ambil menantikan suami saya turun dari kantornya di wilayah jalan Sudirman, saya memperhatikan beberapa karyawan wanita yang baru saja pulang kerja. Cukup banyak. Ach..... lebih banyak lagi wanita dengan berbagai macam mode pakaian kerja berjalan di sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Di dalam hati saya berkata: "Terima Kasih Ibu Kartini, tanpa engkau pemandangan Jenderal Sudirman akan begitu hambar, tanpa bunga-bunga merah, kuning, dan berbagai warna ceria pakaian wanita."
Tiba-tiba sebuah mobil kijang berhenti di depan saya. Isinya cukup padat. Ada beberapa orang anak, suster, pembantu rumah tangga, dan supir. Tak lama kemudian seorang ibu mendekat dan masuk ke dalam mobil. Di dalam hati saya berkata: "Oh ibu Kartini, tanpa sengaja engkau telah menceraikan anak-anak ini dari ibu mereka."
Kita harus mengakui bahwa nasib kaum wanita saat ini mengalami banyak kemajuan. Wanita tidak lagi bisa dianggap remeh oleh kaum pria. Wanita mempunyai potensi yang kadang jauh lebih besar dari potensi kaum pria. Kesempatan meniti karir semakin luas bagi kaum wanita. Akan tetapi bersamaan dengan itu pula, struktur keluarga dan pola pendidikan anakpun bergeser. Sekarang, orang tua tidak lagi menjadi pemeran utama usaha pendidikan anak. Di dalam kesibukan orang tua meniti karir, sekolah swasta dan negeri sudah hadir untuk menggantikan peran mereka. Semakin banyak sekolah yang menambah waktu belajar murid di sekolah, sehingga orang tua tidak perlu bingung kemana mereka harus menitipkan anak. Yayasan penyalur baby-sitter semakin banyak. Taraf hidup para pembantu mulai meningkat. Kaum wanita berekonomi rendah mendapatkan kesempatan kerja lebih baik sebagai baby-sitter. Dengan keberadaan baby sitter, kekhawatiran para orang tua semakin dapat teratasi ... asal ada uang!!! Tapi sekali lagi ... kehadiran sekolah dan yayasan penyalur baby-sitter yang pada mulanya untuk membantu orang tua, kini membuat jurang perceraian anak dan orang tua semakin besar.
Jikalau anda adalah salah satu dari Kartini-Kartini tersebut, renungkanlah:
1) Apakah anda memaksakan anak anda untuk berdikari sebelum dia dapat berdiri tegak?
2) Apakah anda mulai melihat gejala asosialisasi, sikap dingin, dan individualisme pada anak?
3) Apakah anda mulai merasa sulit mengenal anak anda, apalagi menangani kenakalannya?
4) Apakah anda mulai merasa anak anda lebih cinta TV daripada anda, apalagi cinta Firman Tuhan ataupun gereja?
5) Apakah anak anda sangat emosional ketika baby sitternya pulang mudik?
6) Apakah hubungan anda dan suami mulai terasa tegang dan penuh konflik?
Jikalau 90% dari jawaban anda adalah "Ya", mungkin anda adalah "Ibu Kartini yang tersesat di Sudirman (atau area business lain)."
Anda mungkin berkata, "Habis bagaimana?... Inilah tuntutan hidup zaman ini." Saya tidak menganjurkan anda untuk berhenti dari pekerjaan atau pindah dari kota tempat anda tinggal. Melalui buletin ini, saya ingin mengajak anda untuk berdialog. Diharapkan melalui dialog ini kita bisa menemukan jalan keluar bagi kondisi anda. Di dalam buletin ini ada beberapa hal yang akan dibahas:
- Informasi dan diskusi tentang "memelihara hubungan anak & orang tua" bagi wanita karir.
- Bagaimana memilih alternatif pengasuh.
- Menanggulangi pengaruh negatif pendidikan dari para baby-sitter.
- Peran hubungan suami-istri dalam pendidikan anak.
- Apa arti "Quality Time" dalam pendidikan anak?
- dan sebagainya
Karena buletin ini merupakan dialog, maka diharapkan anda bersedia membagi pengalaman, tanggapan, komentar, kesulitan, saran/ide, dll. Anda akan dibantu oleh para ibu yang berpengalaman, para penginjil dan pendidik anak, serta psikolog. Tulisan atau masukan andapun dapat menjadi kontribusi besar bagi orang tua lain yang membaca buletin ini.