mau pacaran hanya untuk dimainkan begitu? Lagipula mukaku tak setebal itu, James!"

"Kalau kau bilang begitu padaku sih… aku mau saja." James menampakkan senyum manisnya.

Mau tak mau Andy tersenyum. "Thanks… tapi aku tetap tak mau pacaran denganmu."

"Lo, kenapa?" tanya James heran. "Memangnya aku kurang tampan?!!"

Andy tertawa kecil. Ternyata pemuda yang satu ini kepercayaan dirinya lumayan tinggi juga! "Bukan. Kau terlalu tua untukku."

"Tua?!!!!" seru James dengan nada tinggi. "Hei, kemarin Nick meledekku masih ingusan, dan sekarang kau malah bilang kalau aku sudah terlampau tua?!!"

Andy terus tertawa. "Kau dibilang masih ingusan oleh Nick?!!!"

James mengangguk dengan wajah sedih. "Dia bilang aku masih dua puluh tiga!"

"Nick memang sok dewasa…"

Terdengar melodi-melodi harmonis dari dalam saku celana James, dan pemuda itu langsung merogoh kantung un-tuk mengambil telepon genggamnya. "…Mike." gumamnya pelan saat melihat layar monitor.

Andy tersenyum, yang lalu dibalas oleh James.

"Hallo…" sapa James. "Kenapa, Mike? Oh, aku? Aku sedang bersama Andy… coffee shop di ujung jalan yang bia-sa itu… kau masih di Hammersmith?" Ia berhenti sesaat. "OK, see ya in 20 minutes, mate." Ia memutuskan hubungan.

"Kenapa dia?" tanya Andy.

"Katanya dia ada masalah… tunggu saja deh. Kau tak mau ketinggalan berita terbaru, kan?"

Andy menggeleng. "Erm… itu tadi lagu apa?" Ia menunjuk mobile phone James.

"Oh, hehe…" James tersipu malu. "Lagu ciptaan Jon. Sengaja kumasukkan ke sini, habis aku sedang tergila-gila dengan melodinya sih!" Ia memberikan telepon itu ke Andy.

"Ciptaan Jon?" Andy tak percaya. Ia meraih mobile James dan memutar lagu bernada romantis itu.

"Yah, aku ikut menyumbang ide juga. Lagu itu kami ciptakan bertiga bersama seorang ceweg Belanda yang beker-ja di studio Warner." James menjelaskan.

"Kog bisa?" Andy terus mendengarkan melodi-melodi indah lagu itu.

"Jon bilang dia punya lagu bagus, jadi kusuruh saja dia datang ke studio untuk mendiskusikannya. Kebetulan di sa-na sedang ada Keri yang biasanya menjadi backing vocal band-band terkenal, jadi kami mengerjakannya bertiga."

"Cool. Lagunya bagus, lo! Judulnya apa?"

"Rescue Me." sahut James. "Ceritanya tentang seorang cowog yang sedang patah hati. Keren kan?"

Andy mengangguk penuh semangat. "Nadanya manis… kau punya rekamannya?"

"Yup. Besok deh kubawakan."

"Nyanyikan, dong." pinta Andy.

"Sekarang?"

"Iya."

James berdehem. "OK, tapi jangan tertawa, ya?"

Andy langsung mengiyakan.

"…I can't believe that I ever let you go,
and assumed your heart was broken.
I wanted a love where I could come and go,
now the door's no longer open.
Why don't you take us back to then,
No I'll never hurt you again.
Now I know you're all I need…
You gotta come on and rescue me,
tell me what I should be, yeah…
You gotta come on and rescue me,
what do you want me to be, ahh…"

Andy terpana di tempatnya. Suara James begitu halus dan lembut, rasanya tak ada orang dengan suara sebagus itu di seluruh Inggris Raya!

"I realised that it's hard to be apart,
you discovered it could be easy.
And all I think of is, why get together to break apart,
you wonder why you loved me, yeah…
Oh, you're meaning the world to me,
and I just wanna get up,
and make up,
only you know how to save me,
I need you now, I need you baby…
We'll live forever under the light,
of the moon, the stars, all things bright…
We go together, heart and mind,
we go together, don't you find…
And if you're ever stuck someday,
turn around, call my name.
Shout it out and into the air,
I will be, I will be, I will be, I will be there."

"…keren…" Mata Andy berbinar-binar begitu James selesai melantunkan kalimat terakhir lagu itu. "Minta liriknya!!!"

James tertawa. "OK, OK, akan kubawakan besok sekalian. Aku tahu kau pasti akan suka dengan lagu ini!"

"Thanks ya… lagu ini akan kaupublikasikan tidak?"

"Mungkin, tapi aku harus menyelesaikan dulu pekerjaan-pekerjaan lainnya yang masih menumpuk." James terse-nyum pasrah sambil menghirup teh manisnya. "Kusarankan satu hal deh, Andy… kalau kau ingin jadi penggubah lagu di masa depan nanti, jangan bergabung dengan pihak label manapun. Lebih baik kau jadi penggubah freelance saja. Kemungkinan stresmu akan lebih kecil kalau bekerja sendiri."

Andy tertawa kecil. "Yah… tapi tipe orang sepertiku mana mungkin sih jadi penggubah lagu? Lebih baik aku jadi penyanyi saja."

James membalasnya dengan senyuman. "Good idea. Suaramu kan bagus, kenapa tidak kaucoba saja jadi vokal-is? Makanya, kapan-kapan datang dong ke studio Warner. Nanti kuajari proses perekaman lagu dan aransemennya sekaligus."

"Wah… benar nih?" Andy bertanya senang. Ia memang selalu tertarik dengan dunia musik, walaupun tidak segila Nick dan ketiga sahabatnya.

Belum sempat James memberikan jawaban, sekali lagi mobile phone-nya berdering. Kali ini dengan melodi yang berbeda. Dijawabnya telepon itu, "Hallo…"

"James, Andy ada bersamamu? Kau ada dimana sekarang?" Samar-samar Andy bisa mendengar suara kakaknya dari speaker telepon genggam James.

"Oh, aku ada di coffee shop yang biasa. Kau ada dimana? …Mau ke sini sekarang? OK, see ya." Ia menekan tom-bol untuk memutuskan pembicaraan.

"Nick, ya?" tanya Andy.

"Yep. Dua menit lagi dia sampai di sini. Kau disuruh pulang bersamanya."

"Well… kalau begitu aku tidak bisa bertemu Mike." ujar Andy agak kecewa.

Senyum James mengembang. "Nanti deh kukabari lewat telepon atau Nick. Kurasa masalah yang sedang dihadapi Mike juga tidak begitu parah… dia kedengaran biasa-biasa saja di telepon. Paling-paling dia bertengkar lagi dengan Jon."

Andy memutar-mutar bola matanya. "Mereka memang tak pernah akur. Satu masalah selesai, besoknya muncul lagi yang baru. Dasar kekanakan. Semoga saja mereka tidak sampai saling bunuh-bunuhan."

"Kuharap juga begitu. Kau juga baik-baik saja deh. Jangan cari masalah lagi dengan si Gary itu." James memberi nasehat. "Ingat… cari saja seorang cowog keren untuk dijadikan pacar pura-puramu." Ia mengedipkan sebelah mata.

Andy menggelengkan kepala. "Gampang lah. Nanti saja kupikirkan di rumah. Lagipula sekarang sudah bulan Mei. Bulan depan aku sudah mulai ujian, jadi…" Ia berhenti sejenak. "Kurasa aku harus lebih memperhatikan pelajaran se-kolah." katanya lemas.

Nick muncul dari pintu depan coffee shop. "Hei James, Andy…" Ia berjalan ke meja mereka dan mengambil duduk di sebelah adiknya dengan napas sedikit terengah-engah. "Aku tak bisa lama-lama, banyak pekerjaan yang harus ku-edit di rumah."

Andy bangkit dari kursinya. "OK deh, aku juga harus mengerjakan sesuatu."

"Thanks for picking her up from school, James." Nick ikut bangkit dan menepuk bahu sahabatnya itu. "I'll see ya later."

James tersenyum manis. "OK. See ya all later, guys. Oya Nick, pulang sekolah tadi Andy dikejar-kejar oleh seo-rang cowog keren, lo…" godanya.

Serentak Nick menoleh ke arah Andy. "Hah?"

Andy menepuk dahinya. Ya ampun, ia lupa untuk memberitahu James supaya tidak menceritakan hal ini pada Nick! Semoga saja Nick tidak menginterogasinya dengan pertanyaan-pertanyaan konyol seperti kasus Jon dulu. Ia be-nar-benar malas harus membahasnya lagi! Ah, tapi sudahlah… mungkin Nick bisa memberinya solusi yang tepat, pikir Andy.

"Akan kuceritakan di rumah, Nick. Pokoknya jangan dibahas sekarang." tukas Andy. Ia melirik James dengan se-bal. "Thanks, James."

"No problem, Andy." James tak menggubris sindiran gadis itu. "Good luck anyway."

Lalu kedua kakak beradik itu pergi meninggalkan coffee shop mungil di ujung jalan itu.



Next
Previous
Home

(c)1999, 2001 AndreaHearn 1