I puisi I cerpen I novel I skenario I skripsi I profil I time line
 I 
catatan harian I surat-surat I proses kreatif I
I artikel I komentar & resensi] I berita I

 

The Collected Stories and Others

Home I EnglishI

MY NOVELS:

abrlorong.JPG (9170 bytes)

Lorong Tanpa Cahaya
(Yogyakarta: Media Pressindo,1999)
Bercerita tentang nasib seorang bocah yang lahir dan tumbuh di kampung pelacuran....

menolak.JPG (9181 bytes)

Menolak Panggilan Pulang
(Yogyakarta: Media Pressindo, 2000)
Novel berlatar budaya suku Dayak, di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Dengan membaca novel ini, kita banyak belajar...

TAPOL
(Yogyakarta: Media Pressindo, 2002)
Berlatar sejarah G30S, 1965, yang sarat kekejaman: penculikan para jenderal, pembantaian kader dan simpatisan PKI. Seorang bintara AU yang terlibat Gestok....
Resensi Tapol 
Komentar tentang Tapol



Harga Seorang Wanita
(Jakarta: Dastan Books, 2006)
Ini adalah dunia laki-laki. Dunia di mana hak, kebahagiaan, dan juga perempuan adalah milik laki-laki. Ya, perempuan hanyalah....

Kirim Komentar 

 

 

 

 


 

Google

 

Abebooks.com - Because You Read.

Resensi Buku

Si Kotak Ajaib yang Dirundung Masalah
(Pernah dimuat di Tabloid DeTAK)

I.

Judul   : Televisi dan Intervensi Negara

Penulis : Hermin Indah Wahyuni

Kata Pengantar : Ashadi Siregar

Penerbit : Media Pressindo, Yogyakarta, Cetakan I Mei 2000

Tebal : xxiv + 192

II.

Judul : Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca

Penulis : Philip Kitley

Penerbit : LSPP. ISAI, PT Media Lintas Inti Nusantara, Jakarta, Cetakan I Juni 2001

Tebal : xxv + 436

==== ==== ===

Stasiun penyiaran televisi, baik televisi pemerintah maupun swasta, senantiasa diliputi masalah. Persoalan timbul akibat intervensi negara yang begitu kuat, juga akibat fungsi, peran, dan pilihan orientasi.

==== ==== ===

Stasiun penyiaran televisi tak lepas dari kekuasaan negara. TVRI ketika baru mengudara, dalam konteks situasi politik saat itu, telah dipakai untuk propaganda politik. Tradisi itu berlanjut hingga era Orde Baru. Bahkan, ketika deregulasi penyiaran digulirkan, yang membuka peluang berdirinya stasiun televisi swasta, pemerintah (baca: penguasa) seperti ‘melepas kepalanya tetapi tetap memegangi ekornya’. Hal ini terkait dengan daya pengaruh televisi yang sangat luas pada masyarakat. Tetapi, hal ini selalu menimbulkan perbenturan masalah yang dilematis.

 

Kedua buku ini mengangkat topik seputar masalah yang dihadapi pertelevisian kita. Buku pertama ditulis oleh Hermin Indah Wahyuni, pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun buku kedua ditulis oleh Philip Kitley, pengajar pada University of Southern Queensland, Australia. Bedanya, Wahyuni menggunakan dimensi politik sebagai landasan analisis, sedangkan Kitley lebih menekankan pada dimensi budaya.


Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.


TIGA PILAR SISTEM PENYIARAN

Wayuni membagi sistem penyiaran Indonesia menjadi tiga pilar: TVRI, televisi swasta, dan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Pilar pertama, TVRI, difungsikan sebagai media yang menyalurkan informasi pemerintah, yang pendanaannya berasal dari pemerintah. Pilar kedua, televisi swasta, lebih cenderung difungsikan sebagai entitas ekonomi yang dilepas pada persaingan pasar. Dan, pilar ketiga, televisi pendidikan, pengelolaannya diserahkan kepada swasta dengan konsekuensi yang menyertainya.

Lantas bagaimana benturan persoalan yang terjadi pada tiap-tiap pilar tersebut. Perbenturan yang terjadi pada TVRI bersumber pada status ganda. Di satu sisi ia berada di bawah Yayasan TVRI (diketuai oleh presiden), sekaligus di sisi lain juga di bawah direktorat televisi (di bawah Dirjen Radio Televisi dan Film dan Departemen Penerangan). Masalah yang muncul akibat status ganda ini, antara lain, timbul peluang penyalahgunaan tertentu dengan mengatasnamakan Yayasan TVRI. Selain itu, dalam posisinya yang mengemban misi pemerintah, keberadaan TVRI lebih cenderung dianggap sebagai humas pemerintah. Tetapi, ketika lahir televisi swasta, yang menyediakan informasi dan tayangan yang lebih digemari pemirsa, TVRI tak mampu bersaing. Akibatnya TVRI ditinggalkan pemirsanya.

Sementara itu, televisi swasta dihadapkan pada kekhawatiran negatif bila terjadi gegar budaya. Tayangan televisi swasta—yang kini sudah menasional—didominasi budaya metropolitan, dengan perspektif metropolitan. Bila budaya metropolitan itu terlalu cepat masuk ke desa-desa di seluruh Indonesia, sedangkan pada sisi lain masyarakat masih belum siap, inilah yang dikhawatirkan.

Adapun pada TPI, masalah yang timbul disebabkan oleh posisinya sebagai media televisi pendidikan, sementara itu TPI diperbolehkan menayangkan iklan. Nah, jenis iklan manakah yang paling tepat untuk ditayangkan TPI. Iklan yang justru menimbulkan konsumtivisme dengan demonstration effect dikhawatirkan akan menggagalkan misi mencerdaskan bangsa yang diemban oleh TPI. Selain itu, TPI menghadapi banyak kritik yang cukup keras, misalnya dominasi tayangan film India dan hiburan yang sering terkesan kurang mendidik.

Sementara itu, intervensi negara terhadap pertelevisian sangat besar. Pemerintah memiliki kewenangan sangat besar dalam mempengaruhi perkembangan sebuah institusi penyiaran swasta. Negara melalui pemerintahannya menjadi pengendali yang demikian kuatnya untuk mengarahkan institusi-institusi penyelenggaran penyiaran dalam kinerja mereka (halaman 102).
 


 Chronicles


PEMIRSA YANG DIIDEALKAN

Dalam buku Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca ini, Philip Kitley menyoroti persoalan pertelevisian Indonesia dari dimensi budaya. Ia membaginya menjadi dua bagian. Bagian I mencermati proses historis penggunaan televisi dalam menciptakan dan membentuk bangsa yang sejalur dengan pembangunan nasional dan tujuan-tujuan budaya. Bagian II menyoroti perubahan-perubahan yang terjadi di sektor televisi semenjak stasiun swasta pertama mulai bersiaran pada tahun 1989.

Philip Kitley lebih memandang benturan persoalan yang menerpa stasiun televisi disebabkan oleh fungsi, peran, dan kebijakan pertelevisian. TVRI, misalnya, dihadapkan pada  ketegangan antara fungsi dan peran televisi sebagai media propaganda pembangunan dan stasiun yang lebih memanjakan pemirsa, menghibur, dan memasok info internasional. Setiap kali pemerintah mengeluarkan kebijakan, misalnya peluncuran satelit Palapa dan pelarangan iklan di TVRI, maka terjadi pergeseran televisi Indonesia ke dalam kendali negara yang sangat ketat.

Yang menarik dari analisis Kitley adalah permasalahan ‘pemirsa yang diidealkan’; apakah pemirsa  sebagai publik, pemirsa sebagai konsumen, dan pemirsa sebagai warga negara aktif. Sejak berdirinya tahun 1962 sampai sekarang, konsepsi ‘pemirsa yang diidealkan’ pada TVRI senantiasa berubah. Kitley antara lain mencatat, setelah tahun 1972, sementara fungsi TVRI tetap sebagai media komunikasi massa, pemirsa yang dibayangkan bergeser dari massa tanpa bentuk menjadi massa yang memiliki sesuatu yang bisa disumbangkan untuk pembangunan nasional.

Sementara itu, pemirsa RCTI pada kurun waktu 1989-1991, Kitley mencatat bahwa sejak awal pemirsa RCTI lebih tampak seperti makhluk yang tumbuh dari perdagangan ketimbang kebijakan. Bagaimanapun, sebagai televisi swasta yang harus menghasilkan laba, RCTI membayangkan pemirsanya sebagai sesuatu yang harus direbut dan dipertahankan. RCTI harus menarik pemirsa TVRI dan menggiringnya ke RCTI (halaman 102).

Akan halnya TPI, yang merupakan penyiaran swasta dengan misi pendidikan umum, sasaran pemirsanya kerap menimbulkan kritik. Pemirsa ideal TPI adalah pemirsa yang menghormati dan menyadari perlunya melengkapi pendidikan formal dengan televisi pendidikan. Tetapi, ini menimbulkan kritik bahwa tujuan pendidikan TPI tidak dipikirkan secara matang atau diuraikan secara jelas. Demikian pula dengan ketidaktepatan penyusunan waktu siaran, mengundang kritik: apakah pemirsa sasaran TPI adalah pemirsa pendidikan, atau semata-mata pemirsa umum yang bisa diarahkan demi keuntungan komersial.

Nah, bagi mereka yang ingin mengetahui seputar pertelevisian Indonesia, kedua buku ini—yang saling melengkapi satu sama lain—patut dibaca.

ngarto februana


 TULISLAH RINGKASAN BUKU DAN DAPATKAN UANG




I puisi I cerpen I novel I skenario I skripsi I profil I time line I catatan harian I surat-surat I
proses kreatif 
I artikel I komentar & resensi] I berita I


 Copyrights©2000 Ngarto Februana. All rights reserved.
Designed by Ngarto Februana

1