Menu Utama
Daftar Isi
|
|
|
Tanya Jawab:
"Haruskah Karir Dikorbankan Demi Anak?"
|
Menjawab surat Ny. Aniwati - Surabaya
eperti beberapa ibu Kristen lainnya, Ny. Aniwati menggumulkan karir dan anak. Ny. Aniwati sudah bekerja di suatu perusahan dan sekarang mempunyai anak Balita. Selama ini anak beliau dijaga oleh pembantu yang cukup dapat dipercaya. Akan tetapi beliau tetap merasa tidak tenang karena biar bagaimanapun juga beliau merasakan perbedaan yang sangat besar antara didikan pembantu yang hanya lulus SD dan didikan dia sebagai ibu yang sudah lulus sarjana. Kehidupan ekonomi beliau cukup baik walaupun tidak berlebihan. Suamipun cukup suportif dalam segala keputusan yang akan diambil oleh ibu ini. Di dalam lubuk hati yang terdalam, Ny. Aniwati ingin sekali meluangkan waktu sepenuhnya untuk mengasuh dan mendidik anaknya yang masih kecil itu, akan tetapi ia tidak bisa meninggalkan karirnya oleh karena banyak sebab (lingkungan keluarga dan rekan yang tidak setuju, rasa takut salah langkah, rasa takut menjadi cupet dan menyia-nyiakan kesempatan, rasa sayang dengan gelar dan karir yang sudah dicapainya, rasa takut kekurangan untuk masa depan sekolah anak, dll.) Sampai sekarang ibu ini tetap bekerja dengan disertai guilty-feeling yang cukup dalam.
Bagaimana pendapat anda? Saran apa yang dapat saudara berikan untuk ibu ini? Sebelum anda menyampaikan atau mengirimkan pendapat anda kepada redaksi Eunike, saya akan memberikan beberapa pokok pemikiran yang dapat menjadi perbandingan dalam anda mempertimbangkan pendapat anda.
1. Siapakah anak bagi anda?
Pada umumnya, hampir semua orang sangat bahagia dan bangga jika dikaruniakan anak. Dalam pandangan umum, anak merupakan lambang kesuburan, merupakan makhluk kecil yang membuat rumah menjadi dinamis dan ceria, pengikat yang kuat dalam hubungan suami istri, penerus keturunan, pewaris, dsb. Akan tetapi di dalam iman Kristiani, hal itu tidak cukup. Alkitab tidak saja mengatakan bahwa anak adalah anugerah, akan tetapi juga tanggung-jawab. Banyak orang yang bersikap sangat posesif terhadap anak-anak mereka. Bagi mereka anak adalah milik mereka sendiri. Sebenarnya bukan. Anak sepenuhnya milik Tuhan. Dengan hadirnya anak di dalam kehidupan kita, merupakan suatu bukti bahwa Tuhan mempercayakan kita untuk mengasuh dan mendidik umat ciptaanNya ini dalam kurun waktu tertentu. Anak adalah tugas bagi kita dari Tuhan.
Dengan pemahaman seperti ini, rasa gentar kita dalam mendidik anak bukan saja karena takut anak ini kelak menjadi anak yang tidak benar, akan tetapi lebih dari itu. Kita gentar terhadap tanggung jawab di hadapan Tuhan.
Sebagai orang tua Kristen, kita harus mempunyai pandangan mata yang mengarah kepada kekekalan, bukan saja hanya pada batas waktu yang sementara. Kita harus mempertanggung jawabkan iman bukan saja dalam hubungan pribadi dengan Tuhan, tapi juga dalam kaitannya dengan tugas tanggung jawab kita sebagai pendidik yang dipercaya oleh Tuhan.
Saya yakin, jika anda mempunyai konsep ini, anda akan lebih hati-hati lagi dalam menentukan pilihan anda. ANUGERAH SENANTIASA DISERTAI TANGGUNG JAWAB.
2. Apa tujuan anda bekerja?
Pertama, uang.
Merupakan omong kosong yang besar jika kita katakan bahwa kita tidak butuh uang untuk hidup. Untuk makan, untuk pertumbuhan fisik anak-anak, juga untuk sekolah anak-anak, kita butuh uang. Berapa banyak kita butuh uang, sangat ditentukan seberapa besar tuntutan kita akan kehidupan ini. Orang-orang yang senang hidup mewah, membutuhkan uang lebih banyak daripada orang yang terbiasa hidup sederhana. Seberapa keras kita harus bekerja juga ditentukan oleh seberapa banyak uang yang kita butuhkan. Semuanya itu kait-mengkait dan membentuk sistem kehidupan. Banyak orang terjerat dalam sistem itu dan akhirnya tanpa sadar sudah menjadi budak dari sistem itu.
Jika kita katakan ibu-ibu bekerja untuk menabung, banyak perkara yang harus dipertimbangkan: Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menggantikan keberadaan anda di rumah, misalnya: gaji dan ongkos baby sitter, pakaian kantor, make-up dan segala perlengkapan penampilan anda, ongkos transportasi menuju tempat bekerja, belum lagi biaya ke dokter kalau anak anda jadi sering sakit, bagaimana dengan biaiya les tambahan pelajaran karena anda tidak bisa menemani anak belajar? Cobalah hitung-hitung, jangan sampai anda bekerja untuk membiayai anda bekerja.
Ada juga yang betul-betul butuh uang karena suami tidak punya pekerjaan yang cukup untuk membiayai keluarga, atau karena bencana masa lalu yang menyebabkan istri harus turun tangan, bisa juga karena butuh biaya pengobatan untuk anak/suami, bisa juga karena kebutuhan biaya yang ekstra untuk membiayai anggota keluarga yang kesusahan, dll. Alasan-alasan ini sangat masuk diakal. Dalam hal ini ibu TERPAKSA bekerja.
Bagi para penginjil wanita, kadang-kadang kebutuhan pelayanan suami butuh dukungan karena ladang misi atau tantangan pelayanan yang berat.
Kedua, prestige dan harga diri.
Saya rasa bukan hal yang salah ketika teman-teman dan keluarga anda mengatakan: "Sayang dong gelar sarjanamu kalau tidak dipakai." Kita sekolah dari TK sampai Universitas memakan jutaan rupiah. Gelar sarjana merupakan hal yang mahal untuk dicapai, baik dihitung dalam rupiah maupun menit dan jam. Dengan gelar sarjana, kita telah membeli harga diri sebagai wanita yang tidak mudah dilecehkan oleh para pria. Dengan bekerja kita dapat membuktikan bahwa kitapun dapat lebih baik dari pria. Suami tidak bisa semena-mena dengan kita dan menganggap kita wanita bodoh. Kalaupun terjadi sesuatu dalam kehidupan suami, kita sudah mempunyai pegangan. Memang wanita membutuhkan hal itu. Akan tetapi anda juga perlu mempertimbangkan beberapa hal: manakah lebih mahal? biaya pendidikan yang telah anda keluarkan ataukah perkembangan kepribadian dan rohani anak anda? Apakah hasil pendidikan anda hanya dapat dinikmati di kantor? Adakah jenis pekerjaan lain yang dapat anda lakukan tanpa harus meninggalkan anak full-time? Apakah pendidikan anda tidak mempunyai dampak sama sekali dalam tugas anda sebagai pendidik anak? Apakah peran sebagai ibu rumah tangga begitu hinanya sehingga anda merasa malu jika tidak bekerja di kantor hanya untuk sementara waktu? Anak anda akan lekas besar, demikian juga adiknya kelak. Ada masa di mana anda dapat sepenuhnya hidup untuk karir anda.
Dalam kaitannya dengan bagaimana suami memandang anda merupakan topik tersendiri. Akan tetapi memang hubungan suami istri sangat mempengaruhi hubungan kita dengan anak dan pekerjaan. Banyak orang berpikir bahwa menjadi ibu rumah tangga full-time merupakan hal yang kurang terhormat: seragam daster, pikiran cupet, kuper, dll. Salah besar. Kita menjadi ibu rumah tangga full-time bukan karena tidak ada pekerjaan, justru karena pekerjaan yang banyak dan berat sebagai pendidik membuat kita harus full-time ada di rumah. Sebagai ibu kita tidak hanya diam di rumah, tapi kita harus kreatif. Saya akui bahwa hal ini berat. Banyak ibu-ibu aktif yang full-time di rumah masih terus bergumul mengatasi kejenuhan, frustrasi, dlsb. Akan tetapi semuanya itu harus dihadapi dengan motivasi yang kuat, yaitu untuk melaksanakan tugas tanggung jawab yang Tuhan berikan. Saya yakin jikalau anda sudah menjalaninya, anda akan mengalami jatuh bangun, antara suka dan duka.
Ketiga, Pertanggung jawaban talenta.
Kita semua diberi talenta oleh Tuhan, minimal satu talenta. Banyak orang mengidentikan telenta hanya terbatas "bakat". Menurut saya, apa yang Tuhan maksudkan dengan talenta adalah "segala sesuatu" yang dipercayakan oleh Tuhan untuk kita kembangkan. Hal itu bisa berupa Firman Tuhan, bakat, ladang pelayanan, dlsb. Termasuk di dalamnya adalah anak". Jadi, jangan takut berdosa jika anda meninggalkan pekerjaan karena anak, sebab anak jauh lebih berharga di mata Tuhan dibandingkan dengan prestasi kerja anda (Bandingkan dengan sikap Yesus pada anak-anak). Ada banyak jenis bakat yang bisa diberikan atau di transfer kepada anak anda. Jadi, kita tetap dapat mengembangkannya. Janganlah takut kehilangan kesempatan mengembangkan bakat, karena bakat adalah karunia Tuhan. Kalau kita bertanggung jawab untuk apa yang ada di tangan kita saat ini, Tuhan tidak akan segan-segan memberikan tanggung jawab yang lebih besar.
Keempat, Mengatasi kejenuhan hidup.
Banyak ibu-ibu yang tidak bisa diamm sangat dinamis dan aktif. Berada di rumah seharian penuh akan menciptakan stress yang berat. Banyak ibu-ibu berkata: "Sebernarnya saya ingin sekali ada bersama dengan anak-anak saya lebih lama di rumah, akan tetapi saya tidak tahan dengan kejenuhan. Saya sangat butuh suasana baru, kalau tidak saya akan marah-marah terus di rumah." Bisakah anda membayangkan seorang wanita eksekutif yang selalu menjinjing hand-phone, memimpin rapat, mengatur puluhan bahkan ratusan pekerja, tiba-tiba hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan merawat anak? Bukankah semuanya itu bisa dikerjakan oleh pembantu, baby-sitter, atau pekerja harian? Apa salahnya jika ada uang? Hal seperti itu tentu saja menjenuhkan baginya. Jika anda dalam situasi seperti itu, anda harus baik-baik mempertimbangkan keputusan anda. Jangan tinggalkan karir anda kalau anda masih ragu-ragu. Anda harus betul-betul paham mengapa anak anda begitu penting sehingga harus mengorbankan karir. Selain itu, anda harus betul-betul mengetahui keindahan suka-duka mengasuh anak sendiri.
Sebenarnya, bukankah anda dapat meluangkan waktu bersama anak anda tidak hanya di dalam rumah? Mengunjungi sesama ibu lain yang sebeban, pergi ke taman, ke kebun binatang, berenang, dll. Yang terpenting adalah bagaimana anda memakai waktu anda sebaik-baiknya untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak anda.
Memang alangkah lebih baik lagi jikalau kita memiliki "Christian Children Center" dimana ibu-ibu dan anak-anak dapat berkumpul suatu waktu untuk penyegaran dan pengembangan diri.
Pada intinya, yang menjadi masalah bukanlah kerja atau tidak kerja. Kita semua harus bekerja. Yang menjadi masalah adalah apakah anda memang menyerahkan tugas pengasuhan anak kepada orang lain karena karir yang sebenarnya tidak perlu?. Apakah pekerjaan anda dapat menghambat perkembangan emosi dan rohani anak anda ? Anda salah besar jika menganggap anak menjadi penghambat masa depan anda, ANAK ADALAH MASA DEPAN ANDA. Hal terbaik yang anda tanamkan pada anak, akan anda tuai di masa yang akan datang.
ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA
(Dorothy Law Nolte)
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
IA BELAJAR MEMAKI
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
IA BELAJAR BERKELAHI
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
IA BELAJAR RENDAH DIRI
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
IA BELAJAR MENYESALI DIRI
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
IA BELAJAR MENAHAN DIRI
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
IA BELAJAR PERCAYA DIRI
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
IA BELAJAR MENGHARGAI
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
IA BELAJAR KEADILAN
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
IA BELAJAR MENARUH KEPERCAYAAN
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
IA BELAJAR MENYENANGI DIRINYA
Jika anak dibesarkan dalam kasih sayang dan persahabatan,
IA BELAJAR MENEMUKAN CINTA DALAM KEHIDUPAN
Kiriman ibu Pippy Andriyani, melalui Jeany C.B
|
|